Yang dikembangkan dan dibagikan para suci adalah kasih, mereka sangat memahami bahwa rasa kasihan bisa menghancurkan. Kasih adalah tindakan resposnsif; kasihan merupakan tindakan reaktif. Para suci yang telah mengembangkan nilai kemanusiaan yang merupakan tujuan utama kelahiran terus berupaya berbagai tindakan responsif.Â
Tindakan responsif merupakan cerminan empati. Tindakan yang dilandasi empati dilakukan atas dasar kebutuhan dasar seseorang. Misalnya : di suatu perempatan lampu merah ada seorang peminta yang masih remaja. Mereka yang mereka melakukan dengan cara memberikan uang langsung dapat dipastikan karena rasa kasihan.Â
Padahal dengan cara ini, kita telah membantu mereka untuk melakukannya tindakan lagi. Tampaknya sepele atau remeh, tetapi tindakan ini  merupakan tindakan reaktif. Tanpa sadar tindakan kita mendorong mereka terjerumus lebih dalam. Bagaimana bila mereka tidak meminta, tetapi berjualan sesuatu?
Dalam hal ini, remaja tersebut telah bekerja dengan berjualan. Mereka melakukan karena butuh uang, dengan cara membeli barang dagangan mereka bisa dikategorikan tindakan responsif. Inilah empati; memenuhi kebutuhan mereka setelah mereka menunjukkan upaya kerja dengan berdagang. Bagaimana bila ngamen?
Bila ngamen dengan cara profesional dengan keahlian, bukan hanya sekadar bertepuk, inipun patut diapresiasi. Perbuatan ngamen tersebut dilandasi suatu keahlian, bukan semata minta-minta, tetapi memberikan jasa berupa suara atau keahlian bermain musik.Â
Namun semua yang saya sampaikan bukan merupakan sesuatu hal yang baku, karena setiap orang memiliki kebijakan sendiri. Kita mesti bertanggung jawab atas perbuatan kita sendiri. Bila tindakn kita tidak membuat orang sadar akan adanya kekuatan dalam diri sendiri, maka kita kasihan, bukan tindakan yang penuh rasa kasih atau empati.
Oleh karena itu, sebelum kita membantu orang lain, yang mesti kita kembangkan terlebih dahulu adalah mengembangkan rasa kemanusiaan atau budhi. Budhi adalah penghalusan mind atau pikiran intelektual. Setelah intelektual diasah dengan cara pembersihan sampah-sampah emosi, barulah intelektual berubah menjadi budhi.
Tanpa melakukan cleansing atau pembersihan sampah emosi, kita akan bertindak atas dasar simpati, bukan empati. Seringkali kita bertindak dengan rasa simpati, yang perlu disadari atau diketahui adalah bahwa tindakan simpati masih pada rasa emosi. Tindakan atas landasan emosi masih pada ranah mamalian brain, belum berada pada ranah neocortex, otak baru manusia.
Ada suatu kisah menarik :Â
Suatu ketika seorang pangeran menyelamatkan seekor beruang dari suatu perangkap para pemburu. Karena merasa ditolong/dibantu, maka mereka bersahabat. Suatu ketika, sang panterna tertidur pulas. Sang beruang menungguinya agar tidak diganggu hewan buas lainnya.Â
Ketika sedang tidur pulas, ada seekor lalat hinggap di hidung sang pangeran. Melihat bahwa lalat tersebut bisa membangunkan sang pangeran, beruang tersebut memukul lalat, maksudnya mengusir. Tetapi tindakan beruang tersebut membuat sang pangeran terluka. Â . Inilah tindakan reaktif bukan responsif. Ya bisa dimaklumi karena hewan masih pada ranah mamalian brain. Ia melakukan pengusiaran lalat atas dasar simpati, bukan empati.