Hari ini, paling ditunggu-tunggu. Bukan hari Sabtu, bukan Minggu, seperti yang ditunggu  orang-orang kota. Aku mengenakan baju baru, pemberian ibuku kali lalu.Â
Maklum, aku belum berpenghasilan tentu. Bisa dibilang, masih bergantung pada ibu. Tak lupa aku memakai pomade di rambutku, biar terlihat seperti artis favoritku.
"Ayo!" ajak Binu, karibku.
"Cepatlah!" panggilnya lagi.
Kami menuju tempat ngopi di situ. Oh, ya, aku lupa beri tahu, hari ini hari Rabu, pasar mingguan di kampungku. Hari yang kerap kami tunggu dalam satu pekan.
Aku bergetar kala mataku melihat sosok wanita cantik di depanku. Aku mulai pasang gaya. Pertama, aku mengambil ponsel di saku, pura-pura mengotak-atik tak jelas.Â
Sesekali aku memandangnya. Astaga! Ia tersenyum padaku. Aku mulai melempar senyum manisku. Ia tertawa memandang ke arahku. Aku terpukau! Ingin sekali bertukar nomor ponsel dengannya.
"Kenapa, senyum-senyum?" tanya Binu.
"Lihatlah ke depan," kataku.
"Dia tertawa kepadaku," lanjutku.
"Astaga, Niko, dia menertawakanmu," Binu terbahak. Aku menutup mulutku. Â Sial, gigi ompongku menjadi penghalang.
   Â
   21 Juni 2023
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H