mau jadi apa negeri yang elok ini di tangan para generasi muda yang gemar pada kekerasan. sebagai orang tua rasa cemas dan marah campur aduk. bagaimana pun, keadaan mereka adalah andil kita semua. lingkungan yang telah membentuknya menjadi pribadi yang 'sakit jiwa'nya. kenapa sakit jiwa? karena hanya orang-orang yang sakit jiwanya saja yang merasa puas setelah menyakiti atau bahkan membunuh orang lain. kita bisa berkilah kalo hanya satu 'otak' tawuran itu, sementara yang lain hanya ikut-ikutan untuk jadi - katanya: jagoan. tetap saja, bagi saya, yang mengajak dan yang diajak sama jogang-nya.
kalau mau dirunut ke belakang, kita para orang tua yang telah membentuknya seperti itu. mau tidak mau, kita harus akui itu. bagaimana tidak, kita semua turut membentuk lingkungan tempat tinggal mereka. bagaimana mereka jadi tidak terkontrol dan akhirnya kebutuhan untuk menyalurkan energi mudanya yang masih membara diarahkan pada kegiatan yang namanya tawuran.
saya membayangkan, mereka yang terlibat tawuran itu bertarung dengan cara yang sehat. misalnya mereka beradu hebat sebagai pemain sepak bola, basket, karate, atletik, atau bahkan olimpide sains. pasti bukan berita kematian sia-sia yang akan kita dapati.
apa kita mau bilang: ah merekanya yang nakal dan brutal! bukankah sebaiknya kita bertanya dulu: mengapa mereka sampai demikian rupa? siapa yang telah membentuk mereka seperti itu. dugaan saya, kitalah yang membuat mereka seperti itu. orang tua, guru, saudara, tetangga, dan negara ini.
apa kita akan menyalahkan zaman ini yang telah membentuk kita menjadi begitu materialistik. apa kita akan menyalahkan waktu yang telah membuat kita lupa pada satu sisi penyeimbang dalam hidup ini - sisi spiritual, sisi moral. kita jadi begitu berorientasi pada kebendaan (baca uang).
dan sekarang, nasi sudah menjadi bubur. korban telah jatuh. kejahatan sudah seharusnya diganjar setimpal siapa pun pelakunya. harapan saya semuanya segera berakhir. biarlah menjadi catatan hitam yang akan kita gunakan sebagai pelajaran berharga..
dan saya kira, kita sudah tahu mana yang harus diperbaiki dan setiap orang punya pendapat sendiri. alangkah eloknya kalau kita berhenti saling menuding siapa yang salah tapi mari kita bergerak bersama menuju perubahan yang kita dambakan. para orang tua dan guru menjadi tauladan dalam kebaikan dan motivator utama bagi anak-anak dalam berkarya dan berprestasi. lingkungan dicipatakan sehingga kondusif dan merangsang anak-anak untuk berkompetisi secara sehat dan sportif. akhirnya negara (baca pemerintah) akan mengambil bagian paling besar yaitu untuk menciptakan sebuah sistem yang benar dan dalam pelaksanannya memayungi semua warganya tanpa pandang bulu.
bukankah kita semua tahu bahwa agama mana pun mengajarkan tentang kebaikan. semua ajaran agama menuntun kita untuk berperilaku baik kepada-Nya, kepada sesama, dan kepada alam. bahkan begitu banyak ajaran dasar agama yang bila diamalkan sudah dijanjikanNya akan menjauhkan kita dari perbuatan yang keji dan mungkar. Tuhan telah menetapkan dan menunjukkan jalan kebaikan untuk kita. apa semua kejadian ini adalah pertanda bahwa kita sendiri saja telah lupa pada ajaranNya kemudian telah lupa mengajarkannya pada anak-anak kita.
Tuhan, maafkan kami..
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H