Ketiga, ada rasa puas yang sangat ketika akhirnya berhasil menyelesaikan sebuah cerita tanpa "menggantung". Ini terutama berlaku untuk saya yang semasa SMP-SMA dulu sering sekali membuat cerpen (cerpen lho, bukan cerita yang panjang) tapi tidak berhasil menyelesaikannya. Ternyata saya bisa juga nulis novel(la).
Bagaimana kelanjutan novella saya setelah selesai?
Saya kirim ke satu-satunya pembaca saya: adik saya. Hehe ... senang sekali rasanya ketika ia berkomentar "Bagus Mbak. Nggak nggantung." Begitu selesai membacanya sebulan (atau dua bulan) setelah saya kirimkan file word padanya.
Berbeda dengan penulis (fiksi) profesional. Konon yang dilakukan penulis setelah selesai meramu cerita, adalah membaca ulang, koreksi, kirim ke penerbit, lalu menunggu beberapa lama sampai di-acc penerbit. Setelah itu menunggu koreksi dari editor, proses editing, lanjut proof reading, dan sebagainya. Suwe (lama) ... makanya harus sabar.
Untuk bahasan pasca penulisan cerita sampai terbit jelas bukan kompetensi saya. Lha wong ceritanya kurang panjang untuk dikirimkan ke penerbit kok. Tapi setidaknya novella ini (link) sempat menang nominasi "new comer" pada Wattys award 2017. Lumayan lah, setidaknya pembaca novella saya bukan hanya adik saya seorang.
Ada yang tertarik untuk menulis novel(la) juga?
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H