Meledaknya reaktor nuklir I unit 1 di Fukushima Jepang patut menjadi perhatian karena Indonesia mencantumkan Nuklir sebagai Bauran Energi 2025.  Padahal gempa  pada tanggal 11 Maret di Jepang "hanya" berkekuatan 8,9 skala Richter  berada di urutan ketujuh dibawah Sumatera pada tanggal 26 Desember 2004 yang berkekuatan 9,1 skala Richter dan menempati urutan ke tiga gempa terbesar di dunia. Chief Secretary of Senior Network, Atomic Energy of Japan, Akira Kaneuji dalam seminar "Prospect of Nuclear Electrict Power In Indonesia" pada 18 maret 2010 di BPPT, Jakarta, mengemukakan Jepang telah berpengalaman selama 50 tahun , mempunyai 57 PLTN yang memasok sepertiga kebutuhan listrik negara.  Sistem Instrumentation and Contol (I & C) nya selalu diperbaharui dan ditingkatkan untuk menjamin keamanan dan keselamatan . Sehingga masyarakat tidak perlu khawatir akan akibat fatal seperti kejadian di Chernobyl 25 tahun yang lalu dan Three Mile Island pada tahun 1979 Lapisan Pertahanan Berbeda dengan PLTU dimana hasil pembakaran fosil  dilepaskan secara langsung ke lingkungan. Pada Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN)  seluruh hasil pembelahan inti yang bersifat radioaktif akan tetap tersimpan dalam kelongsong bahan bakar nuklir. Multiple barriers dalam PLTN mencegah agar bahan fisi tetap tersimpan. Beberapa lapis pertahanan yaitu : Lapis Pertama adalah matriks bahan bakar nuklir berupa pellet/ peluru UO2 berukuran tinggi sekitar 6,75 mm dan diameter 4,13 mm, ditumpuk dalam kelongsong sehingga mencapai tinggi 400 cm. Secara fisik, hasil belahan akan tersimpan dalam matriks bahan bakar berupa keramik UO2. Lapisan kedua adalah kelongsong bahan bakar yang biasanya terbuat dari Zirconium Alloy, bahan yang kuat namun tidak bersifat menyerap neutron, demi ekonomi neutron. Lapis ketiga adalah system primer yang tertutup dan berada dalam sungkup atau container dalam PLTN. Lapis keempat adalah bejana tekan atau pressure vessel setebal sekitar 20 cm,, dimana ditempatkan seluruh teras reaktor, system pendingin dan pengambil panas dari reaktor. Lapis kelima adalah pengungkung atau containment yaitu kubah beton yang diperkuat oleh stainless steel dengan tebal sekitar  2 meter. Kejadian di Chernobyl dan Three Mile Island (TMI) pada dasarnya sama yaitu terjadi pelelehan teras reaktor karena kesalahan operasi/operator. Namun berbeda dengan TMI, reaktor Chernobyl tidak menggunakan pengungkung sehingga bahan fisi yang bersifat radioaktif keluar ke lingkungan. Untuk dapat menjamin bahwa kelima lapis tersebutberfungsi dengan baik setiap saat, maka diberlakukan 3 tingkat keselamatan untuk pengamanan yaitu : Keselamatan Tingkat Pertama adalah desain keselamatan yang tinggi, kualitas desain, konstruksi, operasi dan perawatan yang prima. Diperkuat dengan redundansi, inspeksi dan pengawasan terhadap kualitas operasi dan perawatan PLTN. Keselamatan Tingkat Dua : Apabila terjadi kelainan dalam reaktor dan system pendingin maka system instrumentasi dan kontrol akan menghentikan operasi reaktor jika diperlukan. Begitu pula jika system kelistrikan terganggu, maka terdapat 3 generator diesel darurat dan system baterei redundant sebanyak 3 unit yang berfungsi untuk menjalankan system, baik system pendingin darurat, system instrumentasi dan kontrol reaktor. Keselamatan Tingkat Ketiga : Selain antisipasi semua insiden/ kegagalan masih terdapat suatu rancangan skenario insiden yang parah atau disebut juga hypothetical accident atau Design Basis Accident (DBA). Contohnya kecelakaan Loss of Coolant Accident (LOCA), dimana air pendingin bocor karena pecahnya pipa utama, maka 3 sistem pendingin darurat harus siap untuk mendinginkan teras reaktor agar tidak terjadi pelelehan teras. Peran Komputer Pada awal operasi PLTN, komputer hanya membantu sebagai pencatat semua kejadian yang berkaitan dengan alarm yaitu waktu, data dan tindakan apa yang dilakukan. Dengan bertambah majunya teknologi komputer juga dimanfaatkan sebagai pembantu proses kendali PLTN dan sebagai system proteksi. Selain itu peran komputer bertambah yaitu mencakup administrasi , program perawatan , jadwal inspeksi dan penggantian komponen, inventory dari spare parts, program penggantian bahan bakar hingga manajemen keadaan darurat selama dan pasca kecelakaan PLTN. Analisis Sementara Ledakan PLTN Fukushima I unit 1 Fukushima I unit 1 adalah PLTN bertipe BWR (Boiling Water Reactor) dengan daya listrik sebesar 460 MW (daya termal 1553 MW, dengan asumsi efisiensi termal 30 %). Dibangun akhir tahun 1960-an dan mulai beroperasi tahun 1970. Berdasarkan press conference yang diadakan oleh pemerintah Jepang,  Dr. Alexander Agung, ST.,M.Sc (staff pengajar Tehnik Fisika UGM ) melakukan analisis sementara sebagai berikut :
- Tidak ada core melt.
- Sistem pengungkung berfungsi, mengingat ledakan yang terjadi tidak mengganggu fungsi dan struktur pengungkung.
- Mengingat peristiwa ini berlangsung sekitar 1 hari setelah gempa, maka panas peluruhan telah berkurang dari 7% menjadi 0,5% atau sekitar 7,5 MW.
- Pelepasan radioaktivitas ke lingkungan sangat minimal karena pengungkung masih utuh dan hydrogen explosion terjadi di ruangan antara pengungkung dan bangunan reactor
- Sistem proteksi berfungsi, terbukti reaktor padam ketika gempa terjadi.
- Sistem RHR juga berfungsi, sampai dengan 1 jam ketika tsunami melanda. Panas peluruhan telah turun menjadi 2% atau 31 MW. Kejadian ini dapat dihindari seandainya sistem RHR menggunakan sistem PASIF, yang artinya untuk mendinginkan reaktor tidak lagi mengandalkan pompa, melainkan dengan memanfaatkan perpindahan panas konveksi alami. Dengan demikian, seandainya benar-benar terjadi station blackout, maka proses pendinginan tetap berlangsung. PLTN-PLTN generasi baru (gen III, dst) yang akan dibangun di beberapa negara (termasuk Indonesia) sudah menggunakan sistem pasif ini.
Dengan demikian aspek 3C (Control, Cool dan Contain) tetap berfungsi, meskipun dalam kondisi gempa yang parah. Akibatnya pelepasan radioaktivitas ke lingkungan adalah minimal. Apakah tragedy meledaknya reactor nuklir di Fukushima I unit 1 menyurutkan langkah Indonesia ? Sebagaimana diketahui perkembangan terakhir dari rencana pembangunan PLTN Indonesia  sesuai dengan UU Nomor 17 Tahun 2007 tentang bauran energy 2025 menurut Kepala BATAN Hudi Hastowo  sudah sampai pada tahap persiapan pembangunan. Pembangunan PLTN melalui tiga tahap evaluasi. diantaranya evaluasi Pengusulan rencana pembangunan sesuai program nasional;  Persiapan dari pembangunan dan kebijakan-kebijakan yang mendukung; Pembangunan dan operasi. Selama ini , untuk pengusulan, persiapan dan pelaksanaan Indonesia menjadikan PLTN Jepang sebagai pedoman konsep prinsip pertahanan bertingkat (PPB) mengingat kedua Negara termasuk daerah rawan gempa. Adapun kriteria perizinan PLTN di Jepang adalah sebagai berikut :
- PLTN harus dirancang sedemikian sehingga dosis radiasi dari personil reaktor dan masyarakat diluar PLTN tidak akan menerima dosis radiasi yang melampaui batas yang ditentukan alias aman, baik dalam kondisi operasi normal maupun tidak normal/kecelakaan.
- PPB menjadi menjadi prinsip utama dengan cara merancang system I&C Â yang handal, dan teruji mendekati kondisi nyata.
- Keselamatan instalansi PLTN harus dipertahankan, meskipun terdapat gempa bumi dan banjir yang melanda.
- Secara keseluruhan Mean Time Between Failure dari system I&C harus mencapai sasaran untuk waktu lebih dari 100 tahun
- Persyaratan seismik atau gempa dan kondisi lingkungan dirancang sehingga gempa tidak akan mengganggu atau menurunkan tingkat keselamatan PLTN. Seluruh system, struktur, dan komponen harus tetap utuh, dan berfungsi secara normal. Perkiraan gempa terbesar di daerah tapak reaktor merupakan dasar untuk merancang struktur, system dan komponen PLTN.
Mungkin ada baiknya menyimak kolumnis masalah nuklir, Terry Macalister yang menulis bahwa kejadian di Fukushima tidak akan menimbulkan efek seperti peristiwa  Chernobyl, walaupun pemerintahan Jepang begitu tertutup dalam memberikan informasi soal reaktor nuklirnya. "Saya pernah bicara dengan insinyur nuklir asal Inggris yang baru-baru ini mengunjungi reaktor nuklir Jepang. Dia mengatakan, bangunan di Fukushima didirikan pada akhir 1960 an , mulai beroperasi  1970 dan bangunannya bukan tipe yang tahan gempa. Tahun lalu sekitar bulan Juni pernah terjadi ledakan di Fukushima. Jadi soal ledakan ini bukan sesuatu yang baru, "ujar Terry. [caption id="" align="alignnone" width="717" caption="Ilustrasi PLTN Fukushima I unit 1 (sumber : Tehnik Fisika UGM)"][/caption] Sumber data : Bakri Arbie, Mantan Kepala Pusat Reaktor serba Guna Siwabessy Batan Majalah Energi , edisi Februari 2011 Pikiran Rakyat, 13 Maret 2011 Tehnik Fisika UGM Yogyakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H