Hai, Kompasianer!
Kamu penulis? Atau suka menulis? Baik buku fiksi, non fiksi, buku panduan, dll., ingin menerbitkan buku tapi masih bingung memilih penerbit? Yuk, ini jawaban buat kamu.
Mengingat menerbitkan buku di penerbit mayor sekelas Gramedia, Bentang, Grasindo, dkk. butuh penyaringan ketat, sering kali penulis pemula atau penulis yang belum punya nama besar kesulitan mendapatkan kesempatan menerbitkan bukunya. Belakangan ini penerbit indie muncul sebagai solusi paling menguntungkan bagi penulis pemula untuk merintis kariernya di kepenulisan. Sayangnya, fenomena ini justru seperti air, sedikit teman, terlalu banyak pun menjadi lawan.
Menjamurnya penerbit indie secara daring membuka banyak peluang terjadinya penipuan dunia maya. Tidak sedikit penulis yang harus menelan pil pahit karena salah memilih penerbit indie. Jangan sedih Kompasianer, saya pun pernah menjadi korban sebelum mengenal dan bekerja di Penerbit Loka Media, lebih tepatnya menjadi Pemimpin Redaksi Penerbit Loka Media Cabang Riau.
Apa itu Penerbit Loka Media?
Penerbit Loka Media adalah penerbit indie, namun rasa mayor. Penerbit indie yang menyediakan jasa penerbitan dan kualitas mendekati penerbit mayor. Loka Media didirikan oleh Devi Cahyani Eka Putri alias Devika pada 17 Februari 2016, kemudian resmi tercatat di akta notarisnya pada 25 Agustus 2016. Hingga pada Februari 2021, Penerbit Loka Media berhasil mengembangkan sayap dengan menelurkan beberapa cabang, salah satunya Penerbit Loka Media Cabang Riau yang saya pimpin. Kini Devi atau biasa disapa Devika menjabat menjadi CEO Loka Media grup sekaligus Pemimpin Redaksi Penerbit Loka Media pusat.
Apa latar belakang berdirinya Penerbit Loka Media?
Menurut penuturan beliau, jauh sebelumnya tak pernah terpikir untuk mendirikan sebuah penerbit apalagi sampai menelurkan cabang. Tapi kecintaannya terhadap dunia literasi dan memberanikan diri mengirimkan naskahnya ke penerbit, membuatnya terkejut ketika harus menunggu berbulan-bulan bahkan bertahun-tahun, bahkan setelah menunggu sekian lama pun ada saja yang ditolak. Proses terbit pun tidak memakan waktu yang cepat. Namun ada kkebanggaansendiri ketika kesabaran dan perjuangan berbuah manis. Siapa yang tidak bahagia kketikamelihat karya sendiri ada di toko buku? Rasanya semua kepahitan yang dialami selama pprosesmenulis dan mencari penerbit pun terlupakan.
Sayangnya, beliau dan saya bernasib nyaris sama. Pada tahun 2015, harapan untuk menerbitkan naskah pun kian redup karena naskah-naskah yang tak kunjung diterima di penerbit mayor. Bedanya, tak lama Devika mendapat tawaran untuk menjadi Wakil Pemimpin Redaksi di salah satu penerbit indie yang konon katanya sedang beranjak menuju mayor. Ternyata, beliau dijadikan kambing hitam sebagai penerima dana yang sebenarnya hanya singgah namun uang tersebut dibawa kabur oleh sang Pemimpin Redaksi dan proses cetak tak kunjung berlangsung. Tragedi ini menorehkan trauma besar bagi Devika dan mencoreng kepercayaan terhadap penerbit indie. Dari sinilah, Devika bertekad untuk mendirikan sebuah penerbit yang berkualitas, baik dari segi kepercayaan finansial maupun hasil terbitnya.
Saya tidak semalang Devika. Tahun 2017, saya memutuskan untuk menerbitkan buku di salah satu penerbit indie yang ternyata tidak amanah. Mulai dari sampul yang jauh dari harapan, isi tidak disunting, penjualan tidak dibimbing atau dibantu, hingga royalti yang tidak dibayarkan hingga kini. Sampai pada akhirnya, tahun 2019, saya memberanikan diri mengikuti event menulis di dua penerbit sekaligus, salah satunya penerbit semi mayor namun ternyata tidak amanah dengan alasan tersendat pandemi Covid-19, sedangkan Penerbit Loka Media dan ternyata amanah.Â