Mohon tunggu...
Mariani Saleh
Mariani Saleh Mohon Tunggu... Administrasi - IRT

ibu rumah tangga dengan beberapa pekerjaan sampingan diantara satu tugas utamanya yaitu membuat suami dan anaknya tersenyum bahagia

Selanjutnya

Tutup

Catatan

kesetiaan dalam secangkir kopi

22 November 2012   08:38 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:51 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

kecuali saat ibuku sakit dan bulan puasa, setiap pagi ibuku selalu menghidangkan secangkir kopi pahit pada bapakku. kopi yang dihidanngkan memang spesial. bagaimana tidak, kopi itu di buat dari air yang direbus sendiri oleh ibuku. mendidih oleh api dari kayu bakar yang diikat sendiri dengan telaten oleh ibuku. kemudian kopinya di sangrai lalu digiling sendiri oleh ibuku dari peralatan sederhana (dari penggorengan tanah dan alu - alat penumbuk dari kayu). lalu diracik dengan takaran yang hanya ibuku yang tahu pasnya. terakhir, secangkir kopi dari gelas kaca disajikan ketika matahari baru terbit ditemani ibuku yang sibuk memberi makan peliharaan unggasnya.

dan selama ibuku sehat, bapakku enggan dibikinkan kopi oleh orang lain. minum mungkin dia minum tapi seperti dia minum kopi buatan ibuku. aku masih ingat bagaimana bapak meminumnya dengan perlahan sambil diam sampai habis. dan ibuku selalu bahagia melakukannya. dia selalu bersemangat dan tidak pernah terlambat membuatnya. mulai dari merebus air sampai kapan dia menyajikannya dihadapan bapak. waktunya selalu sama.

ibuku melakukannya selama bertahun-tahun sampai akhirnya bapak meninggal delapan tahun yang lalu. kesedihan mendalam aku rasakan setiap pagi saat melihat ibuku yang kehilangan alasan untuk semangat di pagi hari. kata ibuku, aku tidak punya urusan apa-apa lagi setelah solat subuh, tidak ada secangkir kopi maupun teriakan minta sarapan lagi. bukannya lega malah ibuku sangat merindukannya.

sekarang beliau setiap pagi secara rutin kecuali saat hujan datang ke kuburan bapak yang letaknya tidak jauh dari rumah untuk membacakan surat yasin. kata ibuku satu kali surat yasin rasanya sudah sepadan membayar kerinduanku membuatkan bapakmu kopi. dan ibuku menemukan semangat paginya kembali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Catatan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun