Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Artikel Utama

Soal Rusun Kampung Deret, Jokowi Harus Hati-hati

2 Desember 2012   09:27 Diperbarui: 24 Juni 2015   20:19 2240
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_227062" align="aligncenter" width="587" caption="bangunan illegal sepanjang DAS Cikapundung Bandung (dok. Maria Hardayanto)"][/caption]

Banyak pegiat lingkungan memuji sewaktu Jokowi mewacanakan akan merelokasi warga yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS) ke rusun kampung deret. Dengan harapan gubernur baru DKI Jakarta ini menempatkan isu lingkungan sebagai agenda strategis pembangunan dan kebijakan publiknya. Karena bagaimanapun pembangunan di atas kawasan DAS terlarang sesuai sesuai PP nomor 37 tahun 2012 tentang pengelolaan DAS.

Selain menyulitkan usaha normalisasi sungai, penghuni kawasan DAS membuat masalah dengan menjadikan sungai sebagai pembuangan air limbah dan septitank  raksasa. Serta yang paling “menyesakkan” adalah perilaku membuang sampah langsung dari lubang jendela bangunan mereka.

[caption id="attachment_227064" align="aligncenter" width="455" caption="paralon buangan limbah domestik termasuk tinja (dok. Maria Hardayanto)"]

1354414599842066968
1354414599842066968
[/caption]

Sayangnya  apabila kita cermati penolakan Menteri Pekerjaan Umum, Djoko Kirmanto dan Rujak Center for Urban Studies yang digawangi  Marco Kusumawijaya rupanya ada kesalahan persepsi tentang wacana tersebut. Jokowi menghendaki pembangunan rumah susun deret di kawasan DAS. Padahal seharusnya kawasan tersebut bebas bangunan sehingga dapat  dibangun septitank komunal dan pengolahan grey water dari rumah susun deret sehingga menjadi air layak buang ke aliran sungai.

Jokowipun melupakan kebiasaan menyosialisasikan rencananya pada warga yang hendak direlokasi. Padahal pemindahan warga ke lokasi baru akan jauh lebih sulit dibandingkan ketika Jokowi memindahkan pedagang kali lima (PKL) dari Taman Banjarsari ke Pasar Klithikan, Notoharjo.

Warga yang tinggal di kawasan DAS pastilah mempunyai ikatan batin dengan lingkungan sekitarnya. Ini bukan masalah PKL yang harus selalu siap lari ketika ada aksi pembersihan oleh Satpol PP, tetapi masalah kekerabatan yang tercipta karena menghirup aroma yang sama ketika bangun tidur di pagi hari  dan kembali ke peraduan di waktu malam.

Ada kunjung-mengunjungi antar keluarga sewaktu terjadi musibah atau justru kebahagiaan seperti pernikahan dan khitanan. Ada silaturahmi. Ada harmoni sosial dan lingkungan yang kadung tercipta dan tidak akan mudah direkatkan kembali seperti transaksi jual beli. Laksana benang halus tak nampak tapi ada bahkan lebih berharga dari sekedar esensi kepemilikan.

Walau untuk rusun kampung deret, Jokowi – Ahok menjanjikan gratis tanpa pungutan. Tetap menimbulkan polemik. Beberapa penghuni malah sudah menyuarakan ketakutannya :

“Kalo pas masa Jokowi-Ahok kan nggak bayar, tetapi nanti kalo sudah nggak menjabat, bayar lagi. Mendingan nggak usah pindahlah, begini saja”.

Ketakutan wajar ketika seseorang dipaksa pindah dari zona nyamannya, terlepas illegal atau tidak.  Jokowi hendaknya tidak hanya berfokus pada aspek pembiayaan teknik dan ekonomi hingga menjanjikan warga akan dimanjakan dengan hunian seluas 36-40  meter persegi lengkap dengan mebelnya. Mengingat ada sekitar 35.000 jiwa di sepanjang 800 meter alur sungai, maka minimal  yang harus dilakukan adalah:

  • Mengadakan dialog agar penghuni merasa di “wong”ke atau dimanusiawikan. Tidak hanya pihak pemerintah yang berhak menyampaikan gagasan tetapi warga juga harus didengar aspirasinya.
  • Membangun rusun kampung deret  dengan minimal jarak 50 meter dari bibir sungai sesuai Rencana Dasar Tata Ruang (RDTR) DKI 2030. Sehingga area terbuka hijau bisa digunakan untuk membangun septitank komunal dan  pengolahan greywater rumah tangga.
  • Dibanding pembangunan turap di bibir sungai maka lebih dianjurkan untuk menanami  bambu dan akarwangi yang berguna mencegah longsor dan mengakibatkan sedimentasi.
  • Di beberapa tempat ruang terbuka hijau dapat digunakan untuk urban farming  dan budidaya ikan lele dan belut  untuk meningkatkan perekonomian penduduk.
  • Jangan bertindak selaku Sinterklaas dengan memudahkan ucapan “Ngga usah bayar”. Harus disosialisasikan pada warga apa yang dimaksud dengan tidak usah bayar karena biaya pemeliharaan rumah susun deret  tidaklah murah. Harus ada pengelola yang dipilih warga untuk mensinergikan setiap kebutuhan pemilik rumah yang pastinya mengalami gagap setelah sekian lama tinggal dalam bedeng di pinggiran sungai.

Keberhasilan Jokowi menertibkan perumahan di bantaran sungai pastilah akan menjadi contoh bagus bagi kepala daerah  lainnya yang dibanjiri kaum urban. Karena pada awalnya area ini lahan kosong tapi strategis untuk usaha kecil seperti warung, kedai nasi dan bengkel sepeda motor. Semula hanya bermodalkan tenda, perlahan berubah menjadi rumah semi permanen hingga akhirnya berbentuk dinding beton. Kalau sudah begini sulit sekali menjawab pertanyaan : Ayam dulu atau telur?

**Maria Soemitro**

Sumber:

Kompas.com

Tempo.co

Media Indonesia

[caption id="attachment_227065" align="aligncenter" width="470" caption="pembangunan septitank  komunal di DAS Cidurian Bandung (dok. Maria Hardayanto)"]

1354414914205279144
1354414914205279144
[/caption]

[caption id="attachment_227066" align="aligncenter" width="576" caption="urban farming di DAS Cidurian Bandung (dok. Maria Hardayanto)"]

1354415027992404634
1354415027992404634
[/caption]

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun