Ketika beberapa hari yang lalu saya membaca artikel Mas Wiwien Wintarto yang berjudul Bersatu Melawan Pembajakan, saya menyangka bahwa beliau sedang mengikuti lomba blog yang diadakan oleh Mizan.Â
Kelompok penerbit ini memang sedang mengadakan lomba blog dan vlog bertema pembajakan buku. Tapi setelah dibaca bolak-balik kok tidak ada frasa "Mizan" yang harus dicantumkan pada artikel sebagai tanda keikutsertaan dalam lomba tersebut. Baiklah, berarti kebetulan saja.
Jika artikel tersebut bercerita dari sisi penulis buku yang berisiko bukunya dibajak, maka tulisan saya ini adalah pelengkapnya. Maksud saya, tulisan ini dari sisi pembaca.
Pembajakan buku sepertinya cukup marak ya di Indonesia? Kapan hari saya membaca bahwa kelompok pembajak ini sudah merambah sampai ke desa-desa dengan berkedok bazaar buku murah.Â
Bazaar buku tapi bukunya bajakan. Mungkin mereka berharap masyarakat pedesaan tidak tahu bagaimana "seharusnya" tampilan buku yang asli sehingga membeli buku-buku bajakan tersebut. Tega ya?
Saya pun pernah membeli buku-buku bajakan. Eits, jangan dulu menghakimi saya ya. Saya belinya tidak sengaja. Bahkan saya tidak tahu kalau buku yang saya beli itu buku bajakan, sebab belinya pun seharga buku aslinya.Â
Kisah ini saya tuliskan di blog saya, kalau ditulis ulang di Kompasiana takutnya jadi auto-plagiarisme. Hehe ... (Padahal modus tuh buat meningkatkan page view ke blog pribadi )
Ada kawan saya yang bernasib hampir sama dengan saya. Dia membeli buku bajakan seharga buku asli.
Kok bisa? Ya bisa dong. Begini ceritanya.
Alkisah ada ibu-ibu yang suka jualan buku dengan cara mengasong di rumah sakit tempat saya mengambil program spesialisasi. Bukan hanya mengasongkan dagangannya, seringkali ibu ini maksa-maksa kami untuk membeli dagangannya. Maksanya sambil memelas. Karena kasihan, banyak dari antara teman-teman saya yang membeli dagangannya. (Kalau saya terus terang tidak pernah beli, soalnya saya langsung pergi jauh-jauh kalau melihat ibu ini datang.)
Salah satu teman saya, ditawari buku Ainun dan Habibie oleh ibu ini. Karena waktu itu buku dan filmnya sedang booming, teman saya setuju untuk per order buku dari sang ibu.Â