[caption id="attachment_292741" align="aligncenter" width="499" caption="Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo (KOMPAS IMAGES/DHONI SETIAWAN)"][/caption]
Maaf, karena aku tak mau mendiskreditkan seorang pejabat
Maaf, karena aku percaya tugas anda buanyaaaakkkkk sekaliiiiii….
Maaf, karena aku hanya ibu rumah tangga yang tidak tahu masalah regulasi
Maaf, karena aku hanya tahu tentang menentukan pilihan
Maka ketika kupilih menjadi istri dan kemudian ibu rumah tangga
Tak cukup dua tangan dan dua kaki
untuk belanja ke pasar, memasak dan mencuci piring
Menyapu, mengepel, menyuci baju, menyetrika, menggendong dan menyuapi anak
Hingga mengajari anak belajar berbagai hal.
Tapi ……
Ketika baju kemeja kantor suami terlupa disetrika
Ketika masakan terlalu asin atau terlalu matang
Prestasi belajar anak menurun hingga hampir tidak naik kelas
Apakah ada yang mau mendengar argumentasi
Bahwa aku sibuk…..sibuk ….. sibuk……..
Bahwa pekerjaanku banyak sekali
Bahwa pekerjaanku bukan hanya menjahit, memasak dan mengajari anak
Bahwa aku bingung menentukan prioritas
Ah , semua alasan akan tertiup angin pembawa debu
Karena tanggung jawab itu sudah kupilih
Tanpa kampanye, tanpa janji-janji
Karena pasti ada konsekuensi logis dari suatu pilihan
Jadi ketika suatu malam Najwa Shihab mewawancarai seorang pejabat
Yang kebetulan ahli tata ruang kota lulusan luar negeri
Tentang janjinya mengurangi banjir ibukota
Tentang Trans Jakarta, MRT dan Megapolitan
Kuterperangah karena regulasi disalahkan
Kuterperangah sewaktu dia berkata bahwa urusannya bukan hanya itu
Kuterperangah melihat begitu emosinya dia
Ah , Bapak yang terhormat
Bukankah bapak yang memilih menjadi pemimpin kota metropolitan ?
Bukankah Bapak yang menjanjikan solusi banjir ?
Bukankah Bapak yang menjanjikan kemacetan akan terurai ?
Bukankah Bapak yang menjanjikan keberpihakan pada warga ?
Jadi ketika Bapak tidak mampu menepati janji
Bahkan data kemajuanpun tidak sanggup Bapak berikan
Bukankah semua konsekuensi harus bapak hadapi ?
Bukankah sindiran, makian dan hinaan harus Bapak terima ?
Dengan tersenyum khas
Persis seperti ketika Bapak berkampanye
Manis,
seolah begitu terpilih Bapak akan menyelesaikan semua masalah
Ajaib bak kerja Santa Claus
yang kinipun tak dipercaya anak kecil
Penutup
Sebagai pejabat bukankah Bapak punya kuasa ?
Mengapa tidak Bapak terbitkan perda yang berhubungan langsung dengan kekacauan ini ?
Contoh atasi banjir termudah ?
Setiap warga yang mempunyai lahan harus membuat sumur resapan
Yang tidak punya lahan , cukup biopori, atau kompensasi dengan lahan kosong lain
Sebetulnya masalah akan terurai
Sebetulnya kening Bapak tidak usah mengerut makin dalam
Apabila Bapak pikir harus mengerjakan semua sendiri
Tanpa mengajak masyarakat turut serta
Hayolah Pak,
bersama kita bisa kata atasan Bapak
yes, we can ............. kata bekas warga Bapak !
Setuju ?
Bapak perlu saran lain ?
Maaf , saya simpan untuk pengganti Bapak yaaaaaaaa.........
[caption id="attachment_291553" align="aligncenter" width="500" caption="www.inilah.com"][/caption]