[caption id="attachment_107347" align="aligncenter" width="300" caption="ilustrasi Citarum oleh Tita Larasati"][/caption] Sebagaimana kisah cinta lainnya yang begitu unik dan spesifik. Kisah cinta Citarum tidak bisa disamakan dengan kisah Jokowi pada Bengawan Solo. Tidak bisa disamakan dengan kisah cinta Romo Mangun pada Kali Code, bahkan kisah cinta Ayi Vivananda pada sejumlah sungai di Bandung. Kisah Citarum adalah kisah seorang ibu yang selalu memberi tanpa mengharap. Airnya mengairi sejumlah sawah, sejumlah tambak .Memberi penghidupan kepada begitu banyak penghidupan penduduk Jawa Barat yang mencapai total 20 % dari total penduduk Indonesia dan juga penduduk DKI Jakarta. Dalam bentuk air bersih dan listrik. Ketika anak-anaknya mendurhakai si ibu dengan melempar kotoran manusia, kotoran hewan, limbah rumah sakit, limbah B 3 dan trilyunan plastik yang entah kapan akan terurai, apalah daya si ibu? Apakah si ibu  harus direstorasi dengan dana sekian trilyun rupiah ? Bukankah anak-anaknyalah yang harus bebenah? Berhenti melempari ibunya dengan kotoran. Mengembalikan daerah aliran sungai (DAS) sesuai fungsinya. Menanami kembali daerah hulu dan mengembalikan hutan dengan keanekaragaman hayatinya. Pemerintah daerah setempat yang menjalankan regulasi dengan konsisten dan konsekuen dengan tidak menerbitkan IMB pada kawasan peresapan air. Fisik ibu yang rusak tak mungkin diperbaiki apabila perilaku anaknya tetap sama. Karena itu dapat dimaklumi apabila Kuntoro Mangkusubroto mundur dari jabatan Ketua Masyarakat Cinta Citarum semenjak Mei 2010, walau beralasan sibuk sebagai Ketua Satgas dan Ketua UKP4), Kuntoro tahu penyelesaian masalah Citarum terlalu kompleks. Menyangkut multidisiplin ilmu. Memerlukan team solid dan terintegrasi. Bahu membahu dengan Kepala Daerah yang mempunyai otoritas dari hulu setiap anak. Kepala Daerah yang peduli bahwa masalah anak dan sang ibu sungai harus dikerjakan konsisten, terus menerus dan berkelanjutan. Kepala Daerah yang tidak saling melempar tanggung jawab. [caption id="" align="alignnone" width="604" caption="Kawasan Bandung Utara, harusnya menjadi daerah resapan air"][/caption] sumber gambar : disini Pendekatannyapun tidak sama. Karena itu kedatangan para ahli seperti Jenna Cavelle, founder of Peak Water, California USA, akan percuma. Ibarat dokter dia hanya memeriksa, menganalisis dan berusaha mengobati si ibu. Padahal anak-anaknyapun sakit. Dan anak-anaknya perlu perhatian ekstra. Mereka  bukanlah sekedar si nakal yang harus masuk panti rehabilitasi. Mereka berkarakter khusus. Perlu pendekatan kultur budaya yang berbeda. Pendekatan untuk si Ciliwung jelas tidak sama dengan si Cikapundung dan si Cisadane. Banjir di Kabupaten Bandung dan banjir di Jakarta mempunyai perbedaan resep obat. Kabupaten Bandung dihuni penduduk asli Jawa Barat sedangkan penduduk sepanjang si Ciliwung adalah masyarakat urban yang terpaksa membangun di bantaran sungai. Harus diberikan opsi penataan ulang, karena sungguhlah berbahaya menyodet sungai Citarum. Sama berbahayanya dengan membiarkan bangunan liar berpondasikan tupak di sepanjang sungai. Pembiaran yang dipelihara karena penduduk merasa berhak sesudah membayar sejumlah uang pada aparat. Walau ada benang merah permasalahan. Di daerah urban maupun bukan, kawasan daerah aliran sungai (DAS) umumnya curam sehingga sampah rumah tangga sulit terangkut padahal sampah rumah tangga abad millennium mengandung banyak sampah yang sulit membusuk hingga beratus tahun kemudian. Pengawasan terhadap Instalansi Pengolahan Air Limbah (IPAL) pun minim. Apalagi pembuangan limbah rumah tangga seperti bekas deterjen sehingga diduga kuat masih terkandung dalam air minum yang dialirkan PDAM. [caption id="" align="aligncenter" width="485" caption="Sewenang-wenang Membuang Air Limbah ke Sungai Citarum"]
[caption id="attachment_107349" align="aligncenter" width="500" caption="ilustrasi Sungai Citarum oleh Tita Larasati"][/caption]
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H