Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kisah Desember di Kampung

31 Desember 2023   11:14 Diperbarui: 31 Desember 2023   11:17 76
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

        Desember, sebagai bulan terakhir dalam tahun menyimpan banyak sejarah di dalamnya. Desember  adalah penutup semua proses selama setahun. Bagi umat Kristen Katolik dan protestan, Desember adalah bulan kelahiran Sang Juru Selamat, yaitu Yesus. Tentu moment ini sangat ditunggu-tunggu. Moment di mana segenap umat Katolik dan Protestan mengenang kembali lahirnya Sang Mesias. Dengan harapan, semoga menjadi manusia yang terlahir kembali, dalam artian segenap dosanya diampuni dan menjadi manusia baru. Baru dalam arti, menjalani kehidupan sesuai iman. Atau menjadi manusia yang bisa lebih baik dari sebelumnya.
    Persiapan menyambut kelahiran-Nya sangat bervariasi. Yang utama adalah kesiapan hati, yang bersih dan jauh dari kegamangan. Ada pula persiapan fisik, berupa pakaian yang layak yang dipakai saat perayaan Natal. Hal ini tidak berlaku bagi semua, hanya saja di kampung saya, hal demikian menjadi tradisi. Natal identik dengan penampilan baru. Hakekanya tidak demikian, Natal adalah kesiapan batin menyambut kelahiran Sang Juru Selamat.
     Terlepas dari itu, Desember identik pula dengan masa liburan. Apalagi berdekatan dengan awal tahun. Desember, sebagian orang memilih berlibur ke mana sesuka hati. Entah kembali ke kampung, jika kerja di kota atau tempat yang jauh dari tanah kelahiran, atau memilih berwisata melepaskan penat. Ini hal yang lazim, sepatutnya memang demikian. Kesibukan perlu penyegaran agar terhindar dari kejenuhan.

Desember Bagi Orang Kampung

    Sebagian besar, orang yang hidup di kampung itu petani. Hanya sebagian kecil yang berprofesi pegawai. Entah PNS, PPPK, GTT, tenaga kesehatan sukarela, aparat desa, atau profesi lainnya. Bagi petani di kampung, Desember bukan sekedar Natal (bagi yang kristen). Desember adalah musim tanam bagi petani, lebih khusus petani sawah. Hujan bukan petaka untuk petani. Hujan itu berkah. Kedatangannya sangat dirindu, seperti Romeo yang menanti Juliet. Hujan itu dekat dengan petani. Semacam hubungan suami istri. Bagi penduduk kota, mungkin saja hujan itu musibah. Sebab banjir melanda dan melahap harta. Beda dengan petani yang sangat merindu hujan.

Desember Tahun Ini (2023)

    Desember tahun ini sangat berbeda dari segi curah hujan. Kedatangannya telat. Romeo kecewa, Juliet ketinggalan bus! Awal Desember, saya dengan keluarga biasanya disibukkan dengan persiapan lahan penyemaian benih padi. Itu rutinitas yang biasa dilakukan. Tahun ini sungguh berbeda. Musim seolah prank. Hujan tak kunjung tiba. Desember tak lagi berkah, tapi petaka bagi petani. Orang kota bersuka ria, bisa liburan tanpa terhalang cuaca, banjir, longsor, dan bencana lainnya. Petani di kampung saya merana. Sawah kekeringan, sumber air mati total.

Hujan Telat Datang
   
     Tuhan itu baik! Ia menyayangi umat-Nya. Ia tak biarkan petani mati kelaparan. Bisa jadi, hal ini mengajarkan kita untuk menerima segala yang ada tanpa mengeluh. Hujan mengunjungi bumi pertengahan Desember. Penyemaian bibit padi telat, tak apalah, intinya Romeo datang juga, kekecewaan Juliet terobati.
     Petani kembali sumingrah, sebelumnya kecewa berat. Ramai-ramai ke sawah, memulai musim tanam. Ketika orang kota membuat jadwal liburan ke tempat wisata terkenal, orang desa memilih liburan di sawah.

Wisata Di Sawah dan Di Tempat Wisata Umunya

    Setiap orang memiliki cara menyenangkan diri mengisi akhir tahun. Petani di kampung saya tidak bisa memilih berwisata ke Labuan Bajo, misalnya. Sebab ia harus berkutat dengan petak sawah, kerbau, untung kalau ada mesin pembajak seperti petani modern.
    Bagi petani, sawah dan ladang itu tempat wisata yang lebih indah dari Labuan Bajo atau Bali. Sawah itu hamparan lumpur yang menjanjikan kesenangan tiada tara. Kerbau adalah sosok pahlawan yang setia membantu. Bagi petani, sawah adalah tempat wisata yang mengalahkan keindahan apa pun.

      Setiap orang memiliki cara hidup yang berbeda. Perbedaan itu adalah takdir yang tak bisa ditolak. Kebahagiaan pun mendapatkaanya berbeda. Ketika petani berbahagia karena hujan, orang kota berbahagia jika kenarau. Begitulah hidup, semuanya bervariasi.

31 Desember 2023

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun