Mohon tunggu...
Maria Kristi
Maria Kristi Mohon Tunggu... Dokter - .

Ibu empat orang anak yang menggunakan Kompasiana untuk belajar menulis.

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Hukuman Mati Gembong Narkoba dan 10 Perintah Allah

9 Maret 2015   01:04 Diperbarui: 17 Juni 2015   09:58 290
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Filsafat. Sumber ilustrasi: PEXELS/Wirestock

Beberapa waktu terakhir ini ramai diberitakan pro-kontra hukuman mati bagi kelompok "Bali Nine". Ribut-ribut ini terutama berkaitan dengan perdana menteri Australia yang berusaha membebaskan warga negaranya bahkan sampai menyinggung-nyinggung masalah bantuan Australia pada bencana Tsunami Aceh beberapa tahun yang lalu. Selama ini saya adalah salah seorang "silent reader" yang mengikuti berita-berita tersebut tanpa memberikan komentar. Tapi diam-diam jauh di lubuk hati saya, saya setuju dengan pemberlakuan hukuman mati bagi para gembong narkoba. Tanpa membela diri saya merasionalisasikan pendapat pribadi saya itu dengan alasan semacam: "Jika tidak dihukum mati akan makin banyak korban jiwa yang berjatuhan akibat ulah mereka", dan "Bagi gembong narkoba, tidak ada istilah bertobat sebab sekali tersangkut dunia itu, sulit untuk keluar. Kalaupun mereka memutuskan untuk keluar, akan ada bagian dari kelompoknya dahulu yang tidak setuju."

Topik tentang hukuman mati bagi gembong narkoba ini membuat presiden kita Joko Widodo mendapat beragam reaksi dari dalam dan luar negeri. Jika ditanyai tentang pendapat pribadi  tentang hukuman mati bagi para pengedar narkoba tersebut, saya tentu saja mendukung untuk dilaksanakannya eksekusi bagi para gembong narkoba tersebut. Lebih cepat lebih baik. Terutama setelah saya membaca berita bahwa TNI bersedia untuk mengambil alih tugas tersebut dari polisi jika dirasa ada ancaman terhadap kedaulatan negara. Demikian pula dengan adanya pernyataan dari mentri agama bahwa hukuman mati bagi pengedar narkoba tidak menyalahi hak asasi manusia. Karena itu, saat ditanyakan siapa yang setuju terhadap diberlakukannya hukuman mati, saya adalah salah satu yang menyatakan diri setuju.

Alangkah terkejutnya saya ketika homili hari Minggu ini (8/3/2015)  membahas boleh tidaknya hukuman mati dipandang dari sudut pandang Gereja. Berdasarkan bacaan I yang diambil dari Keluaran 20:1-17 tentang hukum yang diberikan melalui Musa. Ternyata Gereja tidak mendukung adanya hukuman mati, bagi siapapun, tanpa terkecuali sebab hal itu melanggar salah satu dari 10 Perintah Allah. Adapun perintah yang dilanggar adalah perintah ke-5 yaitu "Jangan membunuh!" Nah lo, saya merasa kaget karena nurani saya ternyata tidak sesuai dengan pedoman dasar yang seharusnya sudah terpatri dalam hati. Saya menghendaki para gembong narkoba itu dihukum mati karena mereka akan memberi dampak yang buruk bagi lebih banyak orang jika tidak dihukum mati, namun ternyata seharusnya saya tidak membunuh (atau tidak berkeinginan melihat orang lain dibunuh), siapapun orangnya. Hukuman mati bahkan sebenarnya melanggar hak asasi manusia yang paling mendasar, yaitu hak untuk hidup. Karenanya di banyak negara yang "pro life" kita dapat mendengar seorang terpidana dijatuhi hukuman 150 tahun bahkan 200 tahun, yang intinya orang tersebut kemungkinan besar sudah tidak dapat melihat langit biru di luar penjara lagi. Bahkan kemungkinan jasadnya belum boleh keluar penjara jika masa hukumannya belum terlampaui. Tapi sisi baiknya adalah hukuman semacam itu masih memberikan waktu seseorang untuk bertobat di sisa hidupnya, bukan mengakhiri hidup seseorang begitu saja.

Yah, itu renungan hari ini. Cukup membuka mata saya walaupun sebenarnya saya kok ya masih setuju kalau gembong narkoba itu dihukum mati saja. Tapi mungkin akan ada baiknya  jika Indonesia mau memberikan hukuman 100 tahun penjara bagi mereka. Entahlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun