Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Fadel Muhammad, Selamat Datang di Bursa Calon Presiden 2014

21 Oktober 2011   06:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:41 782
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apa yang terjadi ketika seorang menteri sedang mengerjakan program pro rakyat tiba-tiba diberhentikan dari tugasnya?  Pastinya bingung, sedih, kecewa dan tidak mengerti. Apalagi pemberitahuan hanya diberikan lima menit sebelum pengumuman resmi. Karena itu kehadiran Fadel Muhammad, nama Menteri Kelautan dan Perikanan yang di-phk tersebut pada pelantikan menteri penggantinya layak diacungi jempol. Walau kedatangannya, jawaban-jawabannya atas pertanyaan wartawan dan tangis istrinya menjadi sumber berita yang tidak ada habisnya. Sebetulnya pengangkatan dan penghentian menteri  adalah hak prerogatif presiden. Khususnya untuk para menteri yang bermasalah sehingga tidak mampu mendukung kinerja kabinet alih-alih memperlancar tugas presiden malah mengundang cemooh. Tapi mengganti seorang menteri yang sedang memperjuangkan kemandirian garam sesungguhnya sangat riskan. Karena keberhasilan kerja Fadel Muhammad akan menjadi adikarya sang presiden. Dibawah Orde Baru, Indonesia pernah berhasil menjadi negara swasembada pangan. Bahkan surplus dan mengirim beras ke Afrika hingga mendapat pujian PBB. Sejarah mengukir keberhasilan tersebut sebagai keberhasilan presiden Suharto bukan menteri pertaniannya. Dan sekarang. Indonesia, negara kelautan yang sedang menuju posisi 10 besar ekonomi dunia, harus menerima kenyataan sebagai negara pengimpor garam dan nampaknya tidak mau berusaha membalikkan posisi sebagai pengekpor garam atau minimal swasembada garam. Menurut Badan Pusat Statistik (BPS) selama periode Januari hingga Juni 2011, Indonesia mengimpor garam dari Negara Australia sebanyak 1.04 juta ton atau senilai US$ 53,7 juta. Selain itu garam juga diimpor dari India sebesar 741,12 ribu ton atau senilai US$ 39,84 juta. Dan dari Singapura, Selandia Baru serta Jerman sebanyak 1,8 juta ton atau senilai US$95.42 juta. Berarti selama bulan Januari - Juni 2011, Indonesia mengimpor sekitar 3,581 ton garam dari negara-negara nonkelautan. Sungguh memprihatinkan. Ketua Umum Asosiasi Eksportir dan Importir Indonesia, Kafi Kurnia menjelaskan bahwa tak semua kebutuhan garam dalam negeri bisa dipenuhi dari petani garam lokal. Khusus untuk garam kebutuhan industri atau non rumah tangga memang harus memiliki kualitas bagus, seperti pada bumbu produk mie instan yang memiliki kualitas tak mudah menggumpal karena tidak gampang dipengaruhi oleh uap air. "Sebenarnya investasi untuk membuat garam berkualitas investasinya tidak mahal," katanya. Contohnya garam lokal asal Bali yang sanggup menembus pasar ritel modern  karena kualitas tinggi dengan branding dan kemasan yang menarik. Sedangkan mantan Wakil Menteri Pertanian, Bayu Khrisnamurti mengungkapkan bahwa Australia bisa menjadi negara produsen garam terbesar di dunia karena menginvestasikan milyaran dolar membangun pabrik berteknologi tinggi. Pabrik tersebut mampu memproduksi garam berkualitas tinggi karena mendapatkan air laut bersih yang didapat dari memompa air laut hingga kedalaman 5 km. Mampukah Indonesia mengundang investor untuk membangun pabrik yang menghasilkan garam berkualitas tinggi seperti yang dilakukan Australia? Harusnya bisa. Kuncinya adalah kepercayaan.  Investor harus percaya pergantian kepemimpinan tidak akan mengubah arah kebijakan dan pemerintah Indonesia memang bersungguh-sungguh bertujuan untuk swasembada garam. Sebetulnya Fadel Muhammad tidak hanya memperjuangkan swasembada garam, di masa kepemimpinannya Kementerian Kelautan dan Pertanian berhasil meningkatkan produksi ikan budidaya nasional mencapai 30 persen/tahun dengan keunggulan komoditas utama yaitu udang, rumput laut, ikan bawal dan ikan kerapu. Selain itu Fadel berhasil menjalin kerjasama dengan Norwegia di bidang teknologi perikanan kelautan. Ada lagi kiprah Fadel Muhammad. Alumni Tehnik Industri ITB tahun 1978 asal Gorontalo ini berhasil mengakselerasikan wilayahnya dari ketertinggalan provinsi lain sewaktu menjabat sebagai Gubernur Gorontalo untuk dua kali masa bakti 2001-2009 hingga dianugerahi penghargaan Citra Pelayanan Prima. Fadel juga fokus mengembangkan pertanian jagung dan membenahi bandara Limboto. Bandara tersebut sekarang bisa menerbangkan jemaah haji langsung ke Tanah Suci tanpa harus menempuh perjalanan darat ke Menado. Apa yang dikerjakan Fadel sebenarnya adalah pekerjaan anak manis yang sudah seharusnya dikerjakan pejabat daerah (gubernur) dan tangan kanan (menteri) presiden. Biasa-biasa saja. Karena demi kesejahteraan rakyat, presiden memerlukan  perpanjangan tangan untuk mengerjakan semua tugas tersebut. Hasil kerja Fadel tampak menonjol karena Fadel bekerja sungguh-sungguh ditengah kerumunan tangan kanan presiden lainnya yang kurang kompeten dan bahkan menodai lingkaran dalam presiden dengan lumpur. Celakanya presiden SBY sering terjebak dalam keheningan ambigu dan terpeleset dalam kesesatan politik yang tampak memikat. Sungguh sangat disayangkan. Presiden SBY rupanya melupakan sejarah ketika dia memosisikan diri sebagai tangan kanan Megawati yang teraniaya. Sekarangpun dia meletakkan posisi Fadel Muhammad sebagai yang terzalimi. Bahkan dalam situasi yang paling menguntungkan Fadel karena dia diberhentikan ketika sedang mengerjakan program pro rakyat. Dia disingkirkan sementara menteri-menteri lain yang diduga terlibat korupsi justru aman bergelung dalam pelukan damai Cikeas. Pengamat politik Burhanudin Muhtadin menilai bahwa presiden SBY sedang menerapkan strategi devide et empire dalam tubuh partai Golkar. Betulkah? Apabila iya, presiden SBY tanpa sadar sudah mengemas  Fadel Muhammad dengan apiknya sebagai seorang calon presiden 2014. Karena kemasan Aburizal Bakri sangatlah jelek.  Kasus lumpur Lapindo yang belum terselesaikan akan mencoreng kemasan namanya. Menimbulkan noda hitam dan bau tak sedap. Walaupun seperti diungkapkan di atas, semua mengakui bahwa perombakan kabinet adalah hak prerogatif  presiden sepenuhnya. Tapi karena setiap kebijakkan presiden berkaitan dengan uang rakyat yang dibelanjakan untuk menggaji anak buahnya maka janganlah heran seusai perombakan Kabinet Bersatu II berbagai  demo digelar mahasiswa di berbagai kota. Masyarakat umumpun tak kalah skeptisnya. "Ngono yo ngono neng ojo ngono" pepatah orang Jawa yang dilupakan  presiden SBY.  Melindungi menteri yang diduga terkait kasus korupsi dan sebaliknya mencopot menteri yang dianggap pro rakyat dilakukan presiden dengan teramat vulgar. Apapun tujuannya yang jelas presiden SBY tidak mungkin soft landing dengan mulus di tahun 2014. Karena kesalahan anak buah yang  dilindunginya akan membelitnya sedangkan nama dan prestasi anak buah yang dibuangnya akan semakin berkibar. Apakah itu strategi Fadel Muhammad? Entahlah! Karena sebagai rakyat, penulis lebih memilih pejabat yang berjuang untuk kesejahteraan rakyat dan bukan sebaliknya : melahap uang rakyat dengan rakus. **Maria Hardayanto** Sumber data :

  • Kompas.com
  • Tokoh Indonesia.com
  • Antaranews.com
  • Republika online

sumber gambar : disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun