Mohon tunggu...
Maria MagdalenaManao
Maria MagdalenaManao Mohon Tunggu... Administrasi - Hakikat manusia adalah kebebasan!

Kita percaya bahwa Tuhan menyediakan makanan bagi semua burung-burung. Tetapi makanan itu tidak dilemparkan ke dalam sarang. Berjuanglah!

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Empati di Tengah Pandemi

2 Juli 2020   21:29 Diperbarui: 2 Juli 2020   21:23 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Pada tanggal 28 Juni 2020 kemarin, Presiden RI menyatakan kejengkelannya karena masih banyak menteri-menteri yang menganggap situasi pandemi ini biasa-biasa saja. Ia menyebutkan, belum semua menteri dan pemimpin pemerintahan merasakan "sense of crisis". Ia juga menyatakan bahwa berbahaya sekali jika kita tidak merasakan apa-apa. 

Dua hari berikutnya, pada tanggal 30 Juni 2020 masyarakat Indonesia dihebohkan dengan pemberitaan dari walikota Surabaya. Pemimpin tertinggi kota Surabaya tersebut, 

Tri Risma Harini sujud menangis dihadapan dokter-dokter dalam pertemuan Ikatan Dokter Indonesia (IDI) dengan para direktur rumah sakit di Kota Surabaya. Ia merasa tak pantas menjadi walikota karena tidak mampu mengatasi persoalan terkait penanganan pasien Covid-19 yang membludak di Kota Surabaya. Ia menangis dan meminta maaf sambil sujud di kaki seorang dokter. 

Seperti yang kita ketahui, Surabaya sempat masuk dalam daftar Zona Hitam. Saat ini Provinsi Jawa Timur merupakan peringkat pertama terbanyak kasus positif Covid-19 dan kota Surabaya merupakan penyumbang angka tertinggi. Setelah ditelusuri, tingginya kasus positif Covid-19 di Surabaya disebabkan oleh perilaku masyarakat yang tidak mematuhi protokol kesehatan dan masih banyak anak muda dan ABG yang nongkrong di warung serta pinggir jalan.

Jika kita tarik lebih jauh, maka kedua peristiwa diatas bermuara ke kurangnya rasa EMPATI. Empati bisa diwujudkan apabila kita mampu mengalami emosi yang serupa dengan orang lain terlebih pada masa pandemi ini. Kita bisa merasakan apa yang dirasakan oleh orang lain. Sehingga pada akhirnya akan menstimulus bagaimana cara kita bertindak pada orang tersebut. 

Virus ini telah memporak-porandakan kehidupan seluruh dunia, termasuk Indonesia dari berbagai bidang. Pemerintah telah berupaya melakukan tindakan-tindakan untuk mengatasi dampak dari pandemi ini. Sebagian besar masyarakat juga turut membantu upaya Pemerintah dengan tetap menerapkan protokol kesehatan dalam era new normal ini.

Tetapi semua usaha ini akan sia-sia apabila tidak semua turut begotong royong. Seperti yang dikatakan Presiden Joko Widodo, apabila ada 1 orang saja tidak memiliki perasaan yang sama, maka semuanya akan sia-sia. 

Untuk itu, penting bagi kita untuk memiliki empati. Menyadari bahwa kita, sebagai bagian dari dunia umumnya dan bagian dari masyarakat Indonesia khususnya memiliki satu tujuan yang sama, yaitu pulih dari pandemi ini. Kita mampu menempatkan diri kita diposisi tenaga medis yang berupaya keras memberikan pertolongan di garda terdepan. 

Merasakan bagaimana perjuangan pengusaha untuk terus mempertahankan roda ekonomi di kondisi yang carut-marut ini. Mengalami lelah yang sama dengan upaya pemerintah menyelamatkan negeri ini dari pandemi. 

Merasakan penderitaan yang sama dari mereka yang terkena dampak virus ini. Sehingga pada akhirnya, saat kita mampu memiliki sedikit saja dari empati itu akan mampu mengalahkan ego kita untuk nongkrong tidak jelas. Mendorong kita untuk aktif menjaga kesehatan dengan mengikuti protokol kesehatan. Membuat para pejabat pemerintah bekerja lebih penuh dedikasi kepada rakyatnya. Menggerakkan hati kita untuk membantu mereka yang membutuhkan. 

Empati bukan hal baru bagi kita. Ia sudah ada didalam diri kita. Tinggal bagaimana cara kita mengolahnya agar berbuah untuk kebaikan bersama.  

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun