[caption id="attachment_275762" align="alignleft" width="166" caption="doc.google images"][/caption]
Pernah mengalami air di bak mandi berubah ubah warna ?
Saya pernah, ketika itu air sumur di pagi hari bisa berwarna kuning, sorenya biru, besoknya lagi hijau. Walaupun sudah menggunakan filter, warna airtidak berubah. Selidik punya selidik ternyata air berubah warna karena terkontaminasi air buangan perusahaan tekstil yang terletak kurang lebih 1 km dari perumahan tempat saya tinggal, Bumi Asri Cijerah Bandung.
Hampir 20 tahun berlalu, saya sudah pindah, tetapi menurut sanak keluarga yang masih tinggal di kompleks tersebut kondisi air masih tetap sama, untung PAM sudah mengalirkan airnya kesana sehingga kebutuhan air bersih tertolong.
Sebagai orang awam, waktu itu saya tidak tahu harus melapor kemana ? Polisi ? Ah bukankah tugas mereka hanya menangkap maling dan pelanggar lalu lintas ? Pak RT atau pak RW ? Ah mereka juga mendapat dampak air yang tercemar itu, tapi santai aja tuh ?!
Sempat bertanya tentang pencemaran air kepada karyawan perusahaan tekstil terbesar di Jawa Barat itu , karena pimpinan mereka sulit sekali ditemui. Mereka menjawab bahwa perusahaan sudah lulus amdal jadi tidak mungkin membuang air bekas pencelupan/pewarnaan kain begitu saja. Aneh ? Air bisa berubah ubah warna, fenomena baru macam apa ?
[caption id="attachment_275770" align="alignleft" width="226" caption="doc. google images"][/caption]
Lama kemudian saya baru mengerti bahwa instalasi sebagai syarat dikeluarkannya amdal hanya sekedar bangunan. Pernah berfungsi tapi karena tidak pernah ada yang mengawasi jadi ya hanya sekedar pajangan layaknya display barang di etalase toko.
Pelanggaran yang mengerikan tapi harus dipahami. Mengerikan karena lingkungan yang sakit membawa dampak langsung pada pendidikan dan kesehatan. Semaju dan secanggih apapun teknologi kesehatan dan pendidikan apabila diterapkan pada lingkungan yang rusak tak ubahnya menggarami lautan. Tak berbekas. Karena fisik si penerima terpapar racun dalam dosis kecil tapi makin lama makin bertambah banyak.
Terpaksa harus dipahami karena tenaga pengawas lingkungan ternyata minim. Bayangkan Bandung dengan begitu banyak pelaku usaha hanya mempunyai 2 orang pengawas lingkungan !
Sehingga ketika sampah B3, khususnya dari rumah sakit tidak tertangani dengan baik dan benar, sekali lagi kita harus maklum.
Bahkan pada acara konsultasi publik mengenai rancangan peraturan pemerintah tentang tata cara pengawasan dan sanksi administratif dibidang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diselenggarakan BPLHD pada tanggal 28 September 2010, Deputi Menteri Negara Lingkungan Hidup Bidang Penataan Lingkungan, Bapak Ilyas Asaad membeberkan pencemaran lingkungan yang ditemuinya diantaranya adalah jasa pengolahan limbah impor senilai 150 US dollar per ton yang pada kenyataannya hanya membuang limbah tanpa mengolahnya ke lahan di sebelah lahan jasa pengolah limbah tersebut.
Ada lagi yang membuat miris yaitu impor kondom bekas dari Singapura yang diterima Indonesia untuk di recycle menjadi karet gelang hanya karena karet kondom Singapura lebih bagus kualitasnya.
Menyikapi pelanggaran pelanggaran yang menyebabkan kerusakan lingkungan dan minimnya petugas pengawas di lapangan, berdasarkan Undang Undang no.32 tahun 2009 pemerintah wajib mengangkat Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup (PPLH) dan Pejabat Pengawas Lingkungan Hidup Daerah (PPLHD) yang harus memenuhi persyaratan :
a.Merupakan pejabat fungsional.
b.PNS, S1, sehat dan lulus diklat.
c.Memiliki sertifikat kompetensi.
d.Berkedudukan pada unit kerja yang menyelenggarakan urusan di bidang PPLH
e.PPLH diangkat oleh Menteri, wilayah kerjanya nasional.
f.PPLHD diangkat oleh gubernur, walikota atau bupati sesuai dengan kewenangannya.
Bahkan direncanakan ada 340 polisi dan 340 jaksa bersertifikat pengawas lingkungan hidup serta 160 hakim champion untuk menjamin kelancaran pelaksanaan perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.
Karena pelaku usaha yangmelanggartidak hanya izin lingkungan dicabut yang berimplikasi izin usaha dicabut juga tetapi ada kewajiban untuk pemulihan lingkungan akibat pencemaran atau kerusakan.
Implikasi hukum bagi pelaku usaha adalah perdata dan pidana sesuai jenis pelanggaran. Bahkan pengawas yang ditunjuk (PPPLHatau PPLHD) mendapat sanksi pidana apabila tidak melakukan pengawasan yang semestinya sehingga mengakibatkan pencemaran dan /atau kerusakan yang menimbulkan hilangnya nyawa manusia, dipidana penjara paling lama 1 tahun atau denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).
Tampaknya sempurna bahkan beberapa pihak berpendapat bahwa UU nomor 32 tahun 2009 ini terlalu “mimpi”, tapi menyikapi lingkungan yang rusak dan bahkan tambah dirusak dengan datangnya limbah impor dari luar Indonesia hanya karena iming-imingan materi, sudah saatnya Pemerintah Indonesia menentukan sikap dan menerbitkan undang undang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup yang diharapkan dapat membuat perubahan kearah lingkungan hidup yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Seperti yang dikutip bapak Setiawan Wangsaatmadja, Ketua BPLHD provinsi Jawa Barat : Generasi sekarang harus memutuskan suatu pilihan dan keputusan ini bisa disesali atau disyukuri !
Apakah kita sebagai masyarakat awam mendukung pelaksanaan Undang Undang no.32 tahun 2009, minimal melaporkan pelanggaran / kerusakan yang kebetulan kita ketahui atau sebaliknya bersikap apatis ?
Sungguh pilihan itu kita yang menetapkan, selebihnya kita juga berharap sosialisasi yang intens dilakukan oleh pemerintah karena jangankan masyarakat awam, PNS yang mengikuti diskusi publik ini cenderung tidak mengikuti hingga akhir. Bahkan beberapa terkantuk-kantuk di kursinya , mungkin karena Undang Undang ini cukup “njlimet”.
[caption id="attachment_275778" align="alignleft" width="300" caption="dipenghujung hari, peserta berkurang separuh (2010, Maria Hardayanto)"][/caption]
Nah bagaimana membuatnya mudah dimengerti dan dilaksanakan sesuai seharusnya ? itu tugas pemerintah untuk menggandeng pihak swasta dan membuat iklan masyarakat.
Karena masyarakat sudah membayar pajak , salah satunya untuk mendapat informasi bukannya untuk membangun pagar istana atau mendanai anggota dewan yang mau plesir !
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H