Belenggu
M. Hamse
2020
Tak tahu sampai kapan aku merenungi penderitaanku. Mungkin saja penderitaan ini tak akan menepi. Air mata tak henti-henti menetes. Kepulan asap rokok memenuhi ruang kamar kecilku. Aku tak peduli lagi dengan mataku yang semakin perih. Aku tak peduli lagi soal oksigen. Aku menyandarkan ragaku ke dinding. Mataku menatap langit-langit kamar yang aku tahu tak dapat melenyapkan kesedihanku. Sesekali tanganku memukul dinding. Mencabik-cabik bantal lalu melemparnya ke jendela. Entah apa lagi yang kurasakan kini. Semua yang indah telah hilang. Hati menangis dan mengharapkan belahan jiwaku kembali dalam dekapan. Entah apa yang ia pikirkan kini. Adakah ia memikirkanku? Apakah ia sedang memperjuangkan cinta kami? Tak tahulah. Mungkin ia menunduk dan bersimpuh mohon ampun di kaki orang tuanya, memohon ampun telah mencoreng nama baik orang tuanya karena merangkai kisah bersamaku.
Asap rokok masih mengepul seperti asap yang keluar dari cerobong pabrik. Aku tak peduli tentang diriku lagi. Aku masih memikirkan gadisku. Sekarang aku merasa dingin. Aku merasa asing. Aku merasa sepi, tanpa dia yang selalu mengumbar senyum kepadaku. Aku masih bertanya-tanya, mengapa penderitaan datang saat kebahagiaan mendekat?
Dalam kelengangan ini
Hati sangat sulit menerima yang terjadi
Desah nafas amat sesak
Mata tak berbinar lagi
Penuh derai yang menitik tak henti