Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Artikel Utama

Biogas, Bonus dari Sampah

11 September 2015   09:03 Diperbarui: 11 September 2015   13:08 601
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption caption="proses sampah masuk biodigester hingga menghasilkan api biru"][/caption]

 

“Yang ini menunjukkan bahwa gas dari BSO terisi sedangkan yang itu menunjukkan gas yang berasal dari wc atau kotoran manusia”, kata pak Andre sambil menunjukkan dua lajur pipa putih yang menempel di tembok di atas kompor dan menampakkan isinya yang berwarna biru sedang bergerak-gerak naik turun. Pipa berisi gas tersebut mengingatkan saya pada tensimeter ketika sedang menuju keseimbangan.
“Apa artinya BSO sih pak?”
Biodigester Sampah OrganiK”

“Ooooo”, bak koor serempak kami menjawab. Hari itu saya dan 4 ibu-ibu anggota komunitas Kendal Gede Kreatif mengunjungi bengkel pak Andre, seorang praktisi biodigester. Mungkin istilah bengkel terlalu kecil karena di tanah 4 Ha di jalan Sukawangi Kampung Nyingkir, pak Andre membangun 3 area usaha yang nampak berbeda tapi saling terkait. Di bagian kanan tampak deretan kamar mandi dan kakus (WC) tempat kotoran manusia ditampung dan dialirkan gasnya ke dapur yang saya lihat tadi.

Hanya di area tengahlah bengkel sesungguhnya juga kantor dan ruang-ruang pertemuan yang asri. Sedangkan di area kanan terdapat deretan bangunan beratap ijuk yang menurut pak Andre direncanakan untuk pabrik tahu. Tentunya gas limbah tahu dapat digunakan sebagai bahan baku memasak. Menakjubkan, percobaan berbagai energi terbarukan yang keren di kawasan Bandung Utara.

Sebelumnya, saya hanya mendengar bahwa kotoran manusia bisa menjadi gas untuk memasak, juga sampah organik seperti kotoran ternak, sayuran bekas memasak atau sisa makanan dan beragam sampah organik lainnya: daun, rumput dan lain-lain. Tetapi baru kali itulah saya berkesempatan melihat sendiri prosesnya dan hasil akhirnya yaitu api biru tak ubahnya gas elpiji yang kita gunakan sehari –hari.

Prosesnya gampang-gampang susah. Gampang karena sebetulnya itu proses alami. Susah karena kita terbiasa gaya hidup instan, terbiasa menikmati hasil pembelian barang tanpa peduli prosesnya. Asalkan punya uang ya tinggal beli dan langsung nikmati hasilnya.

Proses penggunaan biodigester tidak sesederhana itu. sampah organik yang dimasukkan ke dalam instalasi harus diendapkan kurang lebih sebulan-2 bulan lamanya. Waduh, serentak kami ber-5 protes. Walau jika dipikir iya juga sih, proses mengompos sampah organik kan membutuhkan waktu selama itu juga? Masa sekarang ingin memasukkan sampah dan besok sudah menjadi gas siap pakai? Emangnya sulap?

Namun demikian jika tangki biodigester ini telah siap, maka setiap hari akan menghasilkan gas methan, bahan baku memasak. Asalkan rajin mengisi nya dengan sampah organik. Justru di awal masa penggunaan, kita belajar memisah sampah agar tidak ada plastik masuk tabung biodigester. Karena setelah terbiasa memisah sampah, rasanya kok gimana gitu jika harus menyampur sampah lagi. Akhirnya yang terpenting kebiasaan harus berubah ya?

Berapa jumlah sampah yang diperlukan perharinya? Tidak ada patokan, natural aja seperti kebiasaan sehari-hari, jangan maksa-maksain, tapi juga jangan malas. Lebih baik sedikit tapi sering (setiap hari) daripada langsung banyak misalnya seminggu sekali karena tidak hanya hasilnya tidak sempurna tapi juga menimbulkan bau yang membuat orang malas mengoperasikan bioigester lagi.

Pak Andre menerangkan bahwa sebetulnya kandungan air dalam sampah organik kita sangat tinggi, mencapai 90 %, ditambah air yang diguyurkan kedalam tangki sesudah memasukkan sampah dapur maka proses yang terjadi  dalam biodigester menjadi lancar hingga hasil akhir wes ewes bablas sesuai peruntukannya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun