Pendidikan merupakan usaha secara sadar dan terencana dalam mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, berketuhanan dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya dan juga lingkungan masyarakat. Dengan demikian, semua upaya yang dilakukan dalam konteks pendidikan bukan hanya harus direncanakan dengan cermat, tetapi juga harus ditujukan untuk pengembangan potensi peserta didik.
     Berusaha agar seluruh  kriteria yang telah dideskripsikan dalam standar kompetensi kelulusan dapat dicapai oleh semua peserta didik. Sebagai seorang pendidik harus dapat menyediakan pengalaman belajar yang memastikan bahwa semua peserta didik dengan segala keragamannya dapat dipenuhi kebutuhannya, sehingga mereka dapat menunjukkan kompetensi pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diharapkan setelah menyelesaikan jenjang pendidikannya. Sebagai konsekuensi logis dari keberagaman kebutuhan belajar peserta didik yang berbeda, maka pendidik harus mempertimbangkan bagaimana proses pembelajaran harus hati-hati didesain agar dapat berhasil untuk semua peserta didik.
     Standar proses telah secara jelas mendeskripsikan kriteria pelaksanaan pembelajaran yang harus dipertimbangkan oleh pendidik dan sekolah beserta prinsip-prinsipnya. Semua praktik pembelajaran tersebut harus merupakan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik, yaitu pembelajaran yang dapat memenuhi kebutuhan belajar peserta didik yang beragam, pembelajaran yang memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional peserta didik serta pembelajaran yang dapat membangun komunikasi yang empatik dan memberdayakan peserta didik dalam mencari solusi dalam memecahkan masalah yang dihadapinya dengan berdasarkan prinsip coaching.
     Pembelajaran Berdiferensiasi merupakan pembelajaran yang berfokus pada kebutuhan peserta didik dan sejalan dengan prinsip pembelajaran yang berpihak kepada peserta didik. Dengan memperhatikan konten, proses, produk, pendidik dapat menyesuaikan perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian proses pembelajaran agar dapat ke semua tahapan proses tersebut, sehingga dapat memenuhi kebutuhan belajar murid-murid dan membantu kesuksesan belajar mereka. Selain itu, proses pembelajaran berdiferensiasi juga mensyaratkan adanya praktik-praktik penilaian yang baik.
     Selain mendesain pengalaman belajar dan lingkungan belajar yang dapat merespon kebutuhan belajar murid agar murid dapat mencapai tujuan pembelajaran melalui pembelajaran berdiferensiasi. Sebagai pendidik tentu harus berupaya menciptakan pengalaman dan lingkungan belajar yang memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional peserta didik.
     Pembelajaran sosial dan emosional (PSE) ini semakin mendesak untuk kita terapkan dan praktikkan karena pentingnya perkembangan murid secara holistik, bukan hanya intelektual tetapi juga fisik, emosional, sosial, dan karakter. Sebagai pendidik yang mendampingi peserta didik di sekolah sepanjang hari, maka sudah sepatutnya pendidik memikirkan bagaimana menuntun peserta didik untuk mencapai kodratnya, bagaimana membimbing peserta didik agar dapat mengeksplorasi dan mengaktualisasikan seluruh potensi dalam dirinya dengan setinggi-tingginya, baik sebagai manusia maupun sebagai anggota masyarakat, sehingga dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaannya. Di sinilah letak urgensi PSE untuk mendorong tumbuh kembang peserta didik secara holistik.
     Pembelajaran sosial dan emosional merupakan pembelajaran yang mampu menciptakan pengalaman belajar bagi murid untuk menumbuhkan dan melatih lima kompetensi sosial dan emosional (KSE), yaitu kesadaran diri, manajemen diri, kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang bertanggung jawab.
     Sebagai seorang pendidik tentu harus mampu membawa komunikasi yang empati dan memberdayakan diri sebagai pemimpin pembelajaran dalam membuat perubahan strategi yang mampu menggerakkan komunitas sekolah pada ekosistem belajar. perubahan strategi yang sejalan dengan semangat merdeka belajar untuk meningkatkan kualitas kurikulum yang bermakna dan kualitas sumberdaya pendidik dan tenaga kependidikan dalam mewujudkan pendidikan yang berpihak pada murid di sekolah.
     Seorang pendidik harus memahami konsep yang sejalan dengan pemikiran filosofis pendidikan Ki hajar Dewantara dan perkembangan pendidikan abad ke 21. Pendidik harus menguatkan paradigma berpikir among, prinsip coaching, kompetensi inti coating, alur percakapan TIRTA dan supervisi akademik dengan paradigma berpikir coaching. Dengan mempelajari dan mempraktikkan beberapa latihan percakapan berbasis coaching baik terhadap murid maupun rekan sejawat dapat menguatkan perjalanan pembelajaran pendidik menjadi seorang pemimpin pembelajaran.Â
     Selama menjadi pendidik tentu dalam proses pembelajaran pernah diobservasi atau disupervisi oleh kepala sekolah. Supervisi akademik ini dilakukan untuk memastikan pembelajaran yang berpihak pada peserta didik sebagaimana tertuang dalam standar proses pada standar nasional pendidikan.  Supervisi akademik yang dijalankan semestinya harus benar-benar berfokus pada proses pembelajaran. Selain, itu, supervisi akademik juga bertujuan untuk pengembangan kompetensi diri seorang pendidik di sekolah.Â
     Rangkaian supervisi akademik ini digunakan kepala sekolah untuk mendorong ruang perbaikan dan pengembangan diri pendidik. Pemimpin sekolah dapat mendorong warga sekolahnya untuk selalu mengembangkan kompetensi diri dan senantiasa memiliki growth mindset, serta keberpihakkan pada murid adalah  pemimpin sekolah yang dapat mengidentifikasi kebutuhan pengembangan kompetensi diri dan orang lain dengan menggunakan pendekatan yang sesuai dengan kebutuhan tersebut.
     Untuk mewujudkan hal tersebut, maka pendekatan yang digunakan adalah pendekatan yang diawali dengan paradigma berpikir yang memberdayakan. Ini mutlak diperlukan agar pengembangan diri dapat berjalan secara berkelanjutan dan terarah. Salah satu pendekatan yang memberdayakan adalah coaching yang merupakan kunci pembuka potensi seseorang untuk memaksimalkan kinerjanya.
     Coaching merupakan metode pengembangan diri yang lebih kepada membantu seseorang untuk belajar dari pada mengajarinya. Coaching didefinisikan sebagai sebuah kolaborasi yang pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana  coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi coachee (Grant,1999). Sejalan dengan pendapat para ahli tersebut, International Coach Federation (ICF) mendefinisikan coaching sebagai "bentuk kemitraan bersama klien (coachee) untuk memaksimalkan potensi pribadi dan profesional yang dimilikinya melalui proses yang menstimulasi dan mengeksplorasi pemikiran dan proses kreatif."Â
     Proses coaching sebagai komunikasi pembelajaran antara pendidik dan peserta didik. Peserta didik diberikan ruang kebebasan untuk menemukan kekuatan dirinya. Peran pendidik sebagai sebagai "pamong" dalam memberi tuntunan dan memberdayakan potensi yang ada agar peserta didik tidak kehilangan arah dan menemukan kekuatan dirinya tanpa membahayakan dirinya. Sistem Among, Ing Ngarso Sung Tulodho, Ing Madyo Mangun Karso, Tut Wuri Handayani, menjadi semangat yang menguatkan keterampilan komunikasi pendidik dan peserta didik dengan menggunakan pendekatan  coaching.. Tut Wuri Handayani menjadi kekuatan dalam pendekatan proses coaching dengan memberdayakan semua kekuatan diri yang ada pada peserta didik.
     Sebagai seorang pendidik atau pamong dengan semangat Tut Wuri Handayani, maka pendidik perlu menghayati dan memaknai cara berpikir atau paradigma berpikir KHD  sebelum melakukan pendampingan  dengan pendekatan coaching sebagai salah satu pendekatan komunikasi dengan semangat among (menuntun). Dalam relasi pendidik dengan pendidik, seorang coach juga dapat membantu seorang coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Pendekatan komunikasi dengan proses coaching merupakan sebuah dialog antara seorang coach dan coachee yang terjadi secara emansipatif dalam sebuah ruang perjumpaan yang penuh kasih dan persaudaraan.
     Empat cara berpikir yang dapat melatih pendidik (coach/pamong) dalam menciptakan semangat Tut Wuri Handayani dalam setiap perjumpaan pada setiap proses komunikasi dan pembelajaran, yaitu :
Coach dan coachee adalah mitra
Komunikasi yang emansipatif
Berlandaskan kasih dan persaudaraan
Adanya ruang perjumpaan yang pribadiÂ
     Coaching menjadi pendekatan yang memberdayakan karena diawali dengan paradigma berpikir coaching. Tujuan pengembangan kompetensi diri adalah pendidik menjadi otonom, yaitu dapat mengarahkan, mengatur, mengawasi, dan memodifikasi diri secara mandiri. Untuk dapat membantu pendidik menjadi otonom, diperlukan paradigma berpikir dan prinsip coaching bagi orang yang mengembangkannya untuk membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom, sehingga perlu memiliki paradigma berpikir coaching.
Paradigma berpikir coaching, yaitu :
Berfokus pada coachee/rekan yang akan dikembangkan.
Bersikap terbuka dan ingin tahu
Memiliki kesadaran diri yang kuat
Mampu melihat peluang baru dan masa depan.
Sementara prinsip coaching, yaitu :
Kemitraan
Proses Kreatif
Memaksimalkan Potensi
     Prinsip dan paradigma berpikir coaching sangat bisa digunakan dalam proses supervisi akademik. Semangat yang ditumbuhkan dalam proses supervisi adalah semangat memberdayakan, bukan mengevaluasi. Selain itu, agar dapat menjalankan percakapan coaching maka pendidik perlu mengetahui kompetensi inti dalam coaching. Berdasarkan ICF ada 8 kompetensi inti, tetapi dalam kegiatan Pendidikan Guru Penggerak ini dipelajari 3 kompetensi inti yang perlu untuk dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus menerus saat melakukan percakapan coaching pada rekan sejawat di sekolah.Â
     Tiga kompetensi inti yang perlu dipahami, diterapkan, dan dilatih secara terus-menerus saat melakukan percakapan coaching kepada rekan sejawat, yaitu :
Kehadiran penuh (presence)
Menghadirkan diri sepenuhnya saat percakapan coaching sangat penting dilatih agar coach bisa selalu fokus untuk bersifat    terbuka, sabar, ingin tahu lebih banyak tentang coachee
Mendengarkan aktif
Menyimak  pun perlu dilatih untuk fokus pada apa yang disampaikan atau dikatakan coachee dan memahami secara keseluruhan makna baik secara tersurat maupun tersirat. Hindari memberikan semacam asumsi, melabel atau judgment, dan asosiasi seperti mengaitkan dengan pengalaman pribadi coach.
Mengajukan pertanyaan berbobot
 Coach harus terus melatih diri dalam memberikan pertanyaan-pertanyaan yang dapat menggugah atau menggali cara pikir dan  menstimulasi pemikiran coachee, memunculkan emosi atau nilai dalam diri dan yang dapat mendorong coachee untuk  membuat sebuah aksi bagi pengembangan diri dan kompetensi coachee.
     Salah satu referensi yang dapat kita gunakan untuk mengajukan pertanyaan berbobot hasil dari mendengarkan aktif yaitu RASA yang diperkenalkan oleh Julian TreasureÂ
RASA merupakan akronim dari Receive, Appreciate, Summarize, dan Ask yang akan dijelaskan sebagai berikut :
Receive/Terima; menerima/mendengarkan semua informasi yang disampaikan coachee.
Appreciate/Apresiasi; memberikan apresiasi dengan merespon atau memberikan tanda bahwa kita mendengarkan coachee. Respon dapat berupa anggukan kepala, kontak mata, melontarkan kata "oh..." "ya...". Bentuk apresiasi akan muncul saat coach memberikan perhatian dan hadir sepenuhnya.
Summarize?Merangkum; kegiatan ini dilakukan saat percakapan selesai dilakukan untuk memastikan kesamaan pemahaman. Memperhatikan dan menggunakan kata-kata kunci yang diucapkan oleh coachee. saat merangkum coach dapat menggunakan potongan-potongan informasi yang telah didapat dari percakapan sebelumnya dan meminta coachee mengkonfirmasi apakah rangkuman sudah sesuai.
Ask/Tanya; mengajukan pertanyaan dengan menggunakan kalimat tanya apa, bagaimana. seberapa. kapan, siapa, atau di mana. Hindari menggunakan pertanyaan tertutup seperti mengapa, apakah, atau sudahkah.
     Alur percakapan coaching yang akan membantu coach dalam membuat percakapan coaching menjadi efektif dan bermakna yaitu alur TIRTA yang dikembangkan dari satu model umum coaching yang dikenal sangat lua dan telah banyak diaplikasikan yaitu  GROW model. GROW adalah kepanjangan dari Goal, Reality, Options, dan Will.
     Alur percakapan coaching TIRTA dikembangkan dengan semangat merdeka belajar yang membuat kita memiliki paradigma berpikir , prinsip dan keterampilan coaching untuk memfasilitasi rekan sejawat agar dapat belajar dari situasi yang dihadapi dan membuat keputusan-keputusan bijaksana secara mandiri.
Alur TIRTA dapat dijelaskan sebagai berikut :
Tujuan Umum; tahap awal dimana kedua belah pihak coach dan coachee menyepakati tujuan pembicaraan yang akan berlangsung. idealnya tujuan ini datang dari coachee)
Identifikasi; coach melakukan panggilan dan pemetaan situasi yang sedang dibicarakan dan menghubungkan dengan fakta-fakta yang ada pada saat sesi.
Rencana Aksi; Pengembangan ide atau alternatif solusi untuk rencana yang akan dibuat.
Tanggungjawab; Membuat komitmen atas hasil yang dicapai dan untuk langkah selanjutnya.
     Setelah melakukan proses supervisi akademik yang sesuai dengan paradigma berpikir dan prinsip coaching langkah selanjutnya yang tak kalah penting adalah melakukan umpan balik. Umpan balik yang efektif haruslah bersifat netral sehingga tidak subjektif dan tanpa sadar. Umpan balik akan memiliki lebih besar kesempatan untuk diterima apabila berbasis data kuantitatif dari indikator pencapaian yang sebelumnya sudah disepakati. Umpan balik akan efektif apabila berbasis data dan disampaikan secara langsung tidak lama setelah kejadian /pembelajaran/situasi kerja terjadi. Umpan balik dapat dilakukan melalui kegiatan refleksi
     Berdasarkan uraian tersebut maka peran saya sebagai seorang coach di sekolah dan keterkaitannya dengan materi pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial emosional adalah :
Sebagai pamong yang menuntun kekuatan kodrat atau potensi yang dimiliki peserta didik.
Menciptakan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya sesuai kebutuhan belajarnya yang beragam melalui pembelajaran berdiferensiasi.
Membangun komunikasi yang empatik dan memberdayakan sebagai pemimpin pembelajaran dalam membuat perubahan strategis yang mampu menggerakkan komunitas pada ekosistem belajar.
Menciptakan pengalaman dan lingkungan belajar yang memperhatikan kebutuhan sosial dan emosional peserta didik secara holistik.
Membantu seorang coachee (peserta didik atau rekan sejawat) untuk dapat mengendalikan diri dan emosi, menimbulkan rasa empati, meningkatkan keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang tepat dengan semangat pemberdayaan.
Membantu coachee untuk menemukan kekuatan dirinya dan menjadi mandiri melalui pendampingan yang mengedepankan semangat memberdayakan.
Membantu rekan sejawat untuk mengembangkan kompetensi diri mereka dan menjadi otonom dengan paradigma berpikir dan prinsip coaching.
     Keterampilan coaching sangat berkaitan dengan pengembangan kompetensi sebagai pemimpin pembelajaran karena melalui praktik coaching baik terhadap peserta didik maupun rekan sejawat dengan menerapkan paradigma, prinsip, dan kompetensi inti coaching saya dapat menguatkan perjalanan pembelajaran saya untuk menjadi seorang pemimpin pembelajaran.Â
     Pembelajaran coaching membantu saya dalam membangun komunikasi yang empirik dan pemberdayaan sebagai pemimpin pembelajaran dalam membuat perubahan strategis yang mampu menggerakkan komunitas sekolah pada ekosistem belajar.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H