Mohon tunggu...
Maria Elly Rusfendy Saragih
Maria Elly Rusfendy Saragih Mohon Tunggu... Penulis - Pemimpin Redaksi

Menulis buku, memasak, membaca, menonton, menggabut (Hehehe ...)

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Indonesia Krisis Literasi, Apa Peran Sekolah? SMK N 1 Perhentian Raja - Loka Media Cabang Riau

28 Desember 2023   14:41 Diperbarui: 28 Desember 2023   14:53 319
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Hai, Kompasianer! Saya kembali lagi nih, tapi dengan topik yang sedikit lebih seru. Apalagi kalau bukan mengenai masa depan bangsa. Sebagai seorang redaktur, masa depan bangsa yang paling dekat dengan saya adalah literasi. Sebelum terlalu jauh, kita bahas literasi dulu, yuk.

 Apa sih literasi itu? Dikutip dari laman ybkb.or.id atau Yayasan Bangun Kecerdasan Bangsa, literasi adalah kemampuan untuk membaca, menulis, berhitung, memahami, memecahkan masalah, serta menggunakan informasi dalam berbagai konteks. Literasi juga mencakup kemampuan untuk berpikir kritis, menganalisis, dan menggunakan pengetahuan tersebut dalam kehidupan sehari-hari. Literasi merupakan landasan yang sangat penting bagi seseorang untuk pengambilan keputusan yang efektif serta berpartisipasi dalam dalam dunia yang semakin kompleks dan terhubung secara global. Mirisnya, kondisi literasi di Indonesia masih termasuk memprihatinkan. 

Pada tahun 2016, data UNESCO mengungkapkan minat baca masyarakat Indonesia hanya 0,001% atau hanya satu dari seribu orang Indonesia yang rajin membaca. Indonesia menempati urutan ke 6- dari 61 negara dan menjadi negara dengan literasi terendah di Asia Tenggara.

 Nah, dari kutipan ini bisa kita bayangkan jika tidak ada perkembangan terhadap minat baca anak bangsa mungkin beberapa tahun ke depan angka persentase itu semakin menurun. Tentu harus ada tindakan nyata dari masyarakat itu sendiri untuk menanggulangi masalah ini, bukan? Lantas apa yang bisa kita lakukan?

Pada era serba digital dan merebaknya berbagai sosial media seperti sebuah buah simalakama bagi perkembangan generasi. Satu sisi, sosial media memudahkan penyebaran informasi, menjadi media untuk berekspresi dan eksplorasi anak bangsa. Namun, di sisi lain efek negatifnya penggunaan gadget dan sosial media dapat menurunkan fokus atau mempersingkat tingkat fokus seseorang. Hal ini disebabkan karena terlalu sering memperhatikan video dalam durasi pendek, sehingga otak distimulasi oleh pergantian materi dalam durasi pendek. Ini juga berdampak pada efektivitas seseorang dalam membaca, hingga kian hari kian menurunkan minat baca anak bangsa. Lalu, bagaimana solusinya?

Beberapa waktu lalu, keponakan saya yang masih duduk di kelas VII SMP (tahun 2023) ikut dalam kegiatan literasi sekolah. Darah memang lebih  kental daripada air ya. Hahaha ... Kecintaannya terhadap literasi memang diturunkan secara genetik, tapi memupuk minat dan bakatnya tentu tidak cukup hanya dari keluarga saja, bukan? Apalagi pada masa remaja, sepertinya mereka sedang senang-senangnya berinteraksi, berkegiatan dengan teman seusianya atau sepermainan daripada kita yang sudah dewasa.

 Setiap hari, keponakan saya dengan bahagianya membawa buku-buku pemberian saya ke sekolahnya untuk dikulik bersama teman-teman dan guru pendampingnya. Saya turut bahagia. Tapi, di sisi lain saya justru prihatin. Karena ketika membeli buku itu, saya butuh effort yang luar biasa padahal hanya dapat 5 judul buku saja. Terlalu sulit untuk menemukan buku yang terbilang berkualitas, terutama buku anak atau minimal buku yang ramah anak. Sebagai seorang redaktur, batin saya menangis sekaligus malu. Ke mana penulis Indonesia? Di mana karyanya?

Akhir-akhir ini, penulis Indonesia tengah digempur, bahkan mungkin dijajah oleh beberapa platform menulis daring. Beberapa peraturan mencekik leher yang membuat sebagian besar penulis Indonesia mau tidak mau harus berubah haluan, hanya untuk mendapatkan penghasilan. Tidak semua, tapi sejauh mata memandang semakin banyak yang bertumbangan. Esensinya menulis berkualitas menjadi hanya sekadar  kuantitas. Tidak lagi menjunjung tinggi nilai-nilai luhur dan norma-norma yang berlaku di Indonesia. Tema-tema perselingkuhan, one night stand, pengkhianatan, sindikat yang dikemas dengan serampangan, begitu laris di pasaran.

 Hingga pada akhir 2022 kemarin, saya begitu bahagia ketika sebuah sekolah di Kab. Kampar-Riau menghubungi Penerbit Loka Media Cabang Riau yang saya pimpin. Wah, seperti oase di padang gurun, bukan? Saya semakin bahagia ketika membaca naskah demi naskah yang ditulis oleh siswa-siswi dan guru pendamping literasi di SMK N 1 Perhentian Raja. Seperti menemukan harta karun, naskah yang masih menjunjung tinggi nilai luhur Bahasa Indonesia dan norma-norma yang berlaku, mengandung jati diri Bangsa Indonesia tanpa harus mengesampingkan kualitas penulisan dan enak dibaca.

Dokumentasi pribadi
Dokumentasi pribadi

Buku ini diterbitkan oleh sekolah, berjudul Siapa Saja Punya Masa Depan. Lalu, akhir tahun 2023, SMK N 1 Perhentian Raja kembali menerbitkan buku kumpulan puisi berjudul Air di Pelupuk Mata. Saya membayangkan sekiranya setiap sekolah punya program yang sama. Bakat-bakat terpendam ini bisa dipupuk sedari dini untuk melahirkan penulis berkualitas yang didengar oleh masyarakat luas tanpa harus terjebak lalu tumbang dalam penjajahan platform menulis daring. Dibarengi dengan kegiatan literasi membaca buku berkualitas di sekolah. Wah, alangkah luar biasanya warisan literasi kita terhadap masa depan anak bangsa, ya?

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun