Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Anazkia, Si Upik Abu Abad Digital

19 Mei 2015   08:01 Diperbarui: 17 Juni 2015   06:50 134
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="attachment_418189" align="aligncenter" width="540" caption="Anazkia (dok. Anazkia)"][/caption]

Kawula blogger umumnya mengenal Anazkia, buruh migran yang aktif menulis di beberapa blog. Gadis ayu, santun dan terkesan pemalu ini juga menjadi Koordinator Blogger Hibah buku di sela-sela kesibukannya, sehingga tak heran banyak penghargaan diraihnya seperti Srikandi Favorit KEB 2013, Perempuan Inspiratif Nova 2014 dan masih banyak lagi.

Sepintas, apa sih hebatnya Anaz? Kok mendapat penghargaan banyak sekali?

Karena dia Buruh Migran? Oh, banyak sekali buruh migran yang berhasil. Tidak hanya puluhan tapi ratusan orang buruh migran telah berhasil dengan berbagai versi.

Karena dia blogger? Wah apalagi ini, banyak blogger perempuan yang memiliki anak 3 orang anak atau lebih. Tidak memiliki asisten rumah tangga tapi tetap bisa rajin menulis diblog dan berwirausaha juga. Tapi kok mereka ngga terpilih sebagai perempuan inspiratif?

Atau karena dia koordinator Blogger Hibah Buku? Aduh, bukankah banyak komunitas melakukan even hibah buku dan hibah-hibah lainnya? Apa spesialnya?

Jika menyimak kisah Anazkia, ternyata dia memang lebih dari pantas untuk mendapat penghargaan tersebut, bahkan penghargaan penghargaan lainnya. Terlahir dengan nama Eli Yuliana pada 13 Agustus 1982, Anaz kecil dibesarkan di kampung Karangsari Pulosari, Pemalang Jateng oleh nenek dan budenya. Sejak kecil terbiasa membantu tetangga untuk mendapat uang jajan, Anazpun berketetapan hati menekuni profesi sebagai pembantu rumah tangga alias Upik Abu agar bisa menyelesaikan sekolah.

Keputusan menjadi Upik Abu nampaknya sederhana, dilakukan berjuta perempuan Indonesia yang tidak memiliki skill. Yang membedakan, Anaz memilih menjadi Upik Abu agar bisa meneruskan sekolah. Tidak sekedar untuk memperoleh penghasilan.

Menurut data BPS ada sekitar 50 % penduduk Indonesia yang hanya lulusan SD. Artinya mereka tidak bisa duduk manis dan menerima begitu banyak fasilitas sekolah berkat orangtua maupun pemerintah. Mereka punya pilihan menerima nasib dengan alasan yang teramat klise : ”hanya lulus SD karena tidak ada biaya”. Atau mencari peluang penghasilan dengan bekerja secara halal agar bisa bersekolah setinggi mungkin.

Anaz memilih cara kedua, memilih menjadi Upik Abu hingga menyelesaikan jenjang sekolah menengah atas (SMA). Lulus SMA, Anaz merasa gamang, dunia perkuliahan paska krisis moneter memang tidak ramah pada wong cilik. Butuh biaya puluhan juta rupiah. Konon ada beasiswa dari pemerintah dan beberapa CSR perusahaan. Tapi bagaimana mengaksesnya? Hanya segelintir orang yang melek teknologi informasi yang tahu.

Karena itu Anaz menyanggupi ketika seorang tetangganya memberi penawaran bekerja di Malaysia, lagi-lagi sebagai Upik Abu. Anaz mengakui bahwa awalnya gaji besarlah yang membuatnya tergiur. Gaji Rp 1 juta memang besar nilainya bagi lulusan SMA, walau harus berjauhan dengan keluarga dan teman-teman bermain.

Tapi seperti yang diakui Anaz,“… dan tiada sehelai daun pun yang gugur melainkan Dia mengetahuinya (pula)....”(al-An’aam: 59). Setiap pilihan hidup memiliki makna. Berkat kenekatannya menjadi Upik Abu diMalaysia, Anaz menjadi melek teknologi informasi dan belajar membuat blog.

Anaz beruntung memiliki majikan yang sangat baik, sepasang suami istri warga Malaysia. Disela kesibukannya, Anaz kerap memperhatikan anak bungsu majikannya chatting dengan kawannya dari berbagai penjuru dunia. Kegiatan yang mengasyikkan menurutnya, bagaimana seseorang bisa berhubungan dengan orang banyak tanpa harus keluar rumah. Hanya dengan bantuan komputer dan internet, bisa berbagi kisah , mencari info sekaligus berbagi info.

Sayang, walaupun diizinkan menggunakan komputer dan internet, Anaz gaptek alias gagap teknologi. Berulangkali Anez mencoba mengakses email yang dibuatkan seorang temannya di tanah air. Berulangkali pula Anaz gagal. Hingga akhirnya sang anak majikan kasihan melihat kegigihan Anaz dan membantunya membuatkan email. Langkah awal Anaz menuju dunia online.

Dunia maya bak dunia bermata dua. Bisa berdampak negatif tapi bisa sangat positif bagi mereka yang haus ilmu seperti Anaz. Beragam ilmu terdapat disana, termasuk mata kuliah kehidupan yang di dapat Anaz dari blog kawan-kawannya. Dilain pihak, Anazpun berbagi pengetahuan/ pengalaman yang dimilikinya dengan menuliskannya di blog.

Ya, akhirnya Anaz tidak hanya melahap ilmu dari blog orang lain, tapi dia juga menulis kisah kisah inspiratif di blog yang dimilikinya, mulai dari multiply, blogspot, blogdetik hingga Kompasiana. Tak heran Anaz berhasil meraih penghargaan Srikandi Blogger Favorit 2013, suatu ajang apresiasi tertinggi yang diselenggarakan Kelompok Emak Blogger (KEB) bagi kaum perempuan yang konsisten berbagi tulisan yang bermanfaat.

Sesungguhnyapenghargaan bukanlah tujuan akhir Anaz, dia menulis di blog karena merasakan manfaatnya. Melalui ngeblog, Anaz si Upik Abu memiliki banyak teman offline dan online. Bahkan pertemanannya di media sosial facebook hampir tak terbendung. Melalui ngeblog jugalah, beberapa kali Anaz berkolaborasi dengan sesama blogger menelurkan buku antologi. Dan puncaknya, melalui dunia ngeblog, Anaz terjun dalam kegiatan blogger hibah buku.

Berbeda dengan kegiatan ngeblog yang saling memberi manfaat, kegiatan hibah buku menuntut seseorang harus ‘selesai”dengan dirinya agar berhasil menjalankan misi sosial. Tidak boleh ada pamrih, karena tidak ada keuntungan rupiah disini. Sehingga patut diacungi jempol kiprah si Upik Abu yang tidak berkelimpahan materi tapi mampu berbagi dengan sesamanya. Berikut penuturan Anaz:

Oktober 2011, salah seorang teman blogger menjadi pengajar muda dan mendapatkan tugas di Karas Fakfak Papua Barat. Ia sering menulis pengalaman-pengalamannya di blog, dari minimnya fasilitas belajar sampai tingginya minat belajar anak-anak. Keinginan dan ketersediaan bahan yang tidak seimbang untuk anak-anak itulah akhirnya saya berinisiatif untuk kembali “menghidupkan” gerakan sosial dunia maya Blogger Hibah Sejuta Buku (BHSB).

Atas izin dan dukungan dari teman-teman blogger bertuah Pekanbaru, saya menjadi koordinator. Saat itu saya masih di Malaysia, jadi kegiatan koordinasi dilakukan sepenuhnya secara online. Biasanya bersama dengan teman-teman kami akan menentukan tempat terlebih dahulu, baru kemudian kami membuat tulisan di blog, mengajak teman-teman blogger dan netter untuk terlibat menyumbangkan buku ke tujuan. Saat itu fokus kami adalah tempat-tempat terpencil di pulau Jawa, meski masalah kami selanjutnya adalah terbenturnya biaya. Alhamdulilah, selama saya di Malaysia beberapa tempat sudah kami kirimi buku, Papua, Aceh dan kalimantan.

Tahun 2012 ketika saya pulang ke Indonesia, kegiatan tak melulu hanya sebatas mengumpulkan buku dan mengirimkannya, tapi juga datang ke tempat tujuan. Ini dikarenakan saya bertemu dengan banyak teman-teman dengan tujuan yang sama, berbagi buku menebar ilmu. Beberapa tempat yang kami kunjungi seperti, Pulau Tegal di Lampung, Taman Baca Rumah pelangi di Bandung, SDN Kebonrejo II Kediri, Ujung Kulon Banten dan Dusun Tumpakdoro di Kediri. Kendari, Makassar dan Sumba pun menjadi tujuan pengiriman buku. Selain Blogger Hibah Sejuta Buku, saya bersama dengan beberapa teman pun membuat Arisan Buku Blogger, di mana uang yang kami kumpulkan setiap bulannya dibelikan buku kemudian dikirim ke wilayah di sekitar pulau Jawa.

[caption id="attachment_418191" align="aligncenter" width="576" caption="Anaz dalam acara hibah buku (dok. Anaz)"]

14319205501817192437
14319205501817192437
[/caption]

Hebat bukan? Sesuai prinsip hidupnya: Tak perlu menunggu kaya untuk membantu sesama”, Anaz berkiprah tanpa mengenal lelah dalam berbagai kegiatan volunteer. Sering Anaz tak memiliki uang untuk membiayai perjalanannya menuju even yang digagasnya. Tapi berkat niat tulus, semua berjalan lancar. Karena Tuhan memiliki caraNya sendiri untuk membiayai kegiatan-kegiatan kemanusiaan.

Kisah Anaz, kisah si Upik Abu yang hidup dalam keterbatasan materi. Walau era abu perapian telah berakhir, pekerjaan seorang Upik Abu sama beratnya. Bedanya si Upik Abu dalam kisah dongeng berakhir bahagia dengan sang Pangeran. Sedangkan kisah Anaz, si Upik Abu dalam era digital berbahagia karena telah berhasil “menaklukan dirinya sendiri” sehingga mampu membiayai sekolahnya, menuliskan kisah inspiratif dan bermanfaat , serta berbagi dunia penuh cakrawala melalui hibah buku.

Andaikan setiap anak muda Indonesia tidak menyerah dengan ketiadaan biaya, tidak menyerah pada ketidak mampuan tetapi gigih berjuang untuk menggapai pendidikan yang lebih tinggidan untuk berbagi pada sesama. Maka bonus demografi bisa menjadi berkah melimpah bagi Indonesia, alih-alih menggerogoti kinerja pemerintah karena hanya menjadi masyarakat konsumtif.

Tidak usah berkeluh kesah atas nasib yang diterima, tidak usah menyalahkan orang lain atau pemerintah. Karena sukses tidaknya seseorang, hanya dia sendiri yang menentukan. Dan sukses tidak terbingkai dalam bentuk piagam ijazah atau sertifikat. Sukses adalah jika dia bermanfaat bagi orang lain, bukan sebaliknya.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun