Kedua, kalau sudah dipersilakan bertanya, tanyanya yang jelas. Well, jangan cuma "anakku malas nyusu, kenapa ya?"
Yaaa... itu pertanyaan yang masih banyak mengundang pertanyaan dari dokter yang Anda konsuli. Masalahnya: diagnosis banding (kapankapan saya nulis tentang ini deh) untuk "malas menyusu" itu lumayan banyak. Kasih data dong. Seperti:
- Usia bayi
- Dulu prematur atau enggak
- Lamanya tidak mau menyusu
- Sebelumnya nyusu sebanyak apa, selama apa tiap menyusu
- Apakah dikasih susu formula
- Apakah pakai dot
- Dan sebagainya dan sebagainya
Bahkan ketika semua pertanyaan itu terjawab, belum tentu "konsultasi per WA" itu dapat menemukan satu diagnosis. Kenapa?
Karena dokter bukan cenayang.
Meskipun anamnesis (tanya-jawab tadi) dapat mengarahkan 70% diagnosis, tetap perlu pemerikasan fisik. Syukur-syukur ada pemeriksaan penunjangnya.
Lagipula, kadang kita pun ingin "mengarahkan" dokternya agar mengatakan apa yang ada di benak kita (hasil googling) kan ya? Sekadar second opinion (dari mbah Google).
Jadi, intinya apa?
Intinya, kalau suatu ketika tanya sama kenalan Anda (yang kebetulan dokter) dan dijawab "ya udah, periksa ke dokter aja." Jangan langsung men-judge bahwa kenalan Anda itu kurang pinter (atau kurang pede, atau pelit ilmu). Bisa jadi itu demi kebaikan Anda sendiri.
Salam dari ibu-ibu yang belum lama nambah gelar di belakang namanya.
Nb. Repost dari status FB pribadi dengan perubahan minor.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H