[caption id="attachment_164129" align="aligncenter" width="480" caption="Ditengah hujan dan jebolnya tembok, membantu kelancaran lalu lintas (dok. Walhi)"]
- Pohon. Entah ide aneh siapa untuk mempercantik area sekeliling akar pohon dengan paving stones. Ibarat bonsai yang ditanam pada pot kecil, itulah yang terjadi pada pohon tersebut. Perbedaannya bonsai dirawat dengan memangkasnya pada waktu-waktu tertentu sedangkan pohon dipinggir jalan dibiarkan tumbuh membesar tapi "dicekik" akar dan batang pohonnya. Membongkar paving stonesnya sekarangpun akan percuma, karena si pohon terlanjur invalid. Sebaiknya laporkan pada Dinas Pertamanan untuk memangkas habis dahan. Karena toh nanti akan tumbuh pucuk baru. Apabila tidak, berarti pohon tersebut sakit dan lebih baik ditebang habis daripada si pohon sakit berkepanjangan atau bahkan lebih apes: tumbang menimpa pengguna jalan.
- Pernah memergoki pohon yang menjadi area bakar sampah di bagian akarnya? Hanya mahluk tak bernyawa yang diasapi hingga menjadi bandeng asap atau dendeng asap. Apabila mahluk hidup diasapi dan dibakar terus menerus disalah satu bagian badannya, ia akan setengah hidup. Tampak luar mungkin indah atau perkasa, tapi merana didalamnya. Si pohon sudah tidak sehat. Dinas Pertamanan harus memangkasnya daripada si pohon tiba-tiba tumbang mengenai orang tak bersalah yang naas karena kebetulan melewati pohon tersebut.
- Pohon-pohon yang dipasangi paku hampir di sepanjang tahun sebaiknya juga dipangkas. Paku hanya layak ditancapkan pada tembok atau benda mati lainnya. Tapi tidak pada pohon yang diharapkan hidup sehat dan menyuplai oksigen bagi manusia.
- Billboard dan papan reklame seharusnya dipasang dengan ukuran tertentu dan minimal menggunakan 2 tiang pancang. Tapi berhubung "demi keindahan", banyak papan reklame menggunakan 1 tiang pancang. Papan reklame tersebut sebaiknya kita laporkan karena keberadaannya sangat riskan. Pemerintah kota memang harus memilih: kehilangan pendapatan ratusan milyar dari pajak reklame atau gugatan warga kota yang luka/meninggal tertimpa papan reklame.
- Gotong royong membersihkan selokan. Sudah lama keguyuban warga kota hilang. Kerja bakti dalam bentuk Jumsih (Jum'at Bersih) hampir terlupakan. Padahal kita tidak bisa mengandalkan pemeliharaan lingkungan pada siapapun kecuali diri kita. Jadi apa salahnya mengajak Ketua Rukun Tetangga (RT) mengadakan kerjabakti membersihkan sampah di saluran air dan tanah-tanah kosong? Akan ada banyak hasil yang didapat. Mulai dari silaturahmi dengan tetangga yang jarang bertemu karena kesibukan masing-masing, berkenalan dengan tetangga baru hingga secara tidak langsung membuat malu orang-orang yang sering membuang sampah sembarangan.
Lingkungan perkotaan sudah terlanjur tidak seimbang. Â Menunggu turun tangan pemerintah kota untuk menata ulang drainase, merawat pohon-pohon dan memasang papan reklame yang sesuai aturan, nampaknya bak pungguk merindukan bulan. Sebagai warga masyarakat kita memang harus aktif. Â Mungkin benar negara kita negara autopilot. Â Baik pemerintah pusat maupun pemerintah daerah. Sebaiknya janganlah kita berlari kian kemari tak tentu arah. Â Karena terbukti persatuan akan menyelamatkan. Kepedulian akan mengguyubkan. Dan pelestarian lingkungan harus diusahakan bersama. Karena kita sering tidak sadar proses-proses yang bertujuan untuk membangun masa depan ternyata terjadi bersamaan dengan penghancuran lingkungan hidup. **Maria Hardayanto**
[caption id="attachment_164130" align="aligncenter" width="541" caption="banjir di jembatan layang Pasupati Bandung (dok. Pikiran Rakyat 22 Desember 2011)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H