Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Diary

Perjalanan ke Ibu Kota

17 April 2024   15:54 Diperbarui: 17 April 2024   15:56 105
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Diary. Sumber ilustrasi: PEXELS/Markus Winkler

Ketika kita menolong orang lain sebenarnya kita sedang menolong diri kita sendiri. Percayalah, Tuhan akan membalas kebaikanmu dengan yang lebih indah."-Brilio.net

           15 April 2024, saya memutuskan ke ibu kota Kabupaten, yaitu Labuan Bajo. Ada hal penting yang mesti saya urus. Dengan sepeda motor, saya berangkat pukul 09.00 waktu setempat. Biasanya, saya membutuhkan waktu 2,5 jam untuk sampai. Terkadang 1,5 jam atau bisa 3 jam. Semua tergantung kecepatan memacu kendaraan.
           Di tengah perjalanan, saya mendapati tetangga saya berhenti. Kami pun mengobrol. Dari situ saya tahu, ia mengantar anaknya setelah selesai libur Idul Fitri. Jadi anaknya ini sekolah di Labuan Bajo. 
       "Ban motor saya kempis," katanya kemudian.
           Karena bengkel masih jauh, sementara bannya sangat kempis, otomatis tidak seimbang kalau dipaksa berjalan. Saya pun menawarkan anaknya saya boncengi sampai di bengkel.
           Dari bengkel kami jalan santai menuju Labuan Bajo. Di rest area, Wae Bobok (tempat wisata alam) kami memutuskan berhenti sejenak. Saya menyalakan rokok sambil menikmati sejuknya angin. Tiba-tiba ada yang datang, seorang anak kecil usia belasan tahun
       "Ke Bajo, Om?"
        Saya mengangguk.
       "Bisa bantu boncengin Ibu itu?" ia menunjuk seorang ibu yang berdiri di depan sebuah warung kecil.
       "Ya."
       Ibu itu menghampiri. Saya dengan ramah menyapanya. Terjadilah obrolan ringan. Ternyata ibu itu tidak tahan pusing (mabuk kendaraan). 
      "Saya merokok dulu."
       Perjalanan dilanjutkan setelah sebatang rokok dinikmati. Saya membuka obrolan selama perjalanan. Dari percakapan itu, saya mulai memperlambat laju motor.
       "Saya mau USG kehamilan," katanya.
       Sekitar satu jam perjalanan, kami sampai di Labuan Bajo. Ibu itu meminta diantarkan di kos-kosan saudaranya di dekat RS Merombok. Saya dengan ikhlas mengantarnya sampai tujuan.
       "Ini untuk beli rokok," katanya saat turun sambil memberikan selembar uang, nominal yang lumayan.
       "Tak usah, Bu," saya menolaknya.
       Ibu itu terus memaksa. Saya terus menolak. Saya tulus dan ikhlas membantunya. Dengan senyuman, ia berterima kasih. Saya pun pamit melanjutkan perjalanan menuju pusat Kota Labuan Bajo.
       Saya memacu kendaraan, sambil mengingat pesan ayah saya sebelumnya,"Kamu yang memiliki motor, berilah tumpangan kepada siapa pun yang meminta." Ayah berpesan begitu beberapa tahun lalu, saat ia diboncengin seseorang tak dikenal saat ia menempuh perjalanan dengan berjalan kaki. Saat sampai di rumah, ayah menberinya uang, namun ditolak.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Diary Selengkapnya
Lihat Diary Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun