Sesudah dilanda lautan sampah, dibanjiri banyak pendatang yang berdampak dengan bertambahnya produksi sampah, Bandung seperti tertatih tatih dalam membenahi lingkungan hidupnya.
Bahkan Asisten deputi Bidang Urusan Pengendalian Pencemaran Limbah Domestik dan Usaha Skala Kecil Kementerian Lingkungan Hidup, Tri Bangun Sony menyebutkan bahwa hanya Walikota Bandung, Dada Rosada dan Wakil Walikota Bandung, Ayi Vivananda yang berambisi menghijaukan Bandung dengan penghargaan Adipura sebagai puncak prestasinya. Sedangkan jajaran pejabat dibawahnya dan masyarakat Bandung tidak tertarik.
Pendapat yang tidak sepenuhnya benar karena masyarakat Bandung mungkin tidak peduli penghargaan Adipura, tapi peduli akan lingkungan hidup yang sehat.
Karena itu beberapa komunitas peduli lingkungan hidup bersama dengan instansi terkait membentuk Forum Hijau Bandung (FHB) dan menggelar pertemuan rutin 2 minggu sekali. FHB kini sedang menyusun Peta Hijau bertemakan persampahan.
Bandung juga menyelenggarakan “Car Free Day” di setiap hari Minggu dengan menutup jalan Dago.Selama beberapa jam penduduk Bandung bisa berolahraga bersama di sepanjang jalan penuh legenda itu tanpa harus berebut tempat dengan kendaraan bermotor
Selain itu ada program tahunan “Bandung Green and Clean” yang melibatkan 100 RW (Rukun Warga) di tahun 2009 dan 200 RW pada tahun 2010. Kesemua RW mendapat pelatihan 3 R (Reduce, Reuse, Recycle) untuk diaplikasikan pada daerahnya sesuai kemampuan masing masing. Secara periodik ke 200 RW mendapat penilaian, untuk disaring menjadi 100 RW hingga akhirnya terpilih 5 RW terbaik.
[caption id="attachment_267302" align="alignleft" width="300" caption="memasuki area pameran (2010,Maria Hardayanto)"][/caption]
Terlalu muluk apabila dikatakan puncak tetapi berhubung Bandung mencapai usia yang ke 200 pada tanggal 25 September 2010, Bandung menyelenggarakan Pameran Eco-creative dari tanggal 21 September – 22 September 2010.
Pameran Eco-creative diselenggarakan atas kerja sama Bapeda (Badan Perencana Pembangunan Daerah) kota Bandung, PPSDAL (Pusat Penelitian Sumber Daya Alam dan Lingkungan) Universitas Padjadjaran, HIMA-SEP (Himpunan Mahasiswa Studi Ekonomi Pembangunan) Universitas Padjadjaran, dan FHB (Forum Hijau Bandung), tetapi data terbanyak didapat dari penyelenggara Bandung Green and Clean yaitu LPTT (Lembaga
[caption id="attachment_267311" align="alignleft" width="300" caption="green school SMKN7 (2010,Maria Hardayanto)"][/caption]
Penerapan Teknologi Tepat). Karena merekalah yang banyak mengetahui situasi kota Bandung. Daerah daerah mana yang sudah mulai peduli lingkungan dan mulai menyobanya.
Untuk sementara memang baru pada tahap menyoba karena untuk menerapkan 3 R (Reduce, Reuse dan Recycle) secara utuh harus mendapat dukungan banyak pihak. Banyak kasus terjadi masyarakat berhenti memilah sampah hanya dikarenakan kompos hasil pemilahan sampah organik tidak ada yang membeli.
Selama paradigma arus materi tidak berubah, masalah tidak akan pernah menemukan solusi. Khusus untuk contoh diatas harusnya penduduk membudidayakan tanaman hias atau tanaman obat yang mendapat asupan kompos. Hasil budi daya tanaman itulah yang dijual dengan memanfaatkan jasa penjual keliling.
Pameran Eco-creative : Menuju Kota Bandung Sebagai Eco-town menampilkan batas pemahaman itu. Ada 40 stand yang mengisi, 11 diantaranya adalah stand RW yang dianggap berhasil menata lingkungannya. Kemudian ada 4 stand sekolah SMP dan SMA yang pernah berhasil meraih prestasi dalam lingkungan hidup.
Isi setiap stand hampir sama, foto bersama membuat kompos, Jumsih (Jumat Bersih) dimana pejabat desa sedang menyapu bersama warganya, atau Kepala Sekolah sedang membersihkan dedaunan dengan para murid, menanam pohon, kemudian ada lagi foto bersama sedang membuat kerajinan daur ulang kemasan plastik bekas. Semua foto itu tentu dilengkapi dengan pepohonan dalam pot, hasil kerajinan plastik, kotak takakura (tempat mengompos sampah organik di dalam rumah) dan alat lubang bor biopori.
[caption id="attachment_267316" align="alignleft" width="300" caption="Rase FM dan pameran Eco-creative (2010, Maria Hardayanto)"][/caption]
Tetapi silakan mengunjungi RT atau RW tersebut diluar pameran. Adakah hasil pengomposannya ? atau untuk apakah hasil pengomposannya ? Masih berlanjutkah ? Bagaimana hasil penjualan recycle plastik ? Kemana menjual produk recycle tersebut ? Jawabnya pasti tidak memuaskan bahkan jangan heran apabila mendapati kenyataan bahwa produk recycle tersebut hanya menjadi pajangan dikantor pejabat desa setempat, menunggu untuk dipamerkan pada kegiatan berikutnya. Padahal sampah tidak mengenal kata menunggu, dia akan terus diproduksi hingga menumpuk dan diangkut pergi sehingga pelatihan hanyalah sekedar kata tanpa implementasi.
Beruntung ada kelompok kelompok kecil masyarakat yang berjuang sendirian mengolah limbah rumah tangga. Beberapa stand menarik yang diisi individu individu peduli lingkungan adalah :
1.Yayasan Kaisa : terdiri dari penyandang cacat (difabel) dan anak anak SLB yang mendaur ulang kain bekas potongan penjahit, bekas kemasan plastik dan sedotan.
2.Hesqiva dan Sofia Glass Painting :merecycle bekas botol saus, minuman kesehatan dan lain lain dengan cara membersihkan, memberi warna dan melukisnya.
3.Rumah Takakura : khusus menyediakan takakura bagi keluarga keluarga yang ingin mengompos sampah organic sendiri dirumah tapi enggan / tidak tahu caranya.
4.Fittrop : merecycle pecahan kaca menjadi hasil karya artistic seperti candi Borobudur, Jam Gadang, pot bunga dan masih banyak lagi.
5.Senikir : merecycle plat bekas kendaraan bermotor menjadi beraneka ragam prototype kendaraan bermotor.
6.Banana paper : merecycle kertas bekas menjadi kotak kado, kartu nama, surat undangan dan lain sebagainya.
7.Arcy : merecycle bekas kemasan pasta gigi dan kosmetik menjadi tas, tempat tissue, gantungan kunci dan lain lain.
[caption id="attachment_267322" align="alignleft" width="300" caption="kunjungan Ibu Nani Rosada ke stand p. Bambang (2010, Maria Hardayanto)"][/caption]
8.Bapak Bambang Sudiarto memraktekkan dan memamerkan bahwa rantai makanan bisa kita kelola dengan variatif, asal kita mau kreatif, dari sampah organic untuk makanan cacing, hasil budi daya cacing adalah pakan ikan dan kompos hingga kompos yang diolah untuk pengganti zeolit yang menjadi alas kucing peliharaan.
Selain individu individu diatas, ada pula perwakilan DEKRANASDA Jabar, PPSDAL, BPLHD, Pokja Sanitasi dan perusahaan perusahaan yang telah menerapkan kepedulian lingkungan seperti PT Tetra Pack, PT PPLI, PT Multi Mandiri, PT Indo Toray, PT Micro Wing dan tentu saja perwakilan LSM peduli lingkungan hidup Bandung yaitu Forum Hijau Bandung.
[caption id="attachment_267367" align="alignleft" width="268" caption="Hima SEP Unpad, panitia iya, pelantun lagu juga iya (2010, Maria Hardayanto)"][/caption]
Untuk yang menyukai dan mulai peduli lingkungan , pameran ini merupakan moment terbaik karena banyak ilmu dapat diperoleh hanya di dalam area Balai Kota, jalan Wastukencana Bandung. Dari kelas pemula hingga tingkat mahir, semua ikut berpartisipasi. Sayang, panitia kurang berpromosi hingga pengunjung kebanyakan adalah anak sekolah yang mendapat tugas dari gurunya dan karyawan pemkot Bandung. Masyarakat awam justru tidak tahu. Padahal merekalah yang diharapkan dapat mengaplikasikan ilmu yang didapat di area pameran Eco-creative.
Panitia memang berkilah bahwa mereka pemain baru dalam penyelenggaraan pameran semacam ini. Tapi tujuan diadakan pameran harusnya dapat ditetapkan. Apakah sekedar menyenangkan Bapak Walikota bandung dan Menteri Negara Lingkungan Hidup, Gusti Muhamad Hatta yang kebetulan berkenan hadir ataukah masyarakat yang haus pengetahuan lingkungan ? Karena anggaran yang cukup besar menjadi tidak berarti apabila ketika pameran usai, belenggu masalah sampah masih saja membelit pemerintah kota Bandung.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H