Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Sopir Bus SMS-an, Nyawa Penumpang Terabaikan

13 Mei 2012   02:32 Diperbarui: 25 Juni 2015   05:22 2191
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_187814" align="aligncenter" width="575" caption="sopir bus antar kota asyik ber SMS-an (dok. Maria Hardayanto)"][/caption]

Apa yang terlintas di pikiran seorang sopir bus antar kota yang mengemudikan bus sambil berhape-ria? Entahlah. Yang pasti berita di Tempo.co tertanggal 11 Mei 2012 berikut ini seharusnya membuka mata dan hati semua pihak untuk semakin peduli bahwa tanggung jawab seorang sopir bus tidak hanya menyangkut sekitar 40 orang penumpang tetapi juga keluarga dari penumpang tersebut.

------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

TEMPO.CO, Ngawi-Gara-gara sopir asik berkirim pesan pendek (SMS) sebuah bus Mira rute Yogyakarta-Surabaya mengalami kecelakaan. Bus bernomor polisi S 7159 US itu terguling di Jalan Raya Solo-Ngawi, Desa Gemarang, Kecamatan Kedunggalar, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur, Jumat petang, 11 Mei 2012.

Tidak ada korban jiwa dalam kecelakaan tunggal ini. Namun 11 penumpang mengalami luka-luka. Sembilan diantaranya mengalami luka ringan dan dilarikan ke Puskesmas Gemarang yang terdekat dengan lokasi kecelakaan. Sedangkan dua orang lainnya yang mengalami luka berat dirujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dr Soeroto, Ngawi. ------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tragedy diatas mengingatkan penulis akan kejadian beberapa waktu silam. Dalam rangka peringatan 1.000 hari almarhum ibunda, penulis berangkat dari Bandung ke Sukabumi. Sendirian, karena suami sakit. Posisinyapun masih berada di Pekalongan bersama anak-anak sehingga tidakmemungkinkan mengemudikan kendaraan jarak jauh. Maka berangkatlah penulis hari Sabtu pagi tanggal 28 April 2012. Toh pulang kampung, apa susahnya?

Sayang,kondisi lalu lintas ternyata di luar prediksi, khususnya di hari Sabtu dan Minggu. Terbiasa menyetop bus patas (cepat terbatas) di pinggir jalan Peta untuk menghindari lamanya bus ngetem di terminal hanya berbuahkekecewaan. Semua kondektur bus patas yang lewat, berteriak : “ penuh!”. Kecuali mau dan sanggup berdiri hingga salah seorang penumpang turun.

Wah, bingung juga. Mau balik arah ke terminal bus Leuwipanjang, rasanya nggak memungkinkan karena kaki sedang sakit dan bengkak akibat kelelahan perjalanan dari Pekalongan dua malam sebelumnya. Mau menunggu terus bus patas yang kosong ……. tidak tahu hingga kapan. Takutnya terlalu lama dan matahari bersinar terik mengakibatkan kondisi kaki semakin nyeri.…………. Mau naik taxi ke Sukabumi, karenabelum pernah takutnya terlalu mahal hingga tidak mampu bayar  :(  :( …………. Akhirnya penulis membulatkan tekad naik bus non AC yang tentunya tidak berlabel patas.

Alhamdulillah bangku depan di dekat pintu masuk kosong. Seorang gadis manis duduk di samping kiri di dekat jendela. Dia menyapa dengan senyuman. Hmmm… lumayan. Pengalaman beberapa kali naik bus patas antar kota mengajarkan bahwa sebutan “patas” hanya sekedarkata. Hanya sekedar mendapat tambahan AC dan televisi selebihnya sama saja. Kumuh dan penumpang naik turun layaknya bus Damri di dalam kota. Bahkan terkadang kondektur menambahkan kursi cadangan di tengah deretan bangku untuk duduk para penumpang jarak jauh.

Jadi apabila bus non AC kumuh dan berhentisetiap 100 meter untuk mengangkut penumpang, okelah……. Yang tidak oke adalah keasyikan sopir bus berhape-ria. Tidak hanya menelfon. Dia pun mengirim SMS dan tertawa-tawa ketika membaca SMS. Kegiatannya berlangsung sepanjang perjalanan.

Jalan Bandung – Sukabumi memang tidak securam Bandung – Cirebon, tetapi bukan berarti terlepas dari belokantajam khas jalan raya antar kota di Indonesia. Bus juga melalui jalan sempit berliku ketika sopir menghindari jalan kearah pusat kota Cianjur yang biasanya macet di hari Sabtu.

Semua itu tidak menyurutkan kegembiraan pak sopir untuk berhape – ria. Kesal melihat tindakan tak berbertanggung jawab, penulispun mengambil kamera dan memotret kegiatan pak sopir dengan demonstratif. Mengakibatkan kondektur menolehdan sopir memasukkan ponselnya ke saku. Tetapi ternyata tidak berlangsung lama, begitulaju bus terhambat karena macet dan antrian yang panjang maka sopir kembali mengeluarkan poselnya. BerSMS-an lagi, tertawa-tawa lagi. Ya ampunn…….

Demikian terus. Dipotret ……….pak sopir berhenti. Makan cemilan …….macet lagi ……berhape-ria lagi. Terlebih ketika mendekati kotaSukabumi. Penumpang begitu banyak. Mirip bus Damri di dalam kota.Beberapa kali kepala penulisterantuk tas/koper penumpang yang naik dan turun. Begitu padatnya sehingga kakipun harus rela diinjak-injak dan tergencet tas. Adouw……..terbayang sakitnya kaki yang belum sembuh ini apabila turun dari bus nanti.

Anehnya pak sopir makin asyik. Tidak mempedulikan di kanan-kirinya penumpang berjejalan bahkan penumpang di kanan belakang nya muntah karena mabuk. Disusul sebelah kiri. Ya iyalah……keasyikan mengetik tuts ponsel  menyebabkan sopir harus beberapa kali mendadak menginjak rem ketika tiba-tiba muncul kendaraan dari arah berlawanan atauharus membanting stir.

Tapi yang lebih aneh lagi adalah sikap para penumpang lainnya. Ketika penulis berbisik mengajak untuk meminta sopir menghentikan kegiatannya berhape-ria, mereka seolah tak mengerti apa yang diucapkan penulis. Seorang ibu berkerudung di depan penulis dan terpaksa duduk di kap mesin malah melengos.

Apakah mereka takut disuruh turun dari bus karena berani protes? Pertanyaan penulis terjawab samar ketika akhirnya merasa putus asa dan mengajak ngobrol gadis manis yang duduk di sebelah kiri. Rupanya dia bukan gadis. Walaupun usianya baru 18 tahun dia sudah menikah serampung lulus SMK tahun 2011. Dia membuka tabir ketika penulis menanyakan tarif bus Bandung – Sukabumi.

“Tapi ibu jangan marah ya. Ibu diam saja ya. Sebetulnya ongkos bus ke Sukabumi Rp 15 ribu, bukan Rp 20 ribu seperti kata kondektur ke ibu. Tadi kondekturnya melotot ke saya sewaktu menagih ongkos bus ke ibu. Jadi saya takut. Saya sih hanya bayar Rp 15 ribu”.

Oalaaaa………..ketakutankhas wong cilik. Diam saja ketika melihat ketidak adilan sesama penumpang. Diam saja ketika sopir bus asyik masyuk dengan ponselnya tanpa mengindahkan keselamatan penumpang. Mempertaruhkan banyak nyawa. Tidak hanya sopir tetapi juga puluhan penumpang. Dan berapa puluh lagi yang terancam karena banyak penumpang adalah kepala keluarga atau pencari nafkah keluarga.

Apakah harus ada kejadian bus Mira lainnya di Indonesia yang memaksa wong cilik bersuara?

Semoga tidak…………. Semoga hanya sopir bus yang potretnya penulis unggah yang melakukan tindakan sewenang-wenang. Sayang, ketika turun dari bus , penulis tertular mabuk darat dan pening bukan main sehingga terlupa memotret bus dan nomor polisinya. Ach………………… :(

**Maria Hardayanto**

1336843792513852312
1336843792513852312
bertumpu kaki yang sakit, jadilah foto-foto ini (dok. Maria Hardayanto)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun