Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Surat Alm. Otto Soemarwoto, Pertanyaan Tak Terjawab Seorang Begawan Lingkungan

27 Desember 2010   16:51 Diperbarui: 26 Juni 2015   10:20 779
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
1293466357810007827

[caption id="attachment_82023" align="aligncenter" width="210" caption="Prof. Otto Soemarwoto doc.kompas"][/caption]

Yth. Admin, saya minta izin untuk mempublikasikan isi Surat Pembaca yang dikirim oleh Almarhum Prof. Otto Soemarwoto ke harian Kompas pada tanggal26 Desember 2007.

Hari ini, tepat 3 tahun 1 hari, usia Surat Pembaca ini, tetap akan menjadi pedoman bagi warga Bandung yang terancam haknya. Hak untuk mendapat jawaban mengapa pemerintah kota Bandung bersikeras membangun insinerator atau tempat pembakaran sampah.

Insinerator yang mempunyai nama keren Pembangkit Listrik Tenaga Sampah ini tidak disetujui Prof. Otto Soemarwoto karena mengancam uang anggaran sangat besar. Kota Bandung masih belum cukup kaya untuk membayar Rp 285.000,00 per ton sampah selain itu teknologi insinerator mempunyai dampak sangat riskan untuk kota Bandung yang berbentuk cekungan.

Kedalam insinerator dimasukkan semua jenis sampah termasuk sampah B3, jadi bisa dimaklumi apa yang ditakuti Prof. Otto Soemarwoto, akan ada partikel-partikel sisa pembakaran yang melingkupi kota Bandung.

Fly ash beracun akan terbang melayang ke seantero  Bandung, dihirup segenap warganya. Bahkan berdampak lebih buruk dibanding abu vulkanik gunung Merapi yang bersifat insidental. Partikel beracun tersebut dihirup tidak hanya oleh si pembuat kebijakan insinerator / Pembangkit Listrik Tenaga Sampah/ Pengolahan Sampah Berbasis Teknologi.

Karena ada teknologi lain, ada alternatif lain, begitu banyak ilmuwan dilahirkan di kota Bandung, tetapi mengapa pilihan paling berbahayalah yang dipilih ?

Rabu, 26 Desember 2007

PLTSa dan Arogansi penguasa

"Berdialog" dengan DPRD Kota Bandung

Setelah berita tentang kisruh "dialog" DPRD Kota Bandung dengan para pakar tentang pembangkit listrik tenaga sampah atau PLTS ditulis di media massa, telepon saya berdering terus-menerus, termasuk dari radio. Telepon tidak hanya dari Bandung dan Jawa Barat, tetapi juga dari Bali. Perlu kiranya dijelaskan apa yang telah terjadi. Dalam "dialog" itu beberapa hal saya pertanyakan dan saya anggap penting sebagai masukan bagi DPRD untuk pengambilan keputusan.

1.Mengapa Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan harus membayar Rp 51 miliar per tahun kepada PT Bandung Raya Indah Lestari (BRIL) untuk pasokan bahan bakar? PD Kebersihan diharuskan memasok 500 ton sampah per hari kepada PT BRIL sebagai bahan bakar PLTS-nya dan membayar Rp 285.000 per ton sampah yang dipasok. Jumlahnya lebih dari Rp 51 miliar per tahun. Argumentasinya ialah PD Kebersihan membeli jasa dari PT BRIL untuk pemusnahan sampah itu. Dalam konsep mutakhir yang disebut ekologi industri kita tidak mengenal limbah yang harus dibuang atau dimusnahkan. Kita meniru alam yang tidak mengenal sampah. Limbah adalah sumber daya untuk proses lain. Jadi, seharusnya PT BRIL-lah yang harus membayar kepada PD Kebersihan untuk pasokan bahan bakar berupa sampah.

2.Tidak akan bangkrutkah PD Kebersihan? Karena tidak semua sampah Bandung dapat dimanfaatkan oleh PT BRIL, PD Kebersihan harus mengeluarkan biaya lagi untuk pembuangan sisa sampah ke tempat pembuangan akhir (TPA).

3.Relakah rakyat membayar Rp 51 miliar ditambah dengan pembuangan sampah ke TPA? Biaya itu adalah uang rakyat.

4.Adilkah PD Kebersihan dikenai sanksi denda jika terlambat membayar, sedangkan PT BRIL tidak dikenai sanksi apa-apa jika terlambat mengolah sampah?

5.Mengapa teknologi waste-to-energy dengan membakar metan yang terbentuk secara alamiah dalam tumpukan sampah diabaikan? Teknologi ini telah berkembang pesat karena dipacu oleh isu perubahan iklim. Dengan membakar metan yang merupakan gas rumah kaca yang 20 kali lebih kuat dari CO2, PLTS-metan dapat membantu menangkal perubahan iklim. Sementara teknologi PLTS-insinerator yang digunakan PT BRIL menghasilkan CO2 dan menambah bahaya perubahan iklim. Teknologi PLTS-metan dapat dijual dalam kerangka Protokol Kyoto yang menghasilkan dollar. Sisa bahan organik yang masih ada dapat digunakan sebagai kompos. Hasil yang kita dapatkan ialah listrik, penangkal perubahan iklim, dan dollar dari penjualan pembakaran metan serta kompos. Teknologi ini sesuai dengan Bali Road Map, sedangkan PLTS-insinerator yang menghasilkan CO2 malah menjegal Bali Road Map yang diperjuangkan mati-matian oleh Indonesia dalam Konferensi mengenai Perubahan Iklim di Bali.

6.Mesin menghasilkan listrik untuk siapa: PT BRIL, PD Kebersihan, atau dibagi menurut formula tertentu? Tidak ada penjelasan.

7.Adakah jaminan bahwa mesin yang dibeli dari China itu baru? Katanya karena murah. China sedang memodernisasi diri dan menjual mesin tua yang tidak efisien dan mencemarkan lingkungan ke negara sedang berkembang. Mesin tua rawan gangguan. Kemungkinan besar kita membeli mesin murah ingin untung, tetapi malah buntung.

8.Mengapa dalam Kerangka Acuan ANDAL tidak disebutkan pengukuran background baseline dioksin dan rencana pemantauannya? Selama PLTS berjalan baik, tidak terbentuk dioksin, zat racun yang menakutkan. Akan tetapi, risiko terbentuknya dioksin selalu ada, misalnya pada waktu ada gangguan pembakaran sampah dan suhu turun di bawah 800 derajat Celsius. Karena itu, perlu dilakukan pengukuran background baseline dioksin sebelum PLTS mulai beroperasi dalam wilayah yang diperkirakan akan terkena asap PLTS. Wilayah ini dapat diperkirakan dengan Gaussian Dispersion Model ataupun model simulasi lain yang sesuai. Pengukuran itu harus dilakukan terus selama PLTS beroperasi sebagai pemantauan rutin.

9.Mengapa tidak ada rencana pengelolaan risiko kebocoran dioksin? Betapapun baik perencanaan dan modern sebuah mesin, selalu ada peluang terjadinya gangguan. Di Indonesia lebih-lebih lagi. Kita terkenal ceroboh, sampai-sampai pesawat terbang kita dilarang terbang ke Eropa. Beberapa negara mengeluarkan travel warning untuk tidak terbang dengan Garuda. Banyak insiden lepasnya zat racun terjadi di seluruh dunia, misalnya dari PLTN Amerika, Inggris, Jepang, dan yang sangat menghebohkan Chernobyl (Rusia). Selain itu dari pabrik di Donora (Amerika Serikat), Italia, dan yang paling mengerikan di Bhopal (India). Di Bhopal ribuan penduduk menjadi korban. Banyak di antaranya menjadi cacat sepanjang sisa umurnya dan banyak pula yang meninggal. Saat ada gangguan pada PLTS-insinerator, dapat terbentuk dioksin dalam kadar tinggi. Risiko ini tidak boleh diabaikan. Ilmu pengelolaan risiko telah berkembang pesat.

Itulah hal-hal yang saya pertanyakan. Terserah masyarakat menilai apakah informasi saya itu relevan dan berguna untuk pengambilan keputusan. Ataukah itu tidak relevan dan merupakan "sampah", bahkan merupakan disinformasi yang menyesatkan? Ada anggota DPRD yang menyatakan, "Kalau begini caranya semua akan mengikuti pendapat Pak Otto". Dia mengusulkan agar dialog dihentikan dengan dalih kurang persiapan. Jadi, dia ingin agar para pakar dipersiapkan dulu untuk memberikan informasi yang sesuai dengan keinginan mereka. Cara interupsinya pun kasar, tidak sesuai dengan nilai sopan santun urang Sunda. Di antara para tamu yang mereka undang ada yang sudah berumur 82 tahun dan tidak diperlakukan sebagai tamu, tetapi diberangus. Mereka merasa berkuasa untuk membatasi kebebasan berpendapat warga kota sesuai dengan keinginan mereka.

Sungguh berbeda dengan pengalaman saya di DPR dan DPRD Jawa Barat. Ini juga berbeda dengan parlemen di luar negeri sewaktu saya diundang bertemu wicara. Pertanyaan dan sanggahannya tajam, tetapi serba sopan dan berlandasan kaidah ilmiah. Saya belajar dari mereka, mereka pun belajar dari saya.

Itulah dialog demokrasi sejati. Sangat berbeda dengan "dialog" demokrasi ala DPRD Kota Bandung. Para anggota tidak bisa menerima pendapat lain. Sebuah potret menyedihkan dari DPRD kota yang kita cintai ini.

Semoga Allah SWT memberikan taufik dan hidayah-Nya agar para anggota DPRD dapat berlaku sebagai layaknya urang Sunda, yaitu berdemokrasi dengan baik dan menempatkan kepentingan rakyat di atas kepentingan pribadi, golongan, dan partainya. Semoga mereka tidak alpa karena kekuasaan. Amin. OTTO SOEMARWOTO Bandung (dikutip dari kolom surat pembaca kompas;26 Desember 2007)

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun