Aku perlu melakukan suatu hal untuk membalikkan keadaan sekarang ini. Aku tak betah lagi mengurus usaha kripik singkongku. Aku tampak lusuh, sejak Putri menghilang dari kosnya. Mungkin saja ia risih digosipin ibu-ibu rempong.
   "Kamu butuh sesuatu untuk menghilangkan, Putri, dari pikiranmu," bujuk Dilan.
    "Aku tak berniat menghilangkannya," jawabku.
   "Kami melemah sejak kenal dengannya," kata Dilan lagi.
    Aku tertegun mendengar kalimat itu. Aku setuju, hanya saja situasinya berbeda. Kegalauan melanda justru membangkitkan niatku mencari keberadaanya.
    "Aku mesti mencarinya, Lan. Akan kutunjukkan besarnya cintaku untuknya," kataku.
   "Kamu kok bucin begini?"
    Aku hanya tersenyum. Aku pastikan untuk mencarinya. Dering teleponku berbunyi, nomor baru. Aku amat bahagia mendengar suara itu. Rasanya sudah lama ia tak menyapaku. Aku sangat merindukannya.
    "Apa kabarmu?" tanyaku setelah sekian detik menikmati suara merdunya.
    "Aku baik-baik saja, Mas," jawabnya.
    "Aku merindukanmu," kataku.
    "Mas, aku Rini, kok aku rasa lain Mas bilang merindukanku?"
    "Oh, maaf, Rin. Aku pikir kamu,..."
     "Ibu cerita, Mas jatuh cinta. Putri temanku saat SMA," jelas Rini adikku.
     Aku kegirangan bukan main. Ada peluang aku bisa menemukannya. Aku sontak bahagia. Seolah Tuhan merestui.
     "Putri pergi bersama suaminya, Mas," chat Rini beberapa saat kemudian
15 Maret 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H