[caption id="attachment_232860" align="aligncenter" width="570" caption="fireworks 2013 (dok. Maria Hardayanto)"][/caption]
Ada tiga even yang ditawarkan weekly photography challenge (WPC)31 yaitu hari Ibu. Hari Natal dan Tahun Baru. Dari ketiganya saya ingin sekali mengabadikan even pergantian tahun. Bukan karena ‘penganut’ pesta Tahun Baru tapi di setiap peristiwa ini kompleks perumahan  pasti ramai oleh kembang api (fireworks). Tentunya bukan fireworks berbentuk bilah kawat 20-30 cm seperti yang saya mainkan sewaktu kecil tapi pesta kembang api sesungguhnya.
Mungkin ada sekitar 10 titik yang terlihat dari atas loteng rumah, belum termasuk di kejauhan dan tentunya lebih sulit diabadikan. Hasilnya? Hmmmm………… saya tidak berani menyalahkan kamera saku yang jadul karena tidak ada seorangpun suhu kampret (kompasianer hobi jepret) yang akan setuju. Walau hasilnya memang benar-benar menyedihkan, mengharukan, sekaligus menyakitkan hati. Ya iyalah ini hasil berhujan-ria, cape memegangi kamera, berusaha menyatukan hati dengan kamera agar tepat pada waktu kembang api memancarkan sinarnya yang berwarna-warni bisa didapat hasil yang maksimal. Eh ternyata hasilnya tetap mengecewakan:
[caption id="attachment_232863" align="aligncenter" width="481" caption="fireworks 2 (dok. Maria Hardayanto)"]
Ya sudahlah, mungkin saya harus remedial mata pelajaran photography khususnya mempelajari lagi  ISO, white balance dan EV, karena tidak berhasil melampaui nilai standar ketuntasan belajar minimum (SKBM). ^_^
Tetapi selalu ada hikmah di balik peristiwa. Sebelumnya saya belum pernah naik ke loteng untuk melihat kemeriahan malam Tahun Baru dan malam Lebaran yang ditandai suara petasan dan kembang api bersahut-sahutan. (Ya ampun, kalau nggak demi WPC 31, males banget tengah malam, hujan turun lumayan deras, eh malah ke loteng untuk memotret sambil melihat kelelawar menggerogoti buah mangga yang tidak sempat saya ambil. Duh kampret ketemu kalong nih ceritanya :D).
Ternyata sangat dahsyat, bukan saja warna-warni dan bunyi yang dihasilkan tapi dampak sesudahnya. Langit hitam nampak berasap dan sesekali membara. Hmmmm...... mungkinkah fireworks menimbulkan pencemaran udara? Beruntung kompasianer @Christian Natalie mengirim beberapa link, pertanyaan saya terjawab.
Fireworks ternyata bisa menjadi penyebab:
Kecelakaan, khususnya apabila tidak ditangani secara benar selama penjualan dan penggunaan. Pemerintah Swiss melalui Swiss Central Fireworks Office (SKF) menjadi salah satu negara pelopor regulasi yang mengatur penggunaan kembang api karena ditengarai mengakibatkan kecelakaan pada anak-anak dan 0,6 % kerusakan kebakaran total di Swiss.
Kebisingan. Gangguan kebisingan seharusnya tidak boleh diabaikan karena menyebabkan kecemasan dan reaksi stress bagi mereka yang sensitive.
Pencemaran. Khususnya polusi udara dan limbah B3, karena untuk menghasilkan efek ledakan dan bunga api yang berwarna-warni dibutuhkan bahan peledak yang merupakan campuran belerang, arang dan kalium nitrat yang membakar sangat cepat dan merupakan bahan pendorong sebelum akhirnya membuncah menjadi percikan-percikan api indah yang mendapat applause penontonnya. Secara teoritis seharusnya semua terbakar di langit sebelum mencemari tanah. Tetapi salah satu penelitian dari EPA (Departemen Perlindungan Lingkungan) Massachusetts menemukan  tingkat perklorat sampai dengan 62 mikrogram per liter pada delapan tanah-sumur pemantauan di kampus Dartmouth, dekat tempat kembang api yang ditembakkan secara teratur.
Polusi udara. Asap yang tersisa dari kembang api ternyata mengandung partikel bahan bakar sulfur dan terhirup masuk masuk paru-paru orang. Sangat berbahaya bagi penderita  sensitivitas asma. Bahkan paparan berkepanjangan bisa menyebabkan kanker paru-paru. Adanya lonjakan partikel yang menimbulkan polusi udara tampak di monitor bahkan setelah tiga jam pertunjukan kembang api.
Dampak lanjutan dari akumulasi logam senyawa. Untuk menghasilkan warna-warni yang berkilauan ditambahkan logam berat dan beracun lainnya, yaitu:
- Strontium (merah). Ketika bereaksi tidak hanya cantik tetapi juga bersifat radioaktif. Â Beberapa senyawa strontium larut dalam air, sedangkan lainnya bergerak jauh ke dalam tanah dan air tanah. Strontium radioaktif memiliki waktu paruh 29 tahun. Strontium radioaktif dapat merusak sumsum tulang, menyebabkan anemia dan mengganggu proses pembekuan darah. Studi laboratorium menunjukkan strontium radioaktif menyebabkan cacat lahir pada hewan. Strontium yang stabil merupakan ancaman bagi anak-anak karena dapat mengganggu pertumbuhan tulang mereka.
- Aluminium (putih). Alumunium adalah logam paling berlimpah dalam kerak bumi dan paling luas digunakan manusia. Menghindari paparan hampir mustahil. Hampir semua makanan, air, udara dan tanah mengandung aluminium. Orang dewasa rata-rata mengonsumsi sekitar 7 sampai 9 miligram logam putih keperakan dalam makanan setiap hari, artinya  merupakan tingkat aman. Tetapi dapat mempengaruhi otak dan paru-paru pada konsentrasi yang lebih tinggi. Beberapa studi menunjukkan dugaan bahwa paparan aluminium dapat menyebabkan penyakit Alzheimer.
- Tembaga (biru). Warna biru Fireworks diproduksi oleh senyawa tembaga. Suatu senyawa yang sebetulnya tidak beracun tetapi berubah menjadi dioksin ketika perklorat  dalam kembang api meledak. Dioksin terjadi secara alami, produk sampingan yang tidak diinginkan dari reaksi kimia. Efek kesehatan paparan dioksin adalah chloracne, penyakit kulit yang parah. WHO telah mengidentifikasi dioksin sebagai karsinogen manusia yang mengganggu produksi hormon dan metabolisme glukosa.
- Barium (hijau). Akumulasi paparan barium dapat mengganggu rantai makanan, apalagi apabila mengkontaminasi air minum. Gejala gangguan kesehatan berupa muntah, diare, kesulitan bernapas, perubahan tekanan darah, mati rasa di sekitar wajah, kelemahan otot umum dan kram. Sedangkan tingkat tinggi paparan barium dapat menyebabkan perubahan irama jantung, kelumpuhan atau kematian.
- Rubidium (ungu). Merupakan salah satu unsur yang paling berlimpah di bumi. Sangat reaktif dengan air, mampu memicu kebakaran bahkan jauh di bawah titik beku. Belum dilaporkan menyebabkan kerusakan lingkungan yang besar, tetapi dapat menyebabkan iritasi kulit karena begitu reaktif dengan kelembaban, dan cukup beracun bila tertelan.
- Cadmium (lainnya). Digunakan untuk menghasilkan berbagai macam warna kembang api. Mineral ini terkenal sebagai karsinogen yang dapat merusak paru-paru dan mengakibatkan muntah serta diare. Paparan jangka panjang dapat menyebabkan penyakit ginjal, kerusakan paru-paru dan tulang rapuh. Seperti unsure lainnya, cadmium dapat mengganggu rantai makanan melalui tanaman, ikan dan hewan lainnya.
Selain berbagai residu yang merugikan kelangsungan hidup yang berkelanjutan, kembang api juga hanya membakar uang dengan mubazir. Setidaknya  beberapa media online menghitung jumlah milyaran rupiah yang telah dibakar pada pergantian tahun. Perhitungan masuk akal karena ternyata kembang api yang penulis lihat mampu menembak hingga enam kali ternyata berharga satu juta rupiah. Wuihhhh……:P
Karena itu berapa milyar anggaran yang dihabiskan pemerintah daerah DKI Jakarta dan pemerintah  daerah lainnya? Entahlah, yang jelas semua sudah terbakar diudara meninggalkan polusi. Bahkan pencemaran yang terakumulasi hingga beberapa dekade.
**Maria Hardayanto**
Tulisan WPC 31 lainnya, silakan klik disini.
Sumber:
http://www.mnn.com/earth-matters/translating-uncle-sam/stories/are-fireworks-bad-for-the-environment http://www.environmental-protection.org.uk/neighbourhoodnuisance/fireworks/ http://www.angelfire.com/co3/NCFS/science/environmentalimpact.html http://www.treehugger.com/culture/fireworks-the-annual-whine-about-their-environmental-impact.html
[caption id="attachment_232864" align="aligncenter" width="528" caption="kembang api (dok. Maria Hardayanto)"]
[caption id="attachment_232861" align="aligncenter" width="492" caption="kembang api yang tersisa (dok. Maria Hardayanto)"]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H