Mohon tunggu...
maria siregar
maria siregar Mohon Tunggu... -

Pengamat

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Ekonomi Politik Internasional

28 Juni 2014   03:50 Diperbarui: 18 Juni 2015   08:30 614
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bisnis. Sumber ilustrasi: PEXELS/Nappy

Debat Capres tanggal 22 Juni 2014 cukup menarik karena ternyata isu World Trade Organization (WTO) menjadi salah satu topik yang diangkat pada tema "Politik Internasional dan Ketahanan Nasional", dan bukan pada tema "Pembangunan Ekonomi dan Kesejahteraan Sosial". Tanpa maksud menggunggulkan salah satu dari kedua calon, isu ekonomi memang tidak dapat dilepaskan dari isu politik. Keuntungan dan kerugian tidak lagi semata menjadi pertimbangan utama tetapi juga kepentingan politik yang ikut menjadi faktor penentu.

Sebagai contoh, dalam forum WTO, Russia telah menyampaikan protes atas kebijakan AS, UE, dan beberapa negara lainnya yang menerapkan sanksi ekonomi terhadap Russia yang menerima Crimea sebagai bagiannya. Sanksi tersebut dianggap bertentangan dengan aturan perdagangan internasional, khususnya prinsip non-diskriminasi. Isu ini akhirnya menjadi dominasi politik daripada dominasi ekonomi walaupun pada faktanya hal ini merugikan semua pihak secara ekonomi.

Contoh lainnya adalah hasil-hasil yang disepakati dalam bidang pertanian, fasilitasi perdagangan, dan pembangunan pada Konferensi Tingkat Menteri (KTM) ke-9 WTO bulan Desember 2013, atau yang dikenal dengan Paket Bali. Keberhasilan konferensi tersebut di Bali tampaknya lebih menjadi target Indonesia sebagai tuan rumah. Memang, keputusan di bidang pertanian memberikan keuntungan bagi Indonesia untuk dapat terus memberikan bantuan petani miskin tapi hanya dibatasi untuk produk beras.

Bandingkan dengan komitmen yang akan diberikan oleh Indonesia melalui implementasi Perjanjian Fasilitasi Perdagangan yang juga disepakati di Bali tahun 2013. Di satu sisi, perjanjian ini dapat memberikan manfaat dengan memperlancar arus barang melalui pengurangan biaya perdagangan dan pemberantasan korupsi di pelabuhan. Namun di sisi lain, perjanjian ini juga mewajibkan Indonesia untuk memperbaiki sarana dan pra-sarana, seperti infrastruktur, prosedur, aturan hukum, dan lainnya, yang membutuhkan biaya, sumber daya manusia, dan waktu yang cukup besar. Dengan kata lain, biaya yang sangat besar diperlukan untuk mengimplementasikan komitmen Indonesia.

Kalau begitu, mengapa Indonesia mendukung disahkannya Paket Bali? Dari keputusan di bidang pertanian, tidak banyak yang dapat dimanfaatkan, sementara keputusan mengenai fasilitasi perdagangan menjadi beban. Keputusan mengenai pembangunan hanya bersifat anjuran untuk membantu negara berkembang dan negara terbelakang, yang hasilnya belum tentu dapat dirasakan oleh Indonesia.

Tidak heran kalau faktor kepentingan politik jangka pendek, yakni citra Indonesia sebagai tuan rumah, menjadi faktor utama pemerintah untuk mendukung disepakatinya Paket Bali. Perhitungan ekonomi dari Paket tersebut tidak lagi menjadi prioritas, dan cenderung diabaikan. Patut disayangkan, apabila ternyata kepentingan jangka panjang nasional dikorbankan demi kepentingan politik jangka pendek. Karena itu perlu dicermati agar kesalahan yang sama tidak terulang kembali. Indonesia harus hati-hati dalam menetapkan waktu implementasi setiap aturan di dalam Perjanjian Fasilitasi Perdagangan tidak terbebani. Dalam hal ini, deadline tanggal 31 Juli 2014 untuk menyampaikan komitmen implementasi aturan Perjanjian Fasilitasi Perdagangan jangan sampai hanya berdasarkan alasan gengsi tapi didasarkan pada kemampuan di lapangan. Dalam hal ini, kepentingan politik jangka pendek jangan menjadi prioritas yang dapat mengorbankan kepentingan yang lebih besar.

Jelaslah bahwa kepentingan ekonomi dan politik selalu tarik-menarik dan kemenangannya ditentukan oleh kekuatan kondisi domestik, baik di bidang politik maupun ekonomi. Jadi, tepat untuk mengangkat isu WTO dalam kerangka politik internasional dan ketahanan nasional. Di atas semuanya, untuk dapat memanfaatkan keanggotaan Indonesia di WTO, peningkatan daya saing domestik menjadi faktor utama yang harus diperhatikan karena akan menjadi faktor penentu dalam arena internasional. Sebagai catatan, Brazil, Iinda, China, dan Afrika Selatan menjadi sangat diperhitungkan dalam kancah internasional karena kekuatan ekonominya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun