Mohon tunggu...
Marhento Wintolo
Marhento Wintolo Mohon Tunggu... Arsitek - Pensiunan Dosen

Ayurveda Hypnotherapist

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Kematian Neocortex Adalah Keniscayaan

23 Agustus 2024   06:30 Diperbarui: 23 Agustus 2024   06:35 31
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber gambar : https://bentaracampus.ac.id/

Tidak dapat dihindarkan bahwa kemajuan teknologi berakibat hilangnya kemanusiaan dengan cepat. Kemanusiaan terwujud bila sebagai manusia bisa menggunakan perangkat keras yang disebut neocortex secara utuh, atau lebih dominan daripada otak limbik atau limbic brain. Penggunaan limbik berarti kita mengasah intelektual, kepintaran.

Pintar atau pandai untuk berbuat curang atau memperkaya diri sendiri demi mengalahkan orang lain. Banyak orang bergelar , bahkan mungkin gelar akademisnya berderet, namun rasa kepekaan kemanusiaannya sangat tipis. Mereka yang  mengasah terus intelektualnya dengan hapalan atau mungkin ingin mendapatkan banyak gelar, sesungguhnya telah abai terhadap pengembangan intelegensi atau buddhi. 

Semakin berkembang buddhi membuktikan semakin banyak menggunakan neocortex. Penggunaan perangkat baru atau neocortex ini dimaksudkan agar manusia memiliki kemampuan untuk memilih dan memilah tentang perbuatan yang tepat. Tepat berarti sifat kemuliaann dalam diri manusia, inilah kemuliaan sebagai manusia. Segala pikiran, ucapan serta perbuatannya dilandasi kepentingan orang banyak atau secara umum disebut selaras dengan alam. Tidak memikirkan kepentingan diri atau golongan sendiri. 

Bagaimana kita tahu bahwa pemusnahan atau pembunuhan neocortex terus berjalan semakin cepat?

Pernahkah kita memikirkan bahwa dengan semakin sering kita menggunakan gadget, semakin tergantung pada alat?

Kebanyakan anak sekarang sulit menghitung tanpa bantuan kalkulator. Selain itu, semakin sering kita mengakses media sosial, semakin membuat kita malas membaca berita secara utuh. Dengan kata lain bahwa yang dibaca hanya berita pendek tanpa ulasan detay dari penulisnya. Mengapa?

Karena para penulis berita senang menyajikan berita yang DIINGINKAN oleh pembaca, bukan yang dibutuhkan. Keinginan berasal dari emosi, sedangkan kebutuhan lebih banyak untuk mendapatkan berita yang bermanfaat bagi pembacanya. Sebagai contoh, kita membeli baju/pakaian karena keinginan, sementara sebenarnya baju yang di rumah atau almari masih ada. Dengan kata lain, kita tidak butuh membeli. Dan bila kita kehabisan baju, kita butuh membeli baju karena memang tidak ada lagi yang bisa dipakai.

Semakin sering atau semakin tergantung pada gadget, kita akan semakin jarang menggunakan neocortex. Karena memang dalam diri kita kebanyakan sifat buruk : nafsu, tamak, amarah, kemelekatan, serta ego. Ditambah satu lagi yaitu sifat irihati atau jelousy. Sifat irihati ini bisa mencakup semua sifat buruk lainnya. Segala perbuatan bisa dilakukan bila kita dikuasai irihati/Jelousy.

Belum lagi dengan AI, chat GPT, penggunaan aplikasi ini mendorong semakin malas kita menulis dengan menggunakan pertimbangan kewarasan atau neocortex.

Karena sifat irihati, bisa saja kita melakukan perbuatan curang dengan bantuan chat GPT. Kita tidak butuh lagi menggunakan neocortex, bahkan demi mengalahkan orang lain, karena jelousy, maka tinggal membuat artikel berdasarkan aplikasi canggih. Dengan kata lain, kita telah mengikis pertimbangan kemanusiaan semata demi unggul terhadap teman. 

Apalagi agar tidak diganggu anak kita, dari kecil telah kita berikan hape terhadap anak. Celakanya lagi, ada ortu yang bangga bila anaknya pintar menggunakan hape. Ortu seperti ini biasanya sangat sibuk bekerja sehingga mereka dengan mudah memberikan gadget terhadap anaknya. Menurut pikiran mereka merupakan bentuk rasa sayang. Tidak sadar bahwa perbuatan ini menumpulkan kepekaan penggunaan neocortex. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun