Hak Asasi Manusia (HAM) adalah hak-hak dasar yang dimiliki oleh setiap individu sebagai bagian dari kemanusiaannya, yang tidak dapat dicabut oleh siapapun, baik oleh negara, kelompok, atau individu lainnya. Konsep ini merujuk pada pengakuan terhadap martabat manusia yang bersifat universal dan melekat pada setiap individu. Â Oleh karena itu ,harus dilindungi , dihormati , dipertahankan , dan tidak boleh diabaikan , dikurangi , ataupun dirampas oleh siapapun. dalam pemikiran filsafat, HAM bukanlah sebuah konsep yang statis; ia berkembang seiring waktu dan dipengaruhi oleh aliran-aliran pemikiran yang beragam. Dari zaman klasik hingga pemikiran kontemporer, berbagai filsuf memberikan pandangan yang mendalam tentang hak-hak dasar ini, membentuk cara kita melihat dan memahami hak-hak individu dalam konteks sosial, politik, dan moral.
Dalam filsafat Yunani Kuno, meskipun tidak ada pembahasan eksplisit mengenai hak asasi manusia sebagaimana kita pahami saat ini, gagasan tentang martabat dan kebebasan individu sudah menjadi bagian dari pemikiran para filsuf besar seperti Plato dan Aristoteles . Plato, dalam karyanya Republik, berbicara tentang negara ideal yang mengutamakan kebaikan bersama dan plato juga mendirikan sebuah sekolah yang diberi nama "Academia" . Meskipun pandangan Plato lebih mengutamakan kolektivisme dan keadilan sosial daripada hak individual, ia tetap memberikan ruang untuk memahami manusia sebagai makhluk rasional yang memiliki potensi untuk mencapai kebaikan.Â
Sementara itu, Aristoteles lebih menekankan pada konsep eudaimonia atau kebahagiaan sebagai tujuan hidup manusia, yang hanya dapat dicapai melalui kehidupan yang rasional dan bebas. Walau tidak langsung berbicara tentang hak asasi manusia, Aristoteles mengakui pentingnya kebebasan untuk berkembang secara penuh sebagai manusia, yang dapat dianggap sebagai cikal bakal pemikiran tentang kebebasan individual. Aristoteles juga merupakan guru dari Alexander Agung salah satu penguasa paling hebat dalam sejarah manusia.
Masuk ke era Pencerahan (Abad ke-17 hingga 18), gagasan tentang hak asasi manusia mulai berkembang lebih jauh dan mendapatkan tempat yang lebih jelas dalam pemikiran filsafat. Filsuf seperti John Locke dan Jean-Jacques Rousseau memberikan kontribusi signifikan terhadap teori hak asasi manusia yang kita kenal saat ini .
 John Locke dalam karya Two Treatises of Government, berpendapat bahwa setiap individu memiliki hak alamiah yang tidak dapat dicabut, yaitu hak atas kehidupan, kebebasan, dan properti. John Locke adalah  seorang filsuf dari inggris yang menjadi salah satu tokoh utama dari pendekatan empirisme .  Bagi Locke , hak-hak ini merupakan hak yang melekat pada diri manusia sejak lahir dan tidak bergantung pada pengakuan atau pemberian dari negara. Negara, menurut Locke, dibentuk untuk melindungi hak-hak ini, dan jika negara gagal, rakyat berhak untuk menggulingkannya.
Di sisi lain, Jean-Jacques Rousseau mengembangkan teori kontrak sosial yang lebih berfokus pada pembentukan kehendak umum (general will) sebagai dasar bagi pembentukan hukum . melalui kontrak sosial masing-masing melimpahkan segala hak perorangan kepada komunitas  Bagi Rousseau, kebebasan individu harus diwujudkan dalam konteks masyarakat yang adil. Pemikiran Rousseau memberikan penekanan pada pentingnya partisipasi individu dalam kehidupan politik, yang memungkinkan tercapainya kebebasan yang sejati, bukan hanya kebebasan individual, tetapi juga kebebasan sosial.
 Immanuel Kant memperkenalkan konsep moral yang sangat penting, yaitu imperatif kategoris, yang mengajarkan bahwa setiap individu harus diperlakukan sebagai tujuan pada dirinya sendiri dan tidak boleh diperlakukan hanya sebagai sarana untuk mencapai tujuan orang lain. Dalam pandangan Kant, hak asasi manusia bersumber dari kewajiban moral yang mendalam untuk menghormati martabat dan kebebasan setiap individu. Kant meletakkan dasar bagi pengakuan terhadap hak-hak individu sebagai sesuatu yang tidak hanya bersifat legal atau politis, tetapi juga sebagai kewajiban moral yang bersifat universal.
Di era kontemporer, filsuf seperti John Rawls dan Martha Nussbaum mengembangkan teori hak asasi manusia dalam konteks keadilan sosial dan pluralisme. John Rawls, dalam karya terkenalnya A Theory of Justice, mengajukan prinsip keadilan yang meliputi penghormatan terhadap hak asasi manusia. Rawls menekankan pentingnya prinsip keadilan yang adil bagi semua anggota masyarakat, dengan memperkenalkan gagasan veil of ignorance, yaitu prinsip di mana kita merancang hukum dan kebijakan tanpa mengetahui posisi kita dalam masyarakat. Hal ini bertujuan agar setiap orang mendapatkan hak yang adil tanpa adanya diskriminasi.Martha Nussbaum memperkenalkan teori "kemampuan" (capabilities) yang menekankan pentingnya memberikan setiap individu kesempatan untuk mengembangkan potensi terbaiknya. Nussbaum berargumen bahwa hak asasi manusia bukan hanya hak untuk bebas dari penindasan, tetapi juga hak untuk mengakses sumber daya dan peluang yang memungkinkan individu berkembang secara maksimal dalam hidupnya.
Salah satu aspek penting dalam konsep hak asasi manusia adalah sifat universalnya. Hak asasi manusia harus diakui dan dijaga oleh setiap negara, tanpa memandang budaya, agama, atau ras. Pemikiran Hannah Arent dan Jiirgen Habesmas menguatkan pandangan bahwa hak-hak ini tidak hanya bersifat universal, tetapi juga harus dihormati dalam setiap aspek kehidupan manusia. Bagi Arendt, hak asasi manusia adalah hak yang melekat pada martabat manusia dan harus dijaga dalam setiap situasi. Sedangkan Habermas menekankan pentingnya diskursus publik dalam mencapai kesepahaman tentang hak-hak dasar dalam masyarakat yang pluralistik
Di Indonesia, meskipun banyak terpengaruh oleh tradisi filsafat Barat, nilai-nilai lokal seperti gotong royong dan musyawarah juga memberikan landasan bagi pemahaman hak asasi manusia.
 Konstitusi Indonesia, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, menjamin hak-hak asasi setiap warga negara, namun tantangan utama yang dihadapi adalah memastikan agar hak-hak ini diterapkan dengan adil dan merata di seluruh lapisan masyarakat. Dalam konteks ini, pengakuan terhadap hak asasi manusia bukan hanya menjadi isu politik, tetapi juga menjadi bagian dari upaya untuk mewujudkan keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.
Konsep hak asasi manusia dalam perspektif filsafat merupakan sebuah refleksi mendalam tentang kebebasan, martabat, dan keadilan bagi setiap individu. Dari pemikiran klasik hingga pemikiran modern dan kontemporer, hak asasi manusia selalu terkait erat dengan penghormatan terhadap martabat manusia dan kebebasan individu. Konsep ini bukan hanya sebuah teori, tetapi juga menjadi dasar bagi pembentukan hukum dan kebijakan yang menghargai martabat manusia. Sebagai bagian dari upaya untuk mewujudkan masyarakat yang adil, hak asasi manusia harus dipahami dan dijaga dalam setiap aspek kehidupan sosial dan politik kita.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H