Mohon tunggu...
M. Hamse
M. Hamse Mohon Tunggu... Guru - Hobi Menulis

Hobi Menulis

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Dalam Pelukan Aroma Masa Lalu

8 September 2023   04:16 Diperbarui: 8 September 2023   05:09 96
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

          Dalam Pelukan Aroma Masa Lalu

         Waktu berlalu sendu. Banyak yang dipikirkannya tentang situasi itu. Ada kegundahan yang meraja, membuatnya lemas tak berdaya.
        "Bagaimana aku ini? Ini belum saatnya!" gumamnya.
        Terpikirkan olehnya untuk menemui Sita, gadis berprawakan ceria dari masa lalu. Itulah sebabnya ia di sini. Di kafe yang dulu menjadi saksi pertemuan beberapa tahun silam.  Musik mengalun lembut, namun tidak diresapinya. Ada yang mengganjal hatinya. Ia duduk diam, menanti Sita. Imajinasinya buyar, sesaat dering ponselnya.
        Ia menatap layar ponsel. Selena mengiriminya pesan.
        "Bagaimana pertanggungjawabanmu?"
        Ia terdiam. Tak tahu harus bagaimana. Dadanya sesak.
        "Apa kamu tidak mencoba jujur pada orang tua mu? Sampai kapan? Aku tak sanggup lagi dengan ini," pesan Selena.
       Tangannya gemetar mengetik pesan.
       "Aku akan jujur. Aku akan bilang kepada orang tuaku."
       Sita mengagetkanya. Mendadak keringat membanjiri tubuhnya. Ia gemetaran sekedar menyapa Sita.  Ia mulai kabut dalam pikirannya yang kalut. Selena terus membombardirnya dengan pesan, ia makin gugup.
     "Ta,...," ia terdiam lagi.
     Sita menatapnya dengan senyum.
     "Aku...aku menyukaimu," katanya dalam kegugupan yang melanda.
     "Hanya menyukaiku?" desak Sita.
     "Menyukai tidak harus mencintaikan?" lanjut Sita.
     Seperti kehabisan kata, ia mematung.
     "Aku mencintaimu," katanya.
      Sita memberinya senyum. Seoalah asupan gizi, ia pun tersenyum dari gundahnya. Sita memeluknya erat. Merasakan aroma tubuhnya yang masih kaku.
     "Kenapa baru bilang sekarang?" bisik Sita.
      Ia menghela nafas berat.
      "Aku ragu saat itu," katanya.
      Seorang laki-laki tegap datang. Sita melepaskan pelukan.
      "Kamu terlambat, Ran," kata Sita
      Imran membisu. Hangatnya pelukan hanya sesaat. Baru ia perhatikan, cincin melingkar di jari Sita.
      Selena mendekat, sepertinya ia menyusul sejak tadi.
      "Yang kuat, Ran," kata Sita

Imran menatapnya. Selena menggenggam tangannya. Dua sahabat itu tertawa dalam kepahitan kisah masing-masing.
     "Ini Imran yang kamu cerita? Gantengnya. Saya Dara, sahabat Selena. Ia sering curhat," kata Dara.
     Wajah Selena memerah. Imran terdiam.

5 September 2023

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun