Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Nature

Lingkaran Hijau Komunitas

4 Maret 2012   02:51 Diperbarui: 25 Juni 2015   08:32 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Berkaitan Ruang Terbuka Hijau (RTH) sebagai daerah penyerapan air di perkotaan, Ibu Negara, Ani Susilo Bambang Yudoyono mengusung slogan: "Menuju Ketahanan Pangan dan Meningkatkan Perekonomi Keluarga". Slogan bagus tapi sulit mengimplementasikannya. Ada banyak kendala, RTH di perkotaan merupakan tanggung jawab Dinas Pertamanan dan Pemakaman sehingga ijin penggunaannya rumit. Tanah-tanah terlantar di perumahan umumnya hak milik perseorangan yang entah dimana keberadaannya  sehingga banyak penggarap lahan yang tidak pernah mengenal pemilik lahan. Karena itu umumnya lahan ditanami singkong, jagung, ubi jalar, pisang dan berbagai tanaman lain yang tidak membutuhkan perawatan ekstra. Pemilik lahanpun umumnya enggan memberi izin karena apabila lahan akan digunakan maka dia harus mengeluarkan  sejumlah uang tebusan pada penggarap lahannya. Itu jugalah penyebab Ridwan Kamil pecetus Indonesia Berkebun gagal bernegosiasi dengan pemilik lahan sekitar 1.000 meter2 di depan rumah botolnya. Padahal tahun ini Indonesia berkebun mampu menularkan semangat berkebun ke  20 kota besar di Indonesia. Tidak hanya kesulitan lahan, kegiatan semacam ini sulit dijamin keberlangsungannya. Penyebabnya beragam. Mulai dari  kesibukan masing-masing penggiat yang umumnya bekerja di sektor formal dan pelajar/mahasiswa yang harus berkutat dengan jadwal pelajaran yang ketat. Hingga kesulitan mendapatkan penanggung jawab, yaaa....... namanya juga kerja sosial. Faktor lain yang tak kalah penting adalah menyepelekan. Ah tanah Indonesia kan subur, lempar benih tanaman, tinggal dan datangi ketika sempat:  .......sudah tumbuh deh! Nggak tumbuh juga nggak apa-apa, tanam aja lagi. Sikap ini tidak hanya dimiliki penggiat berkebun tapi juga Dinas Pertamanan yang nyata-nyata mendapat tugas untuk itu. Tidak percaya? Silakan datangi dan perhatikan bagian bawah batang pohon besar di pinggir jalan dan coba diketuk-ketuk, biasanya nyaring karena berongga/sakit atau bahkan tangan kita mampu mematahkan batang rapuh tersebut. Karena itu harus ada strategi agar semangat menghijaukan lingkungan selalu terpelihara. Salah satunya adalah membentuk komunitas atau bergabung dengan komunitas yang sudah ada. Kemudian membuat lingkaran hijau. Lingkaran Hijau? Apa maksudnya? Lingkaran Hijau adalah suatu lingkaran yang memiliki keterkaitan. Pelaku kegiatan lingkungan otomatis mengerjakan kegiatan-kegiatan yang saling berkaitan dan saling menguntungkan karena dibutuhkan oleh kegiatan selanjutnya.   Mereka juga merasakan mendapatkan profit yang membuat mereka enggan meninggalkan aktivitas tersebut. Sebagai contoh adalah apa yang telah dikerjakan komunitas Engkang-engkang, suatu komunitas di bantaran sungai Cidurian. Komunitas ini berkegiatan setiap minggu, diikuti ibu-ibu rumah tangga dan anak-anaknya. Tidak menutup pintu untuk anak muda, sayang  belum banyak yang tertarik. Apa saja yang dikerjakan?

  • Mengolah hasil urban farming sehingga bernilai tinggi. Contohnya singkong diolah menjadi tumpeng nasi singkong, perkedel singkong, urap daun singkong/daun kangkung, rendang ayam dan sambal. Tidak hanya dikonsumsi sendiri. Tumpeng nasi singkong ini berpotensi untuk dipasarkan. Harganya melonjak lebih tinggi dibandingkan apabila yang dipasarkan adalah singkongnya saja. Singkong juga dapat diolah menjadi pizza singkong dan cake singkong.
  • Urban farming. Agar bisa mengolah pangan dengan biaya murah dan mudah, pelaku kegiatan menanam berbagai macam sayuran, tanaman penghasil karbohidrat seperti jagung dan singkong, tanaman penghasil bumbu dapur, tanaman obat keluarga serta tanaman produktif lainnya seperti pepaya dan pisang.
  • Composting. Demi memperoleh hasil urban farming yang maksimal, maka diperlukan kompos. Dan kompos murah bisa didapat apabila pelaku urban farming memproduksi kompos sendiri yang berasal dari sisa panen urban farming dan sampah dapur (sampah organik). Hasil proses composting rumah tangga umumnya bagus karena hampir seluruh unsur yang diperlukan terdapat pada sisa makanan.
  • Kompos hasil composting tidak hanya dapat digunakan untuk urban farming tetapi juga dapat digunakan untuk membuat terrarium sederhana. Terrarium dapat dijual sebagai souvenir atau sekedar mempercantik meja. Menimbulkan kenyamanan siapapun yang beraktivitas di sekitar meja tersebut.
  • Pisah Sampah. Karena mengompos, maka otomatis para pegiat urban farming memisah sampahnya. Sampah organik untuk composting sedangkan sampah anorganik untuk membuat kerajinan kemasan plastik yang tidak dapat dijual seperti bekas deterjen, pewangi dan kemasan kopi. Hasil akhir kerajinan bisa berupa tas, sajadah dan tikar.

[caption id="attachment_174762" align="aligncenter" width="386" caption="Lingkaran Hijau Komunitas"]

13308031651899813453
13308031651899813453
[/caption] Semua hasil kegiatan tersebut bernilai jual apabila dipasarkan dengan serius, kalkulasi yang tepat serta ketekunan. Tetapi andaikan pelaku kegiatan enggan memasarkannya, hasil non materi telah didapat yaitu:
  • Ketahanan keluarga, karena setiap kegiatan komunitas umumnya selalu melibatkan anak-anak. Kegiatan terusan ketika si ibu mengolah pangan untuk keluarganya berpotensi merekatkan ikatan keluarga, berhasil atau tidak dalam olah pangannya tetaplah akan menjadi kegiatan bersama yang menyenangkan.
  • Konsumsi pangan sehat. Hasil olah pangan sayuran/tanaman yang berasal dari urban farming bisa dipastikan lebih menyehatkan karena tanpa pupuk kimia dan pestisida yang tidak perlu.
  • Pengurangan sampah kota. Hasil akhir composting tidak hanya kompos tetapi juga berkurangnya sampah kota secara keseluruhan karena 70 % sampah kota di Indonesia adalah sampah organik. Sehingga akan berpengaruh secara signifikan terhadap jumlah sampah yang dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir (TPA).
  • Pendidikan anak. Kegiatan composting dan urban farming yang melibatkan anak akan diingat anak hingga tingkat sekolah yang berkaitan dengan pengalaman ketika dia masih kecil. Misalnya pengetahuan sederhana tentang rantai makanan, beragamnya setiap tanaman menyerap zat hara hingga persaingan zat hara yang mengakibatkan bermacam-macam bentuk tanaman: subur, kurus, tetap "mini" hingga tanaman yang mati karena seleksi alam. Secara tak langsung anak juga mendapat pengetahuan tentang cuaca ekstrim yang menyebabkan gagal panen karena  curah hujan tinggi yang terus menerus menerpa suatu tanaman mengakibatkan akarnya busuk dan mati. Suatu pelajaran yang tidak didapatkan di bangku sekolah.
  • Gaya hidup. Anak-anak di pemukiman padat terkadang menghabiskan uang jajan lebih besar daripada uang belanja sayuran. Mungkin terpengaruh teman bermain dan orang tua enggan mendengar anaknya merengek terus-menerus. Jumlahnya beragam sekitar Rp 6.000-Rp 10.000 perhari. Apabila sang ibu mempunyai 2 anak yang merengek uang jajan setiap hari maka jumlah terbanyak yang dia keluarkan 2 x Rp 10.000= Rp 20.000. Lebih banyak daripada jumlah yang dia keluarkan untuk belanja sayur-mayur yaitu sekitar Rp 5.000 perhari. Dengan mengonsumsi makanan bergizi seperti bolu kukus ubi diharapkan anak menjadi cukup kenyang sehingga enggan jajan jajanan yang tidak berkualitas lagi. Anakpun menjadi lebih sehat.

  • Perkerabatan antar warga yang semakin erat. Tidak dapat dipungkiri bahwa dinamika perkotaan mengakibatkan tergerusnya rasa persaudaraan antar warga. Bukan sesuatu yang aneh apabila antar tetangga tidak saling mengenal karena masing-masing sibuk. Atau andaikan saling mengenal tetapi hanya bertemu setiap lebaran karena asyik di dalam rumahnya masing-masing. Ajang pertemuan komunitas adalah ajang komunikasi yang mempererat silaturahmi dan meningkatkan kepedulian soaial.

Jelaslah Ibu Ani Susilo Bambang Yudoyono tidak salah mengusung slogan. Kegiatan urban farming memang memberikan banyak manfaat. Diantaranya ketahanan pangan, daerah resapan air dan secara tidak langsung meningkatkan perekonomian keluarga. Tetapi tanpa contoh implementasi, slogan dan jargon hanyalah sekedar kata-kata indah yang bergema di ruang kosong. Tanpa arti. **Maria Hardayanto**

1330829181550571042
1330829181550571042

[caption id="attachment_174779" align="aligncenter" width="370" caption="Melihat proses pembuatan pizza singkong. Anak selalu ingin tahu apa yang dikerjakan orang tuanya"]

1330829411654036580
1330829411654036580
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun