Keberhasilan hidup bukanlah semata harta benda yang melimpah dan mungkin jabatan yang dihormati, tetapi yang lebih utama adalah kepuasan batin. Kepuasan batin terjadi setelah kita bekerja secara optimal tanpa keraguan. Dengan kata lain kita fokus pada usaha yang kita jalankan. Kunci utama bukan pada keberhasilan atau hasil semata.
Bagi cara pikir atau pandangan saya, inilah kunci keberhasilan hidup :Â
'Usaha yang dijalankan tanpa kecemasan, kekhawatiran, atau kegelisahan akan selalu membawa hasil yang baik.'Â
Kecemasan dan khawatir akan hasil akhir membuat kitatidak fokus, dengan kata lain saat menjalani proses energi kita terpecahkan pada rasa khawatir akan hasil yang bisa dicapai. Ketika kita berpikir pada hasil berarti energi untuk mengerjakan terpecah. Karena kita hidup di masa depan, bukan hidup di masa ini. Saat kita bisa fokus di masa kini, energi untuk mengerjakan hanya fokus pada proses.Â
Untuk menjalani proses yang baik, kita mesti selalu meyakini bahwa proses baik, maka hasil baik. Kekuatan niat melakukannya pekerjaan sebagai persembahan memiliki andil besar. Inilah hukum alam semesta. Yang dimaksudkan dengan persembahan berarti buka semata ditujukan semata menggunakan uang atau harta untuk kepentingan diri sendiri. Bila hanya untuk kepentingan diri serta keluarga berarti tidaklah selaras dengan hukum alam yang bersifat berbagi. Inilah idealnya melakoni usaha. Sulit, tidak saya pungkiri, memang sangat sulit.
Tidaklah mengherankan, karena selama ini pola pikir atau cara pandang kita telah dicekoki oleh pandangan umum masyarakat bahwa bekerja semata untuk menghasilkan uang demi memiliki mobil, rumah dan bisa bepergian rekreasi yang mewah dan menyenangkan. Inilah cara pikiran masyarakat umum, jadi tidak mengherankan banyak yang menderita serta keluh kesah bila usaha tidak berhasil. Bahkan mungkin memaki dengan mengatakan bahwa Tuhan tidak adil dan sebagainya. Pendek kata, kegagalan kita selalu mencari kambing hitam, tidak bersedia untuk introspeksi diri.
Selama ini kita selalu bersandar atau mengandalkan orang lain untuk berusaha. Dengan cara ini, tanpa sadar kita selalu melihat ke luar diri. Kita lupa bahwa ada kekuatan yang tidak tertandingi di dalam diri. Perasaan tidak mampu atau tidak percaya diri disebabkan selalu mencari sandaran di luar. Keteledoran kita untuk menyadari bahwa setiap orang hidup di dalam Dia yang sekaligus juga bersemayam dalam diri, telah lam kita abaikan.Â
Memang tidak 100% menjamin keberhasilan kita, lho koq?
Bukankah hidup ini juga merupakan ketidakpastian?
Misalnya, sebagai petani yang bekerja di sawah. Segala hal terkait dengan menanam padi telah diupayakan, namun bisa saja gagal. Faktor cuaca atau faktor lainnya yang berasal dari luar di luar kendalikan. Bila memang dengan proses baik, tetapi tetap gagal, namun rasa kepuasan yang berasal dari upaya mengikuti proses secara tepat telah dilakukan dengan baik. Dengan kepuasan ini merupakan energi positif yang tepat sehingga kita memiliki kekuatan untuk kembali bangun. Inilah hidup dengan kesadaran diri. Inilah sikap positif. Â Menerima kegagalan sebagai kegagalan, kemudian berupaya mencari cara lain untuk bangkit kembali.
Bukankah ada istilah kegagalan merupakan keberhasilan yang tertunda. Thomas Alva Edison mesti melakukan percobaan ratusan kali dalam menemukan bohlam atau lampu pijar. Dan ternyata  dianggap kontribusi dalam sejarah peradaban hidup manusia.