Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Kemiskinan di Era Jokowi, Antara Ikan dan Kail

13 Desember 2018   08:30 Diperbarui: 13 Desember 2018   08:42 325
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Judul beritanya sangat menohok:  "Potret Kemiskinan yang Kata BPS  Terendah Sepanjang Sejarah" .  Bersama dengan judul,  diunggah beberapa  potret warga masyarakat yang hidup di tempat kumuh. Diantaranya nampak sosok 2 orang perempuan dan seorang anak laki-laki yang sedang berbincang. Sampah  betebaran. Alasnya tak jelas, lumpurkah?

Di area belakang berderet bedeng, tempat tinggal yang jauh dari kata layak. Terpal-terpal bergelantungan. Berfungsi sebagai dinding. Adakah udara bersih disini? Apakah mereka memperoleh air bersih untuk kebutuhan sehari-hari?

Dalam "Dialog Nasional ke 36" yang  diselenggarakan LPP Edukasi pimpinan DR Wahyu Purwanto, pada 4 Desember 2018,  terkuak laporan Badan Pusat Statistik (BPS) yang mencatat angka kemiskinan per Maret 2018 sebesar 9,82%. Angka kemiskinan ini diklaim menjadi yang paling rendah sepanjang sejarah.

Untuk memahami laporan BPS, mari kita tengok tulisan kompasianer Kadir Ruslan yang selalu jernih serta runut menjelaskan ketidak sepahaman terkait laporan lembaga statistik terbesar dan satu-satunya di Indonesia ini.

Dalam, Apakah Garis Kemiskinan BPS Masuk Akal? Kadir mengajak pembaca agar jangan bertumpu pada hasil akhir. Tapi fakta bahwa:

  • Masih ada 26 juta orang penduduk miskin. Yang berarti lebih besar dari total jumlah penduduk Australia.
  • Tingkat kemiskinan sebesar 9.8 persen itu angka rata-rata nasional yang tidak mencerminkan realitas kemiskinan di setiap provinsi.
  • Disparitas kejadian kemiskinan masih sangat tinggi. Sebagai gambaran, 28 dari setiap 100 penduduk Papua terkategori miskin, sementara di Jakarta hanya 4 dari 100 orang yg miskin.
  • Proporsi penduduk rentan miskin, pengeluaran per kapita per bulan lebih besar dari garis kemiskinan tapi tidak lebih dari 1.6 kali garis kemiskinan, masih cukup besar. Data BPS mencatat jumlah penduduk rentan miskin (termasuk hampir miskin) mencapai sekitar 65 juta orang atau sekitar 25 persen dari total penduduk pada Maret 2017.

Gamblang bukan? Jangan lekas emosi ketika BPS merilis hasil kerjanya. Yang harus dipertanyakan adalah "Apa yang dilakukan Pemerintah Jokowi dalam menurunkan angka kemiskinan?"

Ternyata dengan strategi  ikan dan kail. Yang dimaksud strategi ikan pastinya cara cepat yang tidak membutuhkan banyak usaha ekstra, yaitu:

  • Bantuan sosial tunai dari pemerintah yang tumbuh 87,6 persen pada kuartal I 2018 atau lebih tinggi dibanding kuartal I 2017.
  • Program beras sejahtera ( rastra) dan dan Bantuan Pangan Nontunai (BPNT) pada kuartal I 2018 yang tersalurkan sesuai jadwal.

Selain itu ada pengaruh  inflasi pada periode September 2017 ke Maret 2018 mencapai 1,92 persen (sumber).

Memberi ikan, jelas hanya solusi jangka pendek. Adagium " Lebih baik memberi kail daripada ikan", berlaku untuk menjamin keberlangsungan pembangunan jangka panjang. Karena itu ditengah cemohan selebriti  yang kini menjadi kader partai:

"Apakah iya anak-anak masyarakat miskin bisa dikasih makan semen, tol? Apakah bisa dikasih makan Aspal?"

Jokowi keukeuh bergerak maju memberikan kail. Apa saja?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun