Kala itu, saat senja menampakan aura kecantikannya, ia datang dengan wajahnya yang lesu, tetapi cantiknya tak tertutupi. Ia berdiri di sampingku, menikmati senja di Bukit Silvia, Labuan Bajo.
  "Bukankah senja ini cantik?" katanya.
  "Ya," kataku sambil menatapnya.
   "Boleh kufoto? Wah, kalian serasi," kata seorang fotografer lepas.
   "Bolehkah aku meminta hasilnya?" katanya.
   "Tentu, follow IG-ku," kata lelaki itu sambil membuka ponselnya.
   "Kita memang serasi," katanya.
    Aku hanya tersenyum menatapnya.
    "Rio," kenalku.
    "Sania," jawabnya pelan.
    Aku mengaguminya. Sungguh! Aku merasa beruntung bisa berkenalan dengannya sore itu. Aku terlarut menatap wajahnya dalam-dalam, sebelum aku tertangkap basah. Wajahku memerah, oersis warna langit senja itu.
   "Cup," satu kecupan mendarat di bibirku.
   Aku memeluknya. Mendaratkan kecupan di merah bibirnya yang merekah. Aku terlena dalam buainya perkenalan sesaat itu.
   "Hei, itu dia," suara itu mengagetkanku. Aku terperangah kaget. Ada yang salah dengan ini semua. Beberapa pria tegap menghampiri.
   "Ayo, pulang," kata salah satunya.
   Sania manut. Seorang laki-laki tegap mendekat.
   "Maaf, ia shock setelah suaminya meninggal. Ia mirip kamu," katanya.
   "Resa," kenalnya.
   "Rio," kataku.
   "Dev, Dev, tolong aku," teriak Sania.
   "Nama suaminya Devin, meninggal minggu lalu," kata Resa sebelum pergi.
    Aku terdiam. Senja menghilang.
23 Oktober 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H