Pernah dengar komunitas kewirausahaan sosial?
Kewirausahaan sosial merupakan inisiatif dari masyarakat (bersifat bottom up) yang mengindentifikasi masalah dan mengorganisir anggota masyarakat lain untuk menyelesaikannya. Agar berkelanjutan,kegiatan tersebut harus menghasilkan profit.
Contoh sukses komunitas kewirausahaan sosial (community sociopreneur) di Indonesia adalah Muhammadiyah. Yang terkini adalah Pesantren Al-Ittifaq Ciwidey, Pesantren Daarut Tauhid Bandung, Pesantren Nurul Iman Bogor, Pesantren Khusnul Khotimah Kuningan dan Pesantren Al-Idrisiyah Tasikmalaya.
Aa Gym, pendiri pesantren Daarut Tauhiid membentuk  Yayasan Daarut Tauhiid untuk menghimpun donasi dari masyarakat berupa zakat, infak dan sedekah. Dana yang dihimpun digunakan untuk membangun sekolah tingkat TK hingga SMK.  Selain itu juga disalurkan pada perusahaan penghasil laba seperti:
- Supermarket
- Penerbitan buku-buku Islam
- Travel haji, umrah, dan wisata religi.
- Stasiun televisi
- Stasiun radio
- Pembuatan dan pengelolaan produk digital.
- Air mineral
Profit margin yang diperoleh dari sekian banyak perusahaan membuat pesantren Daarut Tauhiid mampu mandiri secara ekonomi. Nah kebayang kan betapa berdayanya jika semua pesantren mau mengeksplorasi kreativitas dan inovasinya?
Berkaitan dengan potensi terpendam yang dimiliki 9000 pesantren yang tersebar di seluruh provinsi Jawa barat, Gubernur dan Wakil Gubernur Jawa Barat masa jabatan 2018-2023 mencanangkan "One Pesantren One Product" atau disingkat OPOP.
Diperkenalkan untuk pertama kalinya di Pesantren Al Ittifaq Ciwidey, Kabupaten bandung pada 12 Desember 2019, Â OPOP merupakan salah satu dari 17 program unggulan yang disebut program "Pesantren Juara".Â
Pertimbangannya, sebagian besar pesantren di Jawa Barat belum mampu mandiri secara ekonomi. Untuk membiayai kebutuhan operasional maupun pengembangan sarana serta prasarananya, Â pesantren menggantungkan diri pada donasi para santrinya.
Dengan target 1000 pesantren juara setiap tahunnya, diharapkan akan tercipta: