Di jantung Kota Batavia
Kuukir sejarah bangsaku
Berbalut kelambu putih, emas dan hitam
Sepenggal bait puisi tersebut dirasa cukup pas menggambarkan suasana yang dibangun Museum Fatahillah yang berlokasi di Jln. Taman Fatahillah No.1 Pinangsia, Jakarta Barat. Dengan luas lebih dari 1300 meter persegi, perasaan pengunjung akan dibuat campur aduk begitu menapaki lantai demi lantai museum yang dulunya merupakan rumah sekaligus kantor dan penjara bagi bangsawan serta tawanan Belanda.
Di halaman museum, kamu akan disambut oleh patung Dewa Hermes yang berdiri diatas sebuah bola sembari membawa kerkirion sebagai ciri khasnya dengan tangan kiri dan wajah mengarah ke angkasa. Peletakan patung Dewa Hermes yang terkenal sebagai pembawa pesan para dewa sekaligus kecerdikan dan penemuannya ini menggambarkan Museum Fatahillah sebagai pusat ilmu pengetahuan sejarah Bangsa Indonesia khususnya Jakarta zaman kolonial Belanda tidak hanya bagi masyarakat Indonesia saja, tapi juga turis asing yang penasaran akan kondisi Indonesia di masa lalu.
Di dekat patung Dewa Hermes, juga terdapat sumur tua yang kini tak dipakai dan tampak kurang terawat karena dipenuhi lumut. Dulunya, sumur ini digunakan sebagai sumber mata air yang penting bagi masyarakat sekitar dan para bangsawan Belanda yang tinggal dan berkantor disini. Bagi kamu yang hobi bersepeda atau sekadar ingin merasakan sensasi berkeliling halaman museum yang luas dengan sepeda onthel, kamu bisa menyewa beraneka ragam warna seperti putih, biru, pink, ungu, merah, kuning dan hijau lengkap dengan topi fedora berwarna senada hanya Rp 20.000,00 per 30 menit.
Tak jauh dari sumur tua, terdapat penjara wanita dan penjara laki-laki untuk tawanan Belanda. Namun, untuk mengunjungi penjara, pengunjung harus menuruni kurang lebih 3 atau 4 anak tangga. Tak seperti penjara laki-laki yang boleh dimasuki dengan bebas oleh pengunjung, penjara wanita saat ini tertutup bagi pengunjung yang ditandai oleh tiang berwarna merah mengelilingi tangga menuju penjara dikarenakan seram dan dibiarkan apa adanya. Di dalam penjara laki-laki, terdapat bola-bola yang dahulu digunakan untuk mengikat kaki para tahanan di tiang-tiang pendek agar tidak bisa kabur.
Namun sayang, di dalam penjara dibiarkan tanpa penerangan dan menurut penuturan sumber disana, penjara akan terendam jika air laut pasang dan merendam tahanan yang menjalani hukuman disana bahkan sebelum persidangan untuk mereka dilaksanakan. Tahanan juga dibiarkan menjalani hari di dalam penjara tanpa makanan dan minuman. Sungguh menggenaskan.
Beranjak ke lantai satu, disini kita akan melihat sejarah kota Jakarta yang dipajang di dinding serta dilengkapi dengan foto pimpinan Belanda di masa lampau. Ada tangga kecil berwarna hitam di sudut ruangan. Namun, penulis tidak bisa melewati tangga untuk menelusuri lebih lanjut dikarenakan tertutup bagi pengunjung. Entah apa alasannya. Selain itu, ada juga ruang tamu dan ruangan resepsionis yang sekarang dijadikan loket untuk pembelian tiket masuk. Oya, kamu cukup membayar Rp 2.000,00 untuk anak-anak, Rp 3.000,00 untuk pelajar dan mahasiswa (dibuktikan dengan menunjukkan kartu pelajar atau kartu tanda mahasiswa kepada petugas) dan Rp 5.000,00 untuk dewasa.
Di lantai dua, kamu bisa melihat ruang rapat dan ruang tidur para bangsawan Belanda dilengkapi aksesoris pelengkap seperti lemari, hiasan dinding dan lampu gantung yang mewah, keren dan indah. Kamu pun bebas berfoto di semua ruangan di lantai dua termasuk di balkonnya. Hanya perlu dicatat untuk tidak menduduki atau menyentuh barang-barang koleksi, menaati peraturan yang berlaku serta tidak membuka jendela yang terdapat di balkon jika tidak mau digentayangi oleh penunggu gedung ini hihihi.