Mohon tunggu...
Maria Juvita
Maria Juvita Mohon Tunggu... -

Menulis Tak Berarti Tak Bersuara

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Kau Tanam Gedung, Ku Tanam Molotov!

16 Juli 2015   15:58 Diperbarui: 16 Juli 2015   15:58 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Sumber: Foto Pribadi Penulis

Beberapa waktu yang lalu saya menyempatkan diri untuk sejenak berjalan-jalan sore di daerah sekitar kost saya dan mencoba memperhatikan sisi kanan dan kiri dari jalan-jalan yang saya lalui.
Saya hanya bisa berdecak pelan melihat betapa pesatnya perkembangan dan beragam perubahan yang terjadi.
Begitu banyak bangunan baru bermunculan, ada yang telah selesai dibangun ada pula yang baru memulai pekerjaan persiapan lahannya, dimana notabene lahan yang dipakai sebagai tapak dahulunya adalah lahan persawahan yang dengan sekejap saja kini telah rata dengan tanah.

Pandangan saya terhenti pada sebuah lahan yang telah dipagari dan saya tafsir sedang dalam tahap pekerjaan persiapan lahan. Masih lekat dalam ingatan, tak lebih dari enam bulan lalu lahan ini masihlah berupa hamparan sawah hijau yang di kelilingi pohon-pohon kecil di sekitarnya. Setiap saya lewat di sore hari saya sangat senang menyempatkan diri untuk sejenak memandang keindahan dan keasriannya yang berpadu dengan terbenamnya matahari senja. Namun kini, pohon-pohon telah berganti dengan pagar seng, keasrian telah bergantian dengan kegersangan yang bercampur dengan debu jalanan, dan tak ada lagi celah untuk sejenak saja melepas penat menikmati hangatnya sang surya yang pulang ke peraduannya. Nampaknya telah terbayang dibenak saya, jenis bangunan seperti apakah yang sebentar lagi akan berdiri kokoh di lahan ini. Seperti yang telah tercantum di bagian depan seng-seng pemagar ini: ruko, perkantoran, distro, dan entertainment.. Ya! itulah yang akan terbangun di lahan ini. Itulah masa depan lahan ini! Tak ada lagi lahan hijau, semua berganti dengan conblock, paving dan batu bata. Tak ada lagi lahan untuk bercocok tanam, maka jangan heran bila nanti yang ada di dapur kita bukanlah beras asli tetapi beras plastik, bukan susu murni tetapi susu detergen. Tak ada lagi musim tanam dan musim panen, yang ada hanya musim diskon (big sale) di mall dan pusat perbelanjaan. Ya mungkin memang itulah masa depan yang sedang kita bangun!

Saya pun melanjutkan langkah saya dan nyaris menemukan hal yang senada di berbagai tempat. Sampai langkah sayapun terhenti di depan sebuah kafe yang nampaknya baru saja selesai dibangun. Sama seperti yang sudah-sudah, bangunan kafe ini pun menempati tapak yang dahulunya adalah sawah, bahkan saat ini kanan dan kiri bangunan ini masihlah berupa sawah (yang mungkin dalam hitungan bulan juga akan segera menerima takdirnya untuk menjadi rata dengan tanah).

Hal yang menarik adalah sebuah tulisan yang tertulis di dinding area parkir kafe ini: "Kau tanam gedung, kutanam molotov!"
Diksi dalam kalimat ini bagi saya sedikit aneh, bagaimana mungkin menanam gedung dan molotov (sejenis bom/ peledak)? bukankah orang biasanya menanam padi, sayuran, dsb,.? Saya sebenarnya tidak tahu pasti apa arti dan tujuan tulisan itu. Namun jika saya boleh mengintepretasikannya secara pribadi, saya akan mencoba memaknainya sebagai salah satu bentuk "reaksi kegelisahan."
Mengapa reaksi? Tentu seperti dalam hukum fisika, reaksi muncul ketika ada aksi yang mendahuluinya. Reaksi ini mewujud dalam sebuah protes dan ketidaksenangan akibat adanya aksi pembangunan (jika tak mau disebut penanaman) gedung-gedung baru yang mencaplok lahan-lahan yang dahulunya difungsikan untuk bercocok tanam. Sementara kegelisahan saya pahami sebagai suasana batin yang merasa terancam. Dalam konteks ini, barangkali kegelisahan merupakan susana batin yang semestinya kita rasakan ketika menyaksikan (atau bahkan juga ambil bagian) dalam pembangunan "gila-gilaan" yang terjadi saat ini.

Pembangunan tentunya adalah hal yang wajar dan bukanlah dosa yang harus diharamkan. Tanpa pembangunan suatu negara tidak akan maju dan berkembang, tetapi bagaimanakah jika pembangunan hanya bertujuan membangun kehidupan segelintir orang saja? Bagaimanakah jika pembangunan hanya untuk memuaskan syahwat para antek kapitalis? Bagaimanakah jika pembangunan justru meruntuhkan bahkan menggilas nilai dan hakikat kehidupan yang sebenarnya?
*Sekedar refleksi bersama, semoga kita tidak menjadi orang yang menanam bom molotov untuk masa depan kita sendiri.

Maria Juvita/ 09-07-2015

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun