[caption id="attachment_125086" align="aligncenter" width="640" caption="baju sampah di zero waste festival"][/caption] "Parah.............",terucap kata itu tanpa sadar ketika menonton tayangan malam final Hilo Green Ambassador tanggal 24 Juli dan salah seorang finalisnya memberi pernyataan bahwa sampah plastik dapat menjadi ladang bisnis bla...bla..... Mengapa? Karena dia terpilih dari begitu banyak calon duta lingkungan hidup yang disaring dari 4 kota besar di Indonesia. Dan dia adalah salah satu dari 10 finalis yang terpilih dari 20 grand finalist. Untung langkahnya terhenti hanya di 10 besar. Apa jadinya lingkungan hidup Indonesia mendatang apabila duta lingkungannya tidak bisa membedakan kampanye pelestarian lingkungan dan "jualan" isu lingkungan? Arah edukasi dan sosialisasi pelestarian lingkungan hidup di Indonesia memang agak mengkhawatirkan. Khususnya mengenai pengelolaan sampah. Bisa dipastikan di setiap penyelenggaraan Hari Lingkungan Hidup di sekolah-sekolah, di kantor-kantor atau program Lingkungan Hidup seperti Bandung Green and Clean berisi deretan hasil sampah yang di daur ulang. Sehingga program pelestarian lingkungan hidup seolah-olah identik dengan proses daurulang sampah. [caption id="attachment_125018" align="aligncenter" width="576" caption="Bandung Green & Clean festival, selalu ada sampah plastik"]
[/caption] Padahal isu lingkungan hidup menuntut perubahan tingkah laku (
lifestyle) yang berasal dari perubahan cara pandang. Ketika seseorang berfikir membuang sampah plastik tidak akan menimbulkan masalah karena toh  semua sampah bisa di daurulang. Bahkan sampah plastik adalah ladang bisnis yang menggiurkan. Maka bisa dipastikan problem sampah sulit diatasi. Karena pada kenyataannya hanya sekitar 20 % sampah anorganik yang berhasil didaurulang. Sudah termasuk didalamnya adalah sampah anorganik yang dikumpulkan pemulung dari Tempat Pembuangan Sampah Akhir (TPA). Daur ulang sampah hanyalah
trigger yang mengajak orang untuk mengakrabi sampah, jangan memusuhi agar dapat ditemukan solusinya. Kalaupun ada penghasilan berupa materi, anggaplah bonus. Karena penghasilan non materi langsung terasa yaitu berupa lingkungan yang asri, oksigen memadai dan tabungan air yang melimpah. Kerja keraslah yang dibutuhkan banyak pihak untuk merubah kebiasaan mendarah daging. Kerja keras yang menyangkut 2 aspek penting : 1.   Â
Edukasi. Sebagai contoh, atas desakan berbagai pihak yang peduli, pemerintah provinsi Jabar berencana menetapkan muatan lokal pelajaran lingkungan hidup
(PLH) untuk diajarkan di setiap jenjang sekolah formal. Pemerintah kota Bandung mendahuluinya sekitar 5 tahun yang lalu. Sayang implementasi pendidikan lingkungan tidak semulus pencanangannya. Mengingat buku pedoman pendidikan lingkungan hidup belum mencukupi maka sekolah-sekolah mengalami kesulitan. Guru-guru PLHpun dipaksakan dengan mengambil guru-guru  berbagai disiplin ilmu yang ada. Karenanya jangan heran apabila peringatan hari Lingkungan Hidup di sekolah-sekolah hampir selalu dimeriahkan dengan berbagai baju dari kemasan plastik atau kertas koran.
Mengapa tidak dimeriahkan dengan tehnik pengomposan terbaik, inovasi pengomposan terbaru  atau terrarium tercantik? [caption id="attachment_125255" align="aligncenter" width="461" caption="presentasi duta lingkungan kelas, selalu seputar daur ulang"]
[/caption] 2.  Â
Sosialisasi. Beberapa kali pertemuan dengan pihak Kementerian Lingkungan Hidup (KLH), penulis selalu menyentil keengganan KLH mengkampanyekan minimalisasi  kantung plastik. KLH hanya rajin menganjurkan menanam pohon. Padahal begitu banyak aspek yang perlu dibenahi : energy bersih,
polusi, krisis air dan yang mendesak adalah pengelolaan sampah. Â Sampah yang hanya dibenci tapi tidak diurus. Sehingga pemilihan duta lingkungan oleh siapapun atau lembaga manapun yang menyelenggarakan sungguhlah melegakan. Paling tidak perusahaaan yang mempromosikan mereka akan memikirkan banyak cara agar dutanya mengikuti banyak
event kampanye lingkungan hidup. Setiap
event adalah sebuah iklan. Dan semua orang pasti mafhum kekuatan iklan yang sanggup merubah gaya bicara, trend mode hingga gaya hidup. Kekuatan iklan sanggup mengubah gaya jadul menjadi modis. Khusus untuk sampah, diharapkan kekuatan iklan mampu membuat
orang yang membuang sampah sembarangan di jalan raya menjadi orang paling norak di jagad raya. Pemenang Hilo Green Ambasassador kali ini adalah Angga Putranda seorang sutradara indie yang bertekad membuat film dengan tema lingkungan sedangkan Winda Nur Adli seorang mahasiswa yang pernah menulis bertemakan lingkungan. Kedua aktivitas tersebut membutuhkan data. Data yang membuat mereka makin kaya ilmu lingkungan dan sanggup menyosialisasikan gaya hidup ramah lingkungan. Sepasang anak muda yang tampan dan cantik, semoga menjadi teladan. Karena beberapa artis yang sebelumnya pernah didaulat menjadi duta lingkungan ternyata tak pernah terdengar kiprahnya. Mungkin karena tak pernah ada
fit and proper test. Asalkan tampan dan cantik. Tanpa disadari bahwa mereka menyandang tanggung jawab  yaitu menunjukkan cara hidup ramah lingkungan itu seperti apa. Jadi sanggupkahkah Angga dan Winda? Kita tunggu kiprahnya. [caption id="attachment_125019" align="aligncenter" width="576" caption="Hilo
green ambassador 2011"]
[/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H
Lihat Nature Selengkapnya