[caption id="attachment_113400" align="aligncenter" width="640" caption="Jalan Dago adalah Tempat Sampah Raksasa"][/caption]
Dimana ada gula disitu ada semut. Dimana ada keramaian disitu orangberpromosi dan berdagang. Hal tersebut berlaku setiap hari Minggu diDago Car Free Day, Bandung. Suatu area yang ditetapkan Pemerintah Kota Bandung untuk sejenak bebas asap kendaraan bermotor dari pukul 06.00 WIB-pukul 10.00 WIB. Tapi waktu sesingkat itupun sudah cukup menarik minat pedagang kecil hingga perusahaan bermerk internasional untuk berlomba menarik perhatian para pengguna jalan dengan tontonan seatraktif mungkin.
Tujuan diadakan car free day untuk mengurangi emisi CO2 menjadi melenceng. Khususnya karena belum ada hasil penelitian yang signifikan sementara pengunjung yang datang umumnya berkendaraan bermotor dan di parkir di jalan-jalan kecil seputar jalan Dago. Sehingga hasil sementara car free day terkesan adalah pusat berkumpulnya warga Bandung yang saling berinteraksi dalam bentuk jual beli, sekedar promosidan kampanye semisal kampanye bahasa, budaya tradisional dan kampanye anti rokok.
Hasilnya lainnya? Tambahan pengetahuan bagi warga yang peduli pada isi kampanye yang banyak bersliweran. Kampanye bisa merupakan proses edukasi warga yang berdampak positif tapi bisa juga negatif apabila kampanye dilakukan ekspresif dengan mengata-ngatai orang yang sedang merokok walaupun dengan cara mendendangkan lagu. Memang tidak pada tempatnya, area yang dimaksudkan untuk bebas polusi tapi ada segelintir orang yang justru menggunakannya sambil merokok.
Hasil lainnya lagi? Sampah! Penyelenggaraan car free day tanpa perencanaan dan peraturan mengakibatkan masyarakat yang berduyun-duyun datang menjadi sasaran promosi dan berdagang. Maka sampahpun tak dapat dihindari. Sebagai contoh ketika produsen film “Purple Love” memboyong pemain filmnya, mereka juga menggandeng produsen permen bermerk terkenal yang membagi-bagikan produknya.
[caption id="attachment_113333" align="aligncenter" width="400" caption="Idola pergi meninggalkan sampah"][/caption]
Otomatis warga yang ingin menonton wajah tampan dan cantik idolanya, menunggu sambil makan permen. Bungkusnya? Ya dibuang ke jalan ...... bak membuang sampah ke tempat sampah raksasa. Kita memang tidak dididik untuk menyimpan bungkus permen di saku baju dan membuangnya apabila bertemu tempat sampah. Padahal hampir di setiap 10 meter jalan Dago, berjejer tempah sampah organik dan tempat sampah anorganik.
[caption id="attachment_113336" align="aligncenter" width="400" caption="yang tertib membuang sampahpun ada"][/caption]
Untunglah begitu waktu menunjukkan pukul 10.00 masyarakat bubar dan armada penyapu jalan dengan sigap menyapu sampah. Tapi bukan berarti masalah sampah kota Bandung selesai hanya dengan mendatangkan armada penyapu jalan yang umumnya berdatangan dari luar daerah Bandung tersebut.
Ya , aneh bukan? Warga asli Bandung enggan menjadi penyapu jalan, mungkin ada segelintir, tapi umumnya penyapu jalan adalah pendatang dari daerah Jawa Barat bagian selatan. Hal sama biasanya berlaku juga bagi kota besar lainnya seperti Jakarta.
Bisa dibayangkan beban kota besar seperti Bandung : Urbanisasi pendatang non-skill dan sampah. Penyelesaiannya memang berbeda. Urbanisasi tidak akan terjadi apabila kebijaksanaan pemerintah memihak mata pencaharian utamamereka yang umumnya bertani. Sedangkan penyelesaian masalah sampah di hulu harus melalui proses edukasi. Stimulasi dan praktek berjalan dengan sendirinya apabila proses edukasi sudah dilakukan.
Begitu banyak komunitas lingkungan hidup yang berkiprah di Bandung. Tetapi menghadapi pedagang kaki lima dan “pedagang besar” yang menjadi biang kerok sampah, mereka hanya mengusulkan memasang spanduk yang berisi ajakan tidak menggunakan kendaraan bermotor ke area car free day dan jangan membuang sampah di jalanan.
Padahal apabila berniat, banyak proses edukasi yang bisa dilakukan. Misalnya kegiatan edukasi Kereta Kotayang diadakan Yayasan Pengembangan Biosains dan Bioteknologi ( YPBB). Kereta Kota singkatan dari Kegiatan Rekreasi dan Edukasi di Taman Kota biasanya diadakan di Taman Lansia di sekitar Gedung Sate. Berisi berbagai permainan untuk mengetahui seberapa dalam pengetahuan seseorang tentang lingkungan hidupnya sekaligus mendapat koreksi atas jawaban yang salah.
Disamping mendapat pelajaran mengompos dengan contoh kotak takakura, pengunjung yang tertarik juga mendapat kiat-kiat praktis ber-zerowaste lifestyle. Jadi apabila YPBB mau melebarkan sayap ke area Dago Car Free Day pastilah akan sangat bermanfaat karena segmen edukasi YPBB adalah masyarakat perkotaan. Sehingga masyarakat yang tertarik mengaplikasikan kegiatan peduli lingkungan bisa mengetahui trik dan tipsnya.
Salah satu permainan menarik yang mungkin bisa ditambahkan pada acara Kereta Kota adalah permainan monopoli yang ditemukan mahasiswa IPB, Anissa Hasanah dan teman-temannya. Sehingga kegiatan edukasi lingkungan hidup makin menyenangkan.
[caption id="attachment_113356" align="aligncenter" width="500" caption="Ecomonopoly"][/caption]
Permainan Ecomonopoly atau kegiatan edukasi lingkungan lain sejatinya hanya trigger untuk memasuki dunia mengasyikkan apabila kita menyayangi lingkungan. Harusnya : “Apabila kita menjaga lingkungan maka lingkungan akan menjaga kita”, bukanlah slogan kosong. Sudah waktunya masalah lingkungan menjadi fokus utama, bukan sekedar seremonial. Sehingga tulisan “Jagalah Kebersihan” akhirnya akan ditinggalkan sebagai slogan jadul. Karena ketika kita berperilaku santun pada lingkungan, otomatis sampah hampir tidak ada. Dan jalan rayapun bukan merupakan tempat sampah raksasa lagi.
Mungkinkah? Mungkinkah Indonesia bisa bersih seperti Singapura dan Bandung terlepas dari bahaya Bandung Lautan Sampah II?
Jawabnya ada pada setiap pribadi.
[caption id="attachment_113342" align="aligncenter" width="400" caption="Untung ada armada penyapu sampah"][/caption] [caption id="attachment_113343" align="aligncenter" width="300" caption="Satpol PPpun melengos karena bingung"][/caption] [caption id="attachment_113345" align="aligncenter" width="300" caption="Dago Car Free Day"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H