Puluhan kanvas terpajang di sini, mengelilingi ruangan yang serba putih. Kanvas-kanvas itulah yang membuat ruangan ini berwarna-warni. Sebuah penampilan dari negeri Sasando hadir di kota budaya, Yogyakarta
Tidak banyak yang tahu bahwa NTT memiliki sebuah sisi lain dari bentuk apresiasi seni sekaligus sarana menyalurkan budayanya. Selama ini Daerah NTT hanya terkenal dengan nyanyian, tarian, pesona alam dan suara-suaranya yang merdu. Siapa sangka sekelompok seniman muda yang baru saja selesai menimba ilmu di tanah Jawa meweujudkan mimpi untuk melestarikan budayanya melalui goresan-goresan di atas kanvas.
[caption id="attachment_268421" align="aligncenter" width="300" caption="Taman Budaya Yogyakarta"] [/caption]
Pelataran Taman Budaya sore itu tampat begitu ramai, puluhan motor dan mobil parkir di halamannya. Beberapa pengunjung Nampak keluar masuk ruang pameran TBY. Sebuah banner ptuih bertuliskan Cahaya Dari Timur. Beberapa orang Nampak telah menikmatai beberapa warna-warni kanvas yang telah digoreng dengan unsure seni yang tinggi. Beberapa lainnya terlihat menjelaskan beberapa lukisan yang terpajang di dinding putih itu.
Keempat pria bertubuh tegap dengan beberapa helai rambut yang mulai memutih Nampak mengamati sekelilingnya. Beliau adalah bang Fengky Messah, ditemani George Eman, Ever Romi dan Om Jaky Lau. Mereka adalah pengurus sekaligus pencetus berdirinya sebuah komunitas Perupa yang benama ‘Kapur Sirih’. Komunitas ini berpusat di Kupang dengan beranggotakan para seniman NTT yang ada di Kota Kupang.
“Ketong ini berdiri tanggal 12 Desember 2010. Ketong mau menyatukan seniman NTT yang luar biasa.”ujar bang George Eman sebagai ketua Panitia sekaligus ketua Komunitas Perupa ‘Kapur Sirih’ sambil terus tersenyum sesekali menarik rokoknya.
Komunitas ini telah berangggotakan 97 orang pelukis asal NTT yang tidak hanya berada di Kupangdan Flores tetapi beberapa dari luar NTT seperti dosen ISI Yogyakarta, mahasiswayang ada di Jakarta. Nama ‘Kapur Sirih’ itu sendiri menurut bang Jemy memiliki filosofi yang mendalam yang berkaitan dengan budaya orang NTT. Kapur, sirih dan Pinang adalah sesuatu yang tidak terpisahkan dari kehidupan harian masyrakat NTT. Pada setiap upacara adat, duduk jamuan keluarga, pertemuan atau musyawarah hingga penerimaan tamu, Kapur Sirih dan Pinang akan selalu menemani dan tidak terlupakan.
Dalam komunitas perupa ini usia tidak menjadi perbedaan. Semua ide dituangkan dalam goresan warna-warni di atas kanvas dengan luapan emosi yang berbeda. Hampir sebagian besar anggota Perupa Kapur Sirih ini adalah seniman otodidak yang tidak pernah mengeyam pendidikan khusus tentang bagaimana teknik melukis seperti yang pernah diajarkan di pendidikan formal. Tetapi hasil karya mereka mendapat apresiasi yang luar biasa dari Ki Joko Pekik, salah satu maestro lukis yang sangat terkenal.
“Pak Joko memberikan sebuah motivasi yang besar untuk teman-teman seiman di NTT, beliau mengatakan bahwa karya-karya kita ini sangat bagus dan tidak kalah dengan karya pelukis-pelukis terkenal.” Kata bang Jaky dengan senyum bangga.
“Tau to selama ini kita hanya kenal budaya NTT lewat tarian dengan nyanyian. Nah, Komunitas Perupa Kapur Sirih mau tunjukkan sesuatu yang berbeda dari negeri Sasando ini.”kata bang Ever dengan nada riang dan dialek Kupangnya yang kental.
“Kita disini mau maju sama-sama, sebagai seniman daerah. Membangun persaudaraan antar sesama putra daerah NTT. Mampu bersaing secara kolektif dengan keberagaman yang kita punya.”jelas bang Jay Lau yang salah satu lukisannya berjudul Tari Hegong.
Matheus Zakeus dan Stenly misalnya, dua orang yang ikut terlibat dalam pameran ini dengan menyumbangkan dua lukisan hasil goresan terampil tangannya pada kanvas. Matheus dengan lukisannya yang berjudul Duniaku. Lukisan generasi penerus seniman-seniman NTT ini ikut bersanding dengan karya-karya seniornya dan tidak kalah menarik perhatian pengunjung.
“Saya sangat tertarik sekali dengan lukisan-lukisan ini. ternyata NTT itu indah, orang NTT itu seniman semuanya, tidak hanya seniman dalam hal menayanyi dan menari tapi juga melukis.”ujar Diaz salah satu pengunjung pameran ini.
Di Yogyakarta mereka menyiapkan kegiatan pameran ini hanya dengan bantuan tenaga dari anggota komunitas dan beberapa mahasiwa NTT yang berada di asrama NTT Yogyakarta. Komunitas perupa ini dalam kegiatannya kali ini hanya membawa Sembilan anggotanya. Meskipun demikian tidak meyurutkan semangat untuk memamerkan hasil karya teman-temannya dan mereka tetap optimis bahwa kegiatan ini mampu meningkatkan pariwisata NTT dan melestarikan budaya dari negeri sasando lewat hal yang berbeda.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H