Mohon tunggu...
Maria Kristi
Maria Kristi Mohon Tunggu... Dokter - .

Ibu empat orang anak yang menggunakan Kompasiana untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

Selamat Jalan dr. Dionisius Giri Samudra

12 November 2015   23:34 Diperbarui: 13 November 2015   00:24 1217
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Pagi ini saya mendapat kabar yang mengejutkan dari grup whatsapp angkatan. Ada dokter internship yang meninggal di kepulauan Aru. Konon masih dicurigai akibat ensefalitis virus (radang otak akibat virus) dengan diagnosis banding morbili (campak). Namanya dr. Dionisius (panggilannya Andra). Dokter Andra ini baru saja pulang dari Jakarta untuk menengok keluarganya. Hari Sabtu dari Tual naik fery ke tempat tugasnya. Sebenarnya sebelum kembali ke tempat tugas, dr. Andra sudah demam dan sudah dilarang untuk kembali ke Dobo oleh orangtuanya, tapi dia bersikeras untuk kembali. Saat di kapal, kata temannya, bicaranya sudah pelo (tidak jelas). Sampai di Dobo keesokan harinya, dr. Andra langsung dibawa ke RS, dirawat di ruang biasa. Pada hari Senin, kesadaran mulai menurun, dan terus memburuk sampai dipasang ventilator tapi tidak tertolong lagi. Sayangnya adalah transportasi dari dan ke Dobo yang sangat terbatas. Pesawat yang sebelumnya ada setiap hari izinnya sudah dicabut. Kapal hanya ada 2 minggu sekali. Jadi seperti yang kemudian ditulis di media, transportasi menjadi salah satu permasalahan yang dihadapi oleh dr. Andra.

Saya tidak kenal dr. Andra tapi kisahnya mengingatkan saya pada salah satu teman PTT saya yang juga harus menghadapi ajalnya meninggal di tempat tugas, jauh dari orang-orang yang mencintainya. Nama panggilannya Ulfah. Nama lengkapnya saya tidak tahu karena kami tidak satu kabupaten. Ulfah bertugas di Kabupaten Sumba Barat pada periode Juni 2010 – Juli 2011, bersebelahan dengan kabupaten tempat tugas saya. Anaknya cantik, tipe anak kota. Ia tetap berangkat PTT meskipun tidak mendapat restu dari ibunya.

[caption caption="Ulfah di depan sebelah kiri memakai jilbab. Foto ini kami ambil di bandara Kupang sebelum mulai bertugas."][/caption]

Kejadiannya sekitar bulan Februari. Sejatinya, Ulfah akan menikah di bulan Maret. Tapi takdir berkata lain. Ulfah sakit. Kemungkinan malaria, tapi sakitnya begitu cepat memburuk. Seperti dr. Andra, Ulfah segera mengalami penurunan kesadaran dan henti napas. Ventilator didatangkan dari Waingapu. Sambil menunggu datangnya ventilator, teman-teman sesama dokter PTT bergantian mem-bagging Ulfah. Saya tidak bisa ikut karena dari desa saya ke rumah sakit itu sekitar 62 km dan tidak ada lagi kendaraan umum ketika hari sudah malam. Rencananya saya akan datang keesokan harinya untuk membantu mem-bagging jika ventilator tidak kunjung tiba. Tapi esok paginya saya mendapat kabar bahwa Ulfah telah tiada. Orangtua Ulfah didatangkan dari Surabaya dan jenazahnya diantarkan ke bandara oleh iring-iringan Dinas Kesehatan dari 3 kabupaten pecahan kabupaten Sumba Barat.  

Ulfah tidak pernah menyelesaikan masa PTT-nya, sama dengan Andra yang tidak pernah menyelesaikan masa internshipnya. Meskipun demikian mereka telah berjuang sampai detik terakhir kehidupannya. Seperti yang dikatakan ayah dr. Andra di hadapan jenazah putranya “Kamu hebat.”

"Mereka hebat."

Selamat jalan dr. Andra.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun