Mohon tunggu...
Maria Fillieta Kusumantara
Maria Fillieta Kusumantara Mohon Tunggu... Administrasi - S1 Akuntansi Atma Jaya

Music Addict. Writer. Content creator

Selanjutnya

Tutup

Fiksiana

Seductive Affair #3

19 Juli 2015   18:23 Diperbarui: 19 Juli 2015   18:23 568
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Fiksiana. Sumber ilustrasi: PEXELS/Dzenina Lukac

Aku masuk ke mobilku untuk menuju ke kafe dekat kampus, Aranzi Cafe, tempat pertemuanku dengan Kak Inggrid setelah selesai perkuliahan. Aku dan Kak Inggrid sudah mengetahui kafe ini karena kami sering nongkrong di kafe ini. Aku terkejut ketika berada di dalam mobil hendak menyetir, aku melihat sebuah pistol di samping kursi supir, ingat bahwa Kak Jose yang meletakkannya dan langsung menelpon Kak Jose. “Iya, ada apa Kellin?”, tanyaku. “Kak, apa maksud kakak meletakkan pistol di mobilku? Apa kakak sudah gila? Aku bisa terkena masalah hukum”, bentak Kellin. “Ssshhh tenang dulu Kellin. Dia pasti tidak akan mengaku bahwa dia itu selingkuhan ayah. Padahal, kita sangat membutuhkan informasi itu. Di saat seperti itu, gunakan pistol itu untuk memaksanya mengaku. Tapi hati-hati jangan sampai orang lain melihatmu. Oke?”, terangku padanya santai. “Hmm, baiklah kak” Kellin menyalakan mesin dan melaju ke kafe itu. “Ini kafenya. Kak Inggrid pasti sudah menantiku”, kataku tersenyum.

                “Hai, Kellin”, sapa Kak Inggrid. Aku duduk di sampingnya segera memesan makananku, spagetti bolognaise dan Kak Inggrid memesan fish burger. Setelah pesanan kami tiba, “Kak, apa kakak mengenal Mr. Karl Jeremy Portmann?”, tanyaku pada Kak Inggrid. Kak Inggrid diam agak lama lalu menjawab, “Siapa dia?” “Dia ayahku”, jawabku singkat. “Hmm. Tidak. Aku tidak mengenalnya”, jawab Kak Inggrid. “Jangan berbohong kak. Aku mengetahui semua perbuatan kakak”, kataku ketus. “Perbuatan apa? Jangan sembarangan nuduh kamu”, jawab Kak Inggrid lalu berlari keluar dari kafe menuju ke parkiran. Aku mengejarnya. Mengetahui saat itu di parkiran sedang tidak ada orang, aku memanfaatkannya untuk memaksa Kak Inggrid mengakuinya. “Jangan bergerak!”, kataku mengacungkan pistol yang kuambil dari tasku. Kak Inggrid berbalik menghadapku. Aku mengarahkan pistolku ke pelipisnya. “Kellin, Kellin apa yang kau lakukan?”, kata Kak Inggrid takut. “Mengakulah sekarang kalau kau melakukan perselingkuhan dengan ayahku, kak. Kalau tidak, kau kutembak!”, kataku gusar. “hhhhh ya. Aku memang melakukan itu”, aku Kak Inggrid. “Ha bagus, akhirnya kau mengaku juga, kak. Jelaskan semuanya padaku. Bagaimana kau mengenal ayahku, menjalin hubungan dengannya, menarik perhatian ayahku hingga apa saja yang telah kau lakukan bersamanya”, bentakku. “hhh aku mengenal ayahmu sejak ayahmu menjadi narasumber seminar kewirausahaan yang diadakan oleh unit kegiatan mahasiswa yang aku ikuti. Setelah itu, kami mulai berkencan. Dari situlah, kami merasa bahwa kami saling tertarik dan mulai menjalin kasih. Karena aku sangat mencintai ayahmu, aku ingin memberikan penampilanku yang terbaik di depannya, terutama saat kami berkencan atau pergi bersama. Aku berpenampilan seksi untuk membuat ayahmu tertarik. Aku lalu mengajak ayahmu pergi berdua ke Pantai Florida untuk bersantai dan aku tak menyangka bahwa itu menjadi pertama kalinya aku bercinta dengannya sejak kami berpacaran sebelumnya kami hanya bergandengan tangan, makan atau menonton film bersama”, aku Kak Inggrid. “Hmm begitu. Dasar wanita penggoda”, bentakku lalu memukulnya. “Lalu, apa yang kau inginkan dai ayahku, heh!”, bentakku lagi. “Ehm aku...aku...”, kata Kak Inggrid terputus. “Apa? Katakan!”, bentakku semakin keras. “Aku senang mendapatkan perhatian luar biasa dari ayahmu dan aku senang ayahmu memberikan kepuasan saat hubungan dan aku bahagia ketika mengetahui diriku hamil setelah ia mengajakku bercinta kembali”, aku Kak Inggrid lalu disambut dengan tamparanku di mukanya. “Teganya kakak!”, bentakku. “Bagaimana hubungan kakak dengan pacar kakak terdahulu dan bagaimana dengan anak yang kakak lahirkan? Jangan menutupi ini dariku”, tanyaku dengan suara lantang. “Kakak sudah dua tahun putus dengan pacar kakak dan kemudian menjalin hubungan dengan ayahmu. Tentang anak kakak, setelah melahirkannya, kakak menyerahkannya pada panti asuhan karena kakak belum siap untuk mengurusnya begitu pula dengan pacar kakak karena waktu itu kakak dan pacar kakak baru lulus SMA dan masuk semester pertama kuliah”, jawab Kak Inggrid. Aku menurunkan pistol itu sambil menangis berlari menuju mobilku.

Aku memasukkan kamera pengintai dan pistol yang aku gunakan untuk merekam hasil introgasiku dengan Kak Inggrid ke dalam tasku. Aku menangis sejadinya mengetahui ini semua. Kak Inggrid tidak seperti Kak Inggrid yang dulu. Dia telah merusak keluargaku. Menghancurkan kebahagiaanku, ibuku dan kakakku. Aku benci padamu kak. Aku kembali menyetir mobil menuju rumah.

“Kellin, kau kenapa? Kenapa kau menangis seperti itu? Katakan pada kakak”, kataku usai Kellin pulang ke rumah. Setelah sampai di puncak tangga di lantai 2 aku kembali menanyakan padanya. Kellin berhenti dan berkata, “Kalau kakak mau tahu kenapa aku menangis, tontonlah video ini maka kakak akan tahu semuanya” sambil menyerahkan kamera pengintai itu kepadaku. Aku menerimanya dengan perasaan bingung. Kellin terus berlari menuju kamarnya. Terdengar ia membanting pintu kamarnya. “Aku harus menonton video ini. Ini jawaban dari segala rasa keingintahuanku tentang ayah”, kataku lalu berlari menuju kamarku untuk menyetel video itu. Ternyata benar dia adalah selingkuhan ayah. Dia pun telah mengakuinya. Aku kaget dengan cara adikku menggali informasi darinya. Ia benar-benar melakukannya. Ya dia benar-benar mengancam dengan pistol yang kuberikan agar dia mengaku. Aku terus menonton video itu. Hingga aku menemukan hal yang membuat aku tercengang. Pengakuan Inggrid tentang kehamilannya. Ini yang membuat Kellin syok dan menangis. Sejujurnya hal itu juga terjadi dalam diriku. Aku ingat dahulu ibu pernah bercerita padaku tentang saat pertama kali mengetahui dirinya mengandungku. Ibu sangat senang dan memberikanku nama depan Yehezkiel yang berarti Allah yang menguatkan dan nama belakang Joseph yang memiliki karakter setia. Ketika aku berumur enam tahun, ibuku mengandung adikku. Kata ibu kehadiran adik sebagai teman di rumah supaya tidak kesepian. Ibuku menamakannya Kellin yang berarti gadis yang berkomitmen, lemah lembut dan lincah. Aku tidak bisa percaya ayah memiliki anak dari orang lain yang jelas-jelas bukan istrinya.

“Kellin, Kellin buka pintunya. Ini kakak”, kataku sambil mengetuk pintu kamarnya. Tak lama kemudian Kellin membukakan pintunya dan mempersilakan aku masuk. “Kellin, aku mengerti semua yang kamu rasakan”, ujarku sambil memeluknya. “Kak, aku aku tidak bisa terima kenyataan ini kak”, isaknya. “Sudah, tenanglah”, kataku lagi sambil mengelus punggungnya dan mengambilkannya segelas air putih. “Kak, bagaimana kalau ibu dan orang lain sampai tahu bahwa ayahku...”, kata-katanya terputus dan tenggelam dalam tangisnya. “Sudahlah. Tak usah dirisaukan. Semua akan berjalan baik-baik saja, tenanglah”, kataku lagi berusaha menenangkannya.

Keesokan paginya...

“Kellin, ayo dihabiskan sarapannya”, kata ibu. “Tidak, bu. Aku sudah kenyang. Aku berangkat kuliah dulu. Bu, kak, aku pamit dulu”, ujarnya lalu berlari mengendarai mobilnya.

“Kellin, wajahmu pucat sekali. Ada apa lagi?”, tanya Fero begitu bertemu Kellin di kampus. Kellin mengajak Fero duduk dekat taman dan menceritakan apa yang dialaminya. “Aku telah menggali informasi tentang selingkuhan ayahku, sayang dan aku mendapati Kak Inggrid mengakui bahwa ia menarik perhatian ayah dengan berpenampilan seksi dan aku mengetahui bahwa ayah terpikat dengan apa yang ditampilkannya itu dan bercinta dengannya. Lalu aku juga mengetahui bahwa Kak Inggrid tengah mengandung anak ayah”, ungkapnya menangis. “Astaga”, ucap Fero tak percaya. “Aku sangat sedih mengetahuinya. Aku kehilangan selera makanku”, ucapnya pelan lalu pingsan. “Kellin, Kellin sayang, bangun”, ujar Fero menepuk-nepuk pipinya namun ia juga tak bangun. Fero panik lalu membawanya ke rumah sakit dekat kampus dan mengabari kakaknya, Jose. “Halo, Kak Jose?”, sapa Fero begitu telepon tersambung. “Iya, ada apa Fero?”, tanyaku penasaran. “Kellin, Kellin pingsan kak”, ucap Fero terbata-bata. “Apa? Sekarang kau di rumah sakit mana?”, tanayaku kaget. “Aku di rumah sakit dekat kampus universitas Saint Xaveria kak, Mount Yvest Hospital”. “Baiklah, aku akan kesana”, kata Kak Jose lalu segera mempersiapkan mobilnya. Aku sudah menebak. Ini pasti karena informasi itu. Dia sangat syok. Informasi itu membuatnya tidak teang. Apalagi dia punya penyakit anemia. “Bagaimana kondisinya, Fero?”, tanyaku usai tiba di rumah sakit. “Anemianya kambuh kak”, ujar Fero. “Kata dokter, ia harus banyak istirahat dan tidak berbeban berat”, lanjut Fero. Ini sulit baginya. Pasti ia sangat tertekan mengetahui hal ini. “Ya sudah, mari kita ke kamarnya. Kamarnya di mana?”, ajakku. “Gallantium 106 kak”, terang Fero lalu mengajakku ke kamarnya.

“Kellin”, panggilku usai masuk ke kamarnya. “Kakak. Darimana kakak tahu aku disini?”, ujar Kellin berusaha menegakkan tubuhnya. “Fero tadi membawamu ke rumah sakit. Katanya, kamu pingsan di kampus”, ujarku apa adanya. “Bagaimana keadaanmu? Sudah baikan?”, tanyaku. “Sudah lumayan kak”, ungkapnya. “Syukurlah”, kataku lega. “Sudah, kamu istirahat dulu ya, kakak mau bicara dengan Fero”, ujarku meninggalkan Kellin dan mengajak Fero keluar. “Fero, kamu jagain Kellin terus ya. Penyakitnya masih sering kambuh. Apalagi saat-saat seperti ini. Dia tertekan karena mengetahui teman dekatnya punya hubungan spesial dengan ayah kami”, kataku. “Aku mengerti kak. Ini pasti sulit bagi kalian menghadapinya”, kata Fero. “Apa kakak sudah memberitahu ibu kakak tentang kasus ayah kalian ini?”, tanya Fero. “Hmm belum Fero. Kami masih menyimpan hal ini rapat-rapat dari ibu dan aku akan mengungkapkannya dengan menyebar majalah pemberitahuan kepada keluarga kami. Di majalah itu, kami akan menceritakan mengenai Inggrid dan hubungannya dengan ayah”, terangku. Fero mengangguk mengerti.

“Halo, sayang”, sapa ayah dengan Inggrid saat Inggrid menerima telepon. “Halo. Sayang, aku mau mengabarkan hal bahagia padamu”, kata Inggrid sumringah. “Apa itu sayang, katakanlah”, kata ayah penasaran. “Hubungan cintamu kemarin membuahkan hasil. Aku hamil, sayang”, katanya bangga. Ayah tersenyum. “Ooh. It’s a great news sayang. Sudah lama aku mendambakan ingin memiliki anak darimu”. “Sayang, bagaimana kalau istri dan anak-anakmu tahu hal ini?”, tanya Inggrid bingung. “Sudahlah, tenang saja. Istri dan anak-anakku takkan mengetahui apapun. Lagian mereka juga tidak pernah peduli padaku. Mereka hanya sibuk dengan urusan mereka masing-masing”, ujar ayah berbohong. “Baiklah sayang. Kalo begitu selamat malam. Have a nice dream”, tutupnya. “Have a nice dream juga, sayang”, tutupku membalas. Ayah tersenyum membayangkan dirinya yang sebentar lagi akan menimang bayi kembali. Setelah ini, aku bisa mengurus perceraianku dengan istriku dan menikah dengan Inggrid sementara hak asuh anak kuserahkan pada istriku. Aku tak mau rumah tangga baruku diusik oleh anak-anakku.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Fiksiana Selengkapnya
Lihat Fiksiana Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun