Mohon tunggu...
Mariana NataniaMarunduri
Mariana NataniaMarunduri Mohon Tunggu... Mahasiswa - Content Writer

Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Airlangga 2023 | Beropini melalui tulisan

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Kekerasan Seksual terhadap Anak Penderita Down Syndrome: Peranan Masyarakat dalam Menciptakan Lingkungan yang Inklusif

7 Juni 2024   14:47 Diperbarui: 7 Juni 2024   15:25 130
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilmu Sosbud dan Agama. Sumber ilustrasi: PEXELS

Sabtu, 14 Mei 2022 sekitar pukul 15.00 WIB bertempat di daerah Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat, terjadi kasus kekerasan seksual terhadap anak penyandang down syndrome dengan inisial SR (14). Terdakwa berinisial B (50) yang merupakan tetangga kos keluarga korban dijatuhi hukuman 11 tahun penjara sebagai akibat tindak pelecehan seksual terhadap anak penyandang down syndrome tersebut.

Kejadian bermula saat korban sedang duduk di lantai tangga kos yang ditempati oleh keluarga korban dan pelaku. Pada saat pelaku hendak naik ke lantai 4, korban yang sedang duduk di tangga lantai 3 menghalangi jalur masuk pelaku. Pelaku kemudian meminta korban untuk minggir, namun korban menolak. Pelaku kemudian mengangkat korban dengan cara menggendong di bagian dada dan alat vital korban.

Orangtua korban baru mengetahui peristiwa ini setelah korban mengadu dan menangis. Korban mengatakan bahwa ia dipegang dan alat vitalnya terasa sakit. Orangtua korban kemudian membawa korban ke rumah sakit. Namun, rumah sakit tidak dapat melakukan visum tanpa laporan polisi. Sehingga, orangtua korban langsung melaporkan ke Polsek Taman Sari lalu ke Polres Jakarta Barat, yang langsung ditangani oleh tim Perlindungan Perempuan dan Anak dan diantar ke RS Tarakan. Berdasarkan visum yang dilakukan di RS Tarakan, ditemukan bahwa alat vital korban sobek dan mengalami kemerahan.

Keluarga terdakwa sempat meminta kasus tersebut untuk segera dihentikan dengan menawarkan uang sebesar Rp30.000.000 dan 1 unit mobil yang ditolak oleh keluarga korban dengan alasan keadilan. Ibu dari korban dengan tegas menyatakan bahwa ia tidak membutuhkan mobil, yang ia butuhkan adalah keadilan bagi anaknya. 

Berdasarkan putusan majelis hakim, telah dinyatakan bahwa terdakwa terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan tindak pidana sebagaimana diatur dalam Pasal 82 ayat (1) jo. Pasal 76E UU RI No.35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU RI No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan terdakwa dijatuhkan pidana penjara selama 11 tahun.

Menurut dokter spesialis anak RS Dr. Sardjito, dr. Braghmandita Widya Indraswari, down syndrome merupakan kelainan genetik yang disebabkan oleh kelebihan kromosom atau trisomi 21. Kelebihan kromosom inilah yang menyebabkan kelainan tampilan fisik dan gangguan medis yang sifatnya beragam seperti gangguan perkembangan otak, penyakit jantung bawaan, penyakit infeksi, gangguan pendengaran, dan gangguan penglihatan.

Dibandingkan anak-anak pada umumnya, anak-anak penyandang down syndrome memiliki kecepatan tumbuh kembang yang cenderung lebih lambat. Hal inilah yang menjadikan anak-anak penyandang down syndrome lebih rawan dikucilkan dari lingkungan dan dianggap sebagai target yang mudah bagi pelaku pelecehan seksual.

Oleh karena itu, kekerasan yang diterima oleh anak penyandang down syndrome lebih rawan dilakukan oleh orang-orang sekitarnya. Merujuk kepada kasus yang diangkat, pelaku adalah tetangga dari keluarga korban yang mana merupakan salah satu dari orang-orang yang berada di sekitar anak penyandang down syndrome. Hal inilah yang menjadi alasan bahwa orangtua atau pendamping dari anak penyandang down syndrome harus lebih dalam menggali informasi. Misalnya, peka terhadap rasa nyeri saat buang air kecil dan pemeriksaan terhadap kondisi bagian tubuh anak-anak penyandang down syndrome.

PJ Ketua TP PKK Sulsel, Sofha Marwan Bahtiar dalam Talkshow Peran Masyarakat dalam Pencegahan dan Penanganan Pelecehan Seksual yang digelar di Makassar pada Oktober 2023, menyatakan bahwa perhatian akan kasus kekerasan seksual terhadap anak-anak penderita down syndrome adalah penting sebab anak-anak dengan down syndrome belum mengetahui perihal kekerasan seksual dengan baik. Berdasarkan sebuah penelitian yang dilakukan pada remaja down syndrome yang berusia 15-20 tahun di SLB PGRI Kecamatan Nanggulan Kabupaten Kulonprogo, responden yang menjadi objek penelitian belum memiliki pengetahuan mengenai seksualitas, seperti reproduksi manusia dan perilaku-perilaku seksual. Hal ini disebabkan oleh orangtua dan guru yang merasa tidak nyaman dan takut untuk memberikan penjelasan mengenai seksualitas dan para pendamping penyandang down syndrome belum memiliki cara yang tepat untuk memberikan penjelasan terkait seksualitas.

Orangtua atau pendamping diembankan tugas untuk menjelaskan kepada anak-anaknya yang menderita down syndrome mengenai apa yang boleh dan tidak boleh dilihat, bagian tubuh mana yang boleh dan tidak boleh disentuh, serta siapa saja yang boleh menyentuh mereka. Perbincangan mengenai seksualitas pada anak-anak penyandang down syndrome menjadi sebuah pembicaraan yang harus disampaikan. Hal ini dikarenakan anak-anak dengan disabilitas seperti down syndrome memiliki peluang lebih besar 2,9% untuk menjadi korban kekerasan seksual dibandingkan anak-anak normal pada umumnya. Anak-anak penyandang down syndrome cenderung tidak mengetahui bahwa mereka tengah mengalami kekerasan seksual dikarenakan kurangnya edukasi dari pendamping anak-anak tersebut.

Angka probabilitas anak penyandang down syndrome mengalami kekerasan seksual yang tinggi juga disebabkan karena pelaku pelecehan seksual merasa lebih mudah untuk menyangkal tuduhan akan tindak kekerasan seksual tersebut. Tentunya, penyangkalan yang mudah ini menjadi salah satu alasan mengapa kekerasan seksual terhadap anak penderita down syndrome menjadi isu yang penting untuk dibahas. Anak-anak penyandang down syndrome memiliki dorongan seksual yang sama dengan anak-anak normal. Tetapi, pemahaman mereka yang lemah menjadikan anak-anak penyandang down syndrome cenderung lebih penurut. Sehingga, anak-anak penyandang down syndrome perlu untuk diberikan perlindungan dari kekerasan seksual dan diberikan edukasi mengenai seksualitas.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun