Mohon tunggu...
Maria Arifiati Bahasa
Maria Arifiati Bahasa Mohon Tunggu... -

Ilmu Komunikasi..Jurnalistik UPN Yogyakarta....

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nasib Pedagang Kaki Lima (PKL) Malioboro

19 Desember 2011   14:15 Diperbarui: 25 Juni 2015   22:03 703
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Kawasan Malioboro tidaklah asing bagi masyarakat Yogyakarta.Malioboro ibarat nadi yang terus berdetak setiap detik.Dengan berbagai beragam aktivitas, Malioboro bagaikan tempat yang tidak pernah tidur membuat sebagian orang yang bergantung hidupnya dari berdagang ikut mengais nafkah di pusat kota Yogyakarta itu.Beraneka profesi menjadikan kawasan Malioboro sebagai kantornya.Mulai dari pedagang,pengamen,tukang becak,tukang parkir sampai pembuat tato ikut meramaikan suasana Malioboro.Malioboro merupakan ruang public yang tidak ada matinya.

Satu hal yang tidak dapat lepas dari Malioboro adalah pedagang kaki lima (PKL).Pedagang kaki lima merupakan sebuah kekhasan dari Malioboro.Namun sangat disayangkan pedagang kaki lima yang kini semakin merajalela membuat ruang publik yang selalu ramai itu kini tidak nyaman lagi.Para pedagang kaki lima banyak menjadiakn troar sevagai tempat berdagang mereka"Jogja Berhati Nyaman"sepertinya tidak berlaku bagi para pengunjung khususnya pejalan kaki Malioboro yang belakang ini tidak lagi merasa nyaman ketika melintasi kawasan Malioboro.Nyaman atau tidak,tanggung jawab siapa?

Keberadaan PKL yang beberapa tahun ini cukup menggangu kenyamanan pengunjung,sudah mulai diantisipasi oleh pemerintah dengan memberlakukan kebijakan pengaturan pedagang kaki lima.Kebijakan ini meliputi tiga tahap yaitu : tahap sosialisasi, penertiban dan penataan, serta pembinaan.Namun kebijakan ini ternyata tidak membuat jera para pedagang kaki lima.Hal ini memang wajar sebab para pedagang kaki lima menggantung hidup mereka pada kawasan teramai Yogyakarta tersebut.

Kurniawan (20),pedagang jagung bakar kawasan Malioboro yang sudah lima tahun dan lima kali terkena razia dari polisi pamong praja mengatakan tidak jera dengan kebijakan penertiban pedagang kaki lima tersebut.Alasannya karena ia dan keluarganya bergantung hidup dengan berdagang,dan tempat yang selalu membuat jagung bakarnya laris manis adalah Malioboro.Pria asal Magelang ini berharap agar pemerintah tidak selalu menyalahkan para pedagang kaki lima,Ia ingin agar pemerintah Daerah Yogyakarta menyediakan tempat yang legal dan biaya retribusi yang murah untuk para pedagang kaki lima yang illegal dan sering terkena razia selama ini.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun