Mereka lahir lewat engkau, tetapi bukan dari engkau, mereka ada padamu, tetapi bukanlah milikmu.
Berikanlah mereka kasih sayangmu, namun jangan sodorkan pemikiranmu, sebab pada mereka ada alam pikirannya sendiri.
Patut kau berikan rumah bagi raganya, namun tidak bagi jiwanya, sebab jiwa mereka adalah penghuni rumah masa depan, yang tiada dapat kau kunjungi, sekalipun dalam mimpimu.
Engkau boleh berusaha menyerupai mereka, namun jangan membuat mereka menyerupaimu, sebab kehidupan tidak pernah berjalan mundur, ataupun tenggelam ke masa lampau.
Engkaulah busur asal anakmu, anak panah hidup, melesat pergi.
Sang Pemanah membidik sasaran keabadian, Dia merentangkanmu dengan kuasaNya, hingga anak panah itu melesat jauh dan cepat.
Bersukacitalah dalam rentangan tangan Sang Pemanah, sebab Dia mengasihi anak-anak panah yang melesat laksana kilat, sebagaimana dikasihiNya pula busur yang kokoh
(Kahlil Gibran)
------
Sore harinya, sambil berjalan di Pantai Pandawa, Nugie bicara. Dia tidak terlalu yakin apa yang sebetulnya terjadi dua hari terakhir itu. Dia juga tidak yakin apa yang ia ingin mamanya perbuat dalam keadaan seperti itu. Yang dia tahu, dia harus lebih baik. Dia belum mau berhenti.
Ya anakku. Terkadang dunia tidak adil. Ia tidak selalu memberi kita hasil sebesar upaya yang kita berikan. Terkadang kita cukup bersimpuh diam di hadapan dunia dan membiarkan Semesta mengambil alih dunia kita. Maka Ia akan menerbangkan kita beserta segala doa yang tak henti kita lafalkan.
Ya anakku. Kamu tidak menang hari itu. Tetapi pelajaran yang kau terima, tidak kalah bernilai dibandingkan medali yang terlepas dari genggamanmu.
You didn't win that day. You learnt.