Mohon tunggu...
Maria G Soemitro
Maria G Soemitro Mohon Tunggu... Freelancer - Volunteer Zero Waste Cities

Kompasianer of The Year 2012; Founder #KaisaIndonesia; Member #DPKLTS ; #BJBS (Bandung Juara Bebas Sampah) http://www.maria-g-soemitro.com/

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Wajah Bandung yang Cantik, Ternyata Berlubang Didalamnya

18 Januari 2011   17:39 Diperbarui: 26 Juni 2015   09:26 725
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption id="attachment_85400" align="aligncenter" width="300" caption="Jembatan Pasupati "][/caption] dok.disini

Setiap kita memasuki kota Bandung dari arah barat, pastilah di sambut “teras pekarangan” kota Bandung yang dinamai Jembatan Pasupati. Jembatan ini menghubungkan jalan Terusan Pasteur (Dr junjunan) dan jalan Surapati, hingga dinamakan Jembatan Pasupati.

Jembatan sepanjang 2,8 km dan lebar 30-60 meter ini dibangun dengan menggunakan konstruksi cable-stayed dengan tujuan mengatasi masalah kemacetan Bandung Utara.

Jembatan tersebut diuji coba pada tanggal 26 juni 2005 dan diresmikan pada tanggal 11 Juli 2005 , tapi sayang diakhir tahun 2010 renggang 20 cm , apa pasal ?

Kemacetan yang diiakibatkan pasar kaget Gasibu, lah yang dituding menjadi biang keroknya. Pasar kaget yang berlangsung setiap Minggu pagi tersebut berhadapan langsung dengan aliran kendaraan dari arah barat dan sayangnya atau sialnya, sebelah utara jembatan Pasupati adalah jalan Dago yang menjadi area Dago Car Free Day di setiap Minggu pagi juga.

Bisa dibayangkan kekacauan yang terjadi akibat kebijaksanaan tumpah tindih mengakibatkan banyak kendaraan tertahan lama di jembatan Gasibu dan rengganglah sambungan jembatan Pasupati

[caption id="" align="alignnone" width="768" caption="FHB di Dago Car Free Day"]

FHB di Dago Car Free Day
FHB di Dago Car Free Day
[/caption] dok. disini

Sebetulnya apa yang terjadi sehingga pendatang dari arah barat disuguhi pasar kaget yang pastinya liar dan tak berijin?

Lapangan Gasibu yang berlokasi diantara jalan Surapati dan jalan Diponegoro, depan Gedung Sate dan Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat mempunyai luas sekitar 18.000 m2. Merupakan milik Pemerintah Provinsi Jawa barat karenanya termasuk dalam kompleks perencanaan pembangunan. Pada jaman Belanda lapangan ini dinamakan Wihelmina Plein. Tetapi masyarakat lebih mengenalnya dengan lapangan Gasibu, mungkin karena terdapat gazeebo di sisi utara dan selatan. Walau sekarang gazeebo yang tersisa hanya di sebelah utara. Lapangan ini sempat berganti nama menjadi lapangan Diponegoro seiring bergantinya nama jalan di depan Gedung Sate yang dulu bernama Wilhelminaboulevard.

[caption id="attachment_85403" align="alignleft" width="300" caption="Lapangan Gasibu "]

12953684201943087183
12953684201943087183
[/caption]

Tapi ada versi lain, nama Gasibu merupakan kependekan dari Gabungan Sepak Bola Indonesia Bandung Utara. Karena pada tahun 1955, klub-klub sepak bola masyarakat Bandung Utara meminta ijin untuk menggunakan lapangan Diponegoro yang kala itu masih berupa semak belukar untuk menjadi tempat latihan dan menggelar pertandingan.

Sebagai ruang terbuka yang letaknya strategis, lapangan Gasibu digunakan untuk berbagai aktivitas : upacara kenegaraan, perayaan hari keagamaan, pameran-pameran yang rutin diselenggarakan oleh pemerintah hingga pertunjukan musik.

[caption id="" align="alignnone" width="400" caption="Sholat Ied di lapangan Gasibu"][/caption] sumber foto : disini

[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="Pasar kaget Gasibu"]

Pasar kaget Gasibu
Pasar kaget Gasibu
[/caption] sumber foto : disini

Akibat makin sempitnya lahan, lapangan Gasibu juga menjadi tempat yang dituju warga untuk berolah raga setiap pagi hari, dan puncaknya setiap Minggu pagi.

Dan bagai lalat mengerumuni buah, atau semut mengerubuti gula, mulailah berdatangan para penjual kaki lima. Dimulai penjual makanan seperti : bubur ayam, lontong kari, mie bakso dan nasi timbel. Sehingga sering menjadi olok-olok bagi penggiat atau penikmat olah raga di sekitar lapangan Gasibu karena seusai berolah raga mereka akan menyantap berbagai jajanan yang dengan mudah dijumpai sekitar lapangan Gasibu.

Sayang pertumbuhan pedagang kaki lima makin lama makin tak terkendali, dimulai pedagangyang berjualan baju, sepatu dan assesories. Berkembang menjadi pedagang furniture, kasur, gorden, sayur mayur hingga .......sepeda motor !

[caption id="" align="alignnone" width="500" caption="Gedung Sate"]

Gedung Sate
Gedung Sate
[/caption] sumber foto : disini

Nampaknya pemerintah kota melakukan pembiaran karena keberadaan pedagang kaki lima ini sangat meresahkan. Mengakibatkan macet total di sepanjang jalan Surapati, jalan Sentot Alisyahbana dan jalan Diponegoro. Sehingga kendaraan dari arah timur yang hendak ke barat harus berputar arah ke utara atau ke selatan dulu. Demikian juga sebaliknya. Hal tersebut bertambah parah dengan adanya Dago Car Free Day yang menutup akses jalan dari arah utara ke area sekitar pasar Gasibu. Kemacetan total biasanya terjadi dari pukul 06.00 pagi hingga pukul 12.00 siang.

Tak dapat dipungkiri, adanya “pasar kaget” Gasibu sangat berarti bagi sekitar 4200 pedagang kaki lima yang berjualan disitu (termasuk bagi “penarik retribusi gelap” ^_^ ), maklumlah perputaran uang disetiap hari Minggu mencapai puluhan milyar rupiah. Tapi akibatnya sungguh tidak sebanding. Banyaknya kendaraan yang macet menunggu aliran kendaraan terurai mengakibatkan pencemaran udara. Sungguh ironis, karena masih banyak masyarakat yang datang kesana untuk olah raga, sekalian belanja dan jajan.

[caption id="attachment_85430" align="alignleft" width="300" caption="sampah yang ditinggalkan PKL Gasibu (doc. Maria Hardayanto)"]

1295371176966336735
1295371176966336735
[/caption]

Sampah yang ditinggalkan para pedagang yang merasa sudah membayar retribusi juga menimbulkan masalah sendiri. Mencapai 10-15 meter kubik berceceran sepanjang jalan Surapati, jalan Sentot Alisyahbana dan jalan Diponegoro (area sekitar Gedung Sate).  Meninggalkan jejak Bandung yang kumuh, jorok dan terkesan tidak dipedulikan.

Hingga terjadilah prahara renggangnya sambungan jembangan Pasupati, tak kurang walikota dan wakil walikota serta sekda Bandung memberi ultimatum agar para pedagang kaki lima ditertibkan dan seperti biasanya penolakan terjadi. Walaupun umumnya para pedagang tersebut mempunyai lapak sendiri. Sehari-harinya mereka menjual dagangan di lapak tetap mereka di pasar Kosambi, pasar Cihaur geulis, pasar Baru dan pasar Gedebage.

Sekarang mereka menuntut mendapat lahan tetap di sekitar Lapangan Gasibu. Sesuatu yang tidak mungkin, karena area sekitar lapangan Gasibu merupakan kawasan perumahan elite yang pastinya akan gusar apabila daerahnya berubah menjadi pasar tradisional yang “mempunyai image jorok”

[caption id="attachment_85409" align="alignleft" width="300" caption="Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat "]

1295369341229851819
1295369341229851819
[/caption]

Lebih aneh lagi ketika mereka meminta lahan di Monumen Perjuangan Rakyat Jawa Barat milik Dinas Pariwisata dan Kebudayaan (Disparbud) Provinsi Jawa Barat. Karena di Monumen tersebut, selain terdapat museum penanda perjuangan rakyat Jawa Barat juga sering diadakan acara yang berkaitan dengan Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat.

Memang sebaiknya membersihkan debu ketika masih berwujud selaput tipis, karena sesudah menjadi lapisan tebal akan sulit menghapusnya. Dibutuhkan banyak tenaga, waktu, uang dan alat pembersih yang canggih.

Jadi mengapa ketika PKL masih belum sebanyak sekarang, pemkot Bandung terkesan cuek ? Jawabnya ada pada pemangku kepentingan ∞

Sumber data :

Pikiran Rakyat, 16 Januari 2011

http://www.klik-galamedia.com/indexnews.php?wartakode=20110115122040&idkolom=tatarbandung

[caption id="attachment_85419" align="aligncenter" width="300" caption="Plasa Gedung Sate "]

1295369810807060413
1295369810807060413
[/caption]

Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun