Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasib Darsem, Bukan Salah Bunda Mengandung

7 Oktober 2011   14:29 Diperbarui: 26 Juni 2015   01:13 787
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

[caption id="" align="aligncenter" width="320" caption="Darsem"][/caption] Sesudah berita mengadakan kenduri 2 hari 2 malam dalam rangka khitanan anak semata wayangnya, kini Darsem menjadi berita lagi karena menjadi korban penipuan pembelian tanah 1,4 hektare sebesar Rp 400 juta rupiah. Kisah Darsem, tenaga kerja Indonesia (TKI) yang lolos hukuman mati di Arab Saudi sesudah pemerintah Indonesia membayar diat (denda) sebesar 2 juta riyal atau sekitar Rp 4,7 milyar menjadi fenomena menarik karena dana masyarakat sebesar 1,2 milyar yang berhasil dihimpun suatu stasiun  swasta urung dibayarkan sebagai diat tetapi diberikan ke Darsem seluruhnya. Karena dititik inilah kesalahan bermula. Sebilah pisau dapur tajam akan berguna bagi seorang koki masak tetapi berbalik berbahaya apabila dipegang seorang bayi. Walaupun tidak sama tapi mirip, ada suatu acara di stasiun televisi dimana seseorang berpenghasilan minim diberi sejumlah uang dan harus membelanjakannya dalam waktu singkat. Dan situasipun menjadi heboh karena si "objek acara" membeli barang yang terkadang tidak masuk akal. Misalnya membeli lemari es 2 pintu dan barang elektronik lain tanpa mempertimbangkan daya listrik tempat tinggalnya. Kondisi Darsem lebih sulit daripada objek acara tersebut karena yang diberikan adalah uangnya. Tanpa pedamping Darsem diharapkan arif membelanjakan 1,2 milyar. Jelas suatu perkara yang sulit. Berbeda halnya jika Darsem memperoleh uang tersebut dari hasil keringat sendiri. Menyimpan rupiah demi rupiah. Sehingga dia mempunyai cukup waktu untuk menentukan prioritas yang harus dibelinya. Karena itu  mengapa Darsem tidak dibantu seorang perencana keuangan atau tim konsultasi keuangan? Darsem dibiarkan sendiri dengan masalahnya dan kemudian perilaku belanja Darsem dikupas tuntas, sikap dan perceraiannya dikritisi. Ironinya televisi pengumpul koin bagi Darsem  justru menyiarkan berita Darsem membelanjakan 1,2 M dengan penuh emosi bahkan cenderung menelanjangi sepak terjangnya. Adilkah perlakuan tersebut? Lucunya lagi ada beberapa gerakan yang mengancam pembekuan uang Darsem. Gonjang ganjing kisah Darsem yang bermula kesalahan dalam mengambil keputusan ketika memberikan koin bagi Darsem tidak saja mengakibatkan : 1.     Darsem menjadi bulan-bulanan. Sepak terjangnya dikupas tuntas, apabila Darsem bungkam, tetangganyapun menjadi narasumber.  Daftar pengeluarannya dipublikasikan. Walau sebetulnya sah-sah saja Darsem  menggunakan uang semaunya toh uang tersebut  haknya. Apakah untuk ayahnya, untuk anaknya. Untuk membeli perhiasan, untuk membeli perahu, tanah dan ditipu. Tapi di era global ini tidak ada satu katuppun yang mampu menutup opini dan berita yang beredar. Bahkan berita mainstream. [caption id="attachment_140186" align="aligncenter" width="600" caption="Daftar Pengeluaran Darsem (HL Pikiran Rakyat 6-10-2011)"][/caption] 2.    Tapi yang paling penting adalah hilangnya kepercayaan masyarakat terhadap gerakan sosial serupa yang mengakibatkan  makin apatisnya masyarakat. Ketika pemerintah bersikap tidak cepat tanggap, terkesan  menyepelekan nasib rakyatnya, bahkan nasib rakyat yang sedang  menuju tiang gantungan. Maka gerakan solidaritas sosiallah satu-satunya tumpuan harapan. Modal besar yang seharusnya dijaga, tapi gara-gara keputusan yang salah, kepercayaan masyarakat hilang dan jembatan solidaritas yang dibangunpun runtuh. Masalah ini belum berujung. Gerakan sosial untuk masyarakat yang termarginalkan akan selalu tumbuh. Tetapi ada baiknya apabila ini menjadi pelajaran berharga untuk semua pihak. Membuat rencana A , rencana B dan rencana C untuk tujuan semua gerakan. Karena gerakan kepedulian sosial ini sejatinya bukan semata-mata untuk membantu sesama anak bangsa yang sedang dirundung malang tetapi juga untuk menegur pemerintah Indonesia yang telah lalai dalam melindungi rakyatnya dan gagal dalam menyejahterakannya. **MariaHardayanto** [caption id="attachment_140187" align="aligncenter" width="541" caption="hingga topik grup di facebook"][/caption] sumber gambar : disini,dan  disini

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun